Chereads / Let Go (Omegaverse) / Chapter 1 - Moving In

Let Go (Omegaverse)

Leuchtend
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 70.9k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Moving In

Hari ini adalah hari terakhirku tinggal di rumah yang sudah aku sewa sejak aku menempuh pendidikanku di salah satu universitas ternama di kota ini, tapi aku masih belum menemukan tempat tinggal sementara hingga proses renovasi selesai.

Barang-barangku sebagian sudah aku titipkan di rumah teman baikku, Raymond. Sekarang hanya tinggal membereskan pakaian dan buku-buku.

Dengan teliti dan rapi aku menyusun tiap lembar pakaianku ke dalam koper yang paling besar, sedangkan buku-buku aku masukkan ke dalam koper yang ukurannya sedikit lebih kecil.

Tidak terasa, sekarang sudah jam empat sore. Pantas saja dari tadi cacing-cacing di perutku sudah meronta-ronta untuk diberi makan.

Ah, sepertinya aku pesan online saja.

Aku merebahkan tubuhku diatas tempat tidurku dan mengecek pemberitahuan diponsel yang sejak pagi tadi tidak tersentuh sama sekali.

Ada beberapa chat yang masuk dan juga dua panggilan tidak terjawab. Satu dari Raymond dan satu lagi dari orang yang sangat tidak ingin aku dengar suaranya, Papa.

Aku membaca isi chat yang masuk satu persatu, dari yang paling lama hingga yang terbaru. Hampir semua berisi pemberitahuan dari pemilik rumah yang akan aku sewa dan semua mengatakan bahwa rumahnya sudah ditempati oleh orang lain. Selain pemberitahuan menyakitkan, ada juga chat dari teman dan juga klienku.

Tapi yang menarik perhatianku adalah chat dari Raymond.

'Lim, lagi butuh duit kan? mau gak ngjagain bocil? sepupuku lagi nyari nih, mayankan? kamu jugakan biasa tuh ngejagain bocil-bocil, kalo mau nih, telpon aja, tak kasih nomornya.'

Kira-kira seperti itulah isi chat Raymond, tidak lupa dia juga menyertakan kontak sepupunya tersebut.

Aku membaca ulang chat dari Ray berkali-kali. Tawaran yang menggiurkan, karena aku yakin bayarannya pastilah jauh lebih, lebih, lebih besar dari penghasilan perbulanku mengingat Ray berasal dari keluarga yang bisa dibilang kaya, terlalu kaya malah.

Aku butuh uang, tapi skill mengasuhku biasa saja. Kalau anaknya pendiam sepertinya tidak merepotkan, tapi kalau anaknya nakal kan bahaya, bisa-bisa aku emosian.

Pluk!

Ponselku mendarat tepat di wajahku - sakit. Aku menjauhkan hpku dari wajahku dan sialnya, sepertinya aku tanpa sengaja menghubungi nomor Eckart yang baru saja diberikan oleh Ray. Aku menghela nafasku, ya sudahlah, sudah terlanjur.

"Halo.."

Terdengar suara husky dari sebelah sana.

"Halo. Apa benar ini dengan Bapak Eckart?"

"Ya, saya Eckart. Ini siapa ya? dan panggil Eckart aja gak usah pake Bapak."

"Oh, saya Lennox, Lennox Selim."

"Jadi Lennox, ada perlu apa ya?"

Long story short, setelah menjelaskan hal-hal yang perlu dijelaskan, akhirnya kami memutuskan untuk bertemu secara langsung untuk membicarakan detail lebih lanjut.

Aku yang tadinya ingin pesan makanan jadi membatalkan niatku. Makan di luar saja sambil menunggu Eckart.

###

Aku hanya bisa memandang secangkir kopi hangat yang baru saja disajikan di mejaku. Perutku sudah terisi, tapi Eckart belum juga menampakkan batang hidungnya.

