Chereads / Last Emperor / Chapter 9 - Kembali Ke Rumah Dengan Keadaan Tak Menentu

Chapter 9 - Kembali Ke Rumah Dengan Keadaan Tak Menentu

Kedua orang tuanya diam sesaat. Tidak dapat menjawab pertanyaan itu.

"Jangan-jangan semenjak papa menerima orang Jepang itu di tempat kita." Celetuk Tina lagi.

"Tina." Tegur Dinda dan mamanya hampir bersamaan.

Kendaraan tersebut sudah keluar dari lobi dan masuk jalan tol.

Pada saat bersamaan Pak Bram memandang ke belakang lewat kaca spion tengah. "Di mana anak itu?" tanyanya dengan wajah panik.

"Tadi itu aku hendak membicarakan tentang dia. Tetapi kamu malah mematikan pembicaraan kita," sahut Resty dengan kesal.

Lanjutnya dengan suara gemetar, "Terus, sudah kejadian begini. Kau mau menyalahkan kami semua."

Gemetar karena menahan amarah.

"Sinto masih tertinggal di parkiran mal itu, tuan." Sahut sopirnya itu.

"Cari putar balik. Dan kita jemput anak itu." Perintah Bramana Putera kepada sopirnya.

Dengan menyalakan lampu sirene. Mobil itu langsung memutar arah di depan pintu tol. Lalu segera kembali ke parkiran Mal di mana Sinto tertinggal di sana.

Dalam waktu kurang dari satu jam. Sopir itu telah tiba di tempat parkiran yang tadi mereka tinggali.

Tampak Sinto sedang berlutut sambil memegang rantai yang bekas ia pakai untuk menjatuhkan motor yang telah berusaha menculik Dinda.

Pak Bramana Putera bergegas turun dan diikuti oleh istri serta kedua putrinya. Pak Bramana Putera segera membuka pintu belakang dari mobilnya dan mengeluarkan sebuah mantel bulu. Kemudian ia segera mendekati Sinto sambil memasangkan mantel bulu tersebut ke tubuh anak itu.

Sedangkan Resty membetulkan mantel bulu itu di badan Sinto sambil tangannya membelai kepala anak itu.

Sedangkan Pak Bramana Putera berkata, "Terima kasih. Kau telah menyelamatkan putriku."

Anak itu bangkit berdiri. Sekali lagi Resty istri pak Bramana Putera itu memeluknya erat-erat sambil berkata, "Kau baik-baik saja nak."

"Aku baik-baik saja." Ucap Sinto pelan.

"Apakah ada yang terluka di tubuhmu?" tanya Pak Bramana Putera sambil mengelilingi tubuh anak itu.

"Sinto, terima kasih. Sekali lagi aku ucapkan terima kasih." Kata Dinda sambil membungkukkan tubuhnya.

Sinto berusaha