Semua mata pengunjung cafe tertuju padaku. Bagaimana tidak, aku si manusia pecinta kaos oversize dan celana jeans ini sedang duduk sendiri ditemani dua koper besar. Aku bahkan mendengar salah seorang berkata bahwa aku diusir dari rumah.

Menyedihkan, perkataan mereka ada benarnya. Hanya saja aku bukan di usir melainkan terpaksa keluar, andai saja aku tidak sibuk dengan proyekku aku pasti sudah menemukan tempat tinggal sementara dan pasti bukan di sini tempatku sekarang.

Karena terlalu fokus mengasihani diriku sendiri, aku tidak sadar seseorang mendekatiku dan memanggil namaku.

"Eh..." Aku terkejut.

"Maaf, habisnya dipanggil dari tadi kamu gak jawab."

Aku berdiri dan mengulurkan tanganku, "Lennox"

Pria yang tadi membuatku terkejut ini menyambut uluran tanganku, "Eckart."

Aku melepaskan jabat tangan yang sungguh canggung ini dan mempersilakan Eckart untuk duduk didepanku.

Aku mengamati setiap gerakan Eckart, semuanya sangat ganteng. Bahkan gaya duduknya juga ganteng! Tidak salah lagi, bapak muda ini adalah tipeku.

Eckart melihatku bingung, "Apa ada yang salah?"

"Oh, gak, gak ada yang salah kok." Jawabku sedikit canggung.

"Langsung aja ke intinya. Karena aku sudah dengar semua dari Raymond, kamu bisa tinggal bareng kita satu bulan, nanti setelah gaji pertama kamu sudah kamu terima, kamu bisa cari tempat tinggal baru dan pindah ke tempatmu sendiri."

Aku berpikir sejenak, "Selama aku tinggal disana, apa gajiku dipotong sebagai ganti uang sewa rumah?"

"Oh, gak, aku gak akan potong gajinya. Gantinya, kamu cukup bantuin aku ngurus rumah, karena kebetulan pembantu yang biasa ngurus rumah kita juga baru berhenti minggu kemarin. Jadi..." Eckart menatapku ragu.

Ah, kenapa jadi seperti pembantu mencakup baby sitter, pikirku.

"Oh, kalau keberatan. Kamu bolek nolak kok." Ujarnya buru-buru.

Aku tersenyum, "Cuma sebulan kan?"

"Iya, sebulan. Bisa jadi kurang dari sebulan, tergantung kondisi."

Aku berpikir sejenak dan kemudian melirik kedua koper besarku. Sedih sekali, kalau aku menolak aku tidur dimana malam ini?

"Hmmm... oke. Aku bisa kalau gitu." Ujarku mantap.

###

Eckart mengeluarkan kedua koperku dari bagasi mobilnya, sedangkan aku sibuk memperhatikan Eckart sambil menepuk-nepuk punggung Nuri lembut. Ya, Nuri, lebih tepatnya Nuri Landyn, seorang anak kecil berjenis kelamin laki-laki berumur empat tahun dan anak inilah yang membuka pintu keberentungan seorang Lennox Selim.

Nuri tertidur digendonganku setelah melewati perjalanan menuju rumah yang mungkin baginya menyenangkan tetapi tidak untukku. Semua terasa membosankan, karena sesaat setelah Nuri tertidur, Eckart menjadi fokus menyetir dan diam seribu bahasa.

Eckart berjalan ke arahku sambil membawa koper-koperku. Aku mundur, memberi ruang untuk Eckart membuka pintu rumahnya. Dia memasukkan kode dan terdengar suara beep.. yang menandakan kode yang dimasukkan benar. Pintupun terbuka, Eckart mempersilakan aku masuk. Aku sedikit membungkukkan badan dan berterima kasih.

Setelah memasuki rumahnya, mataku langsung mengamati keadaan sekitar dan satu kata langsung terlintas dalam pikiranku, BERANTAKAN!

Clek... Suara pintu ditutup dan itu artinya kehidupanku dirumah ini sebagai pengasuh sekaligus pembantu dimulai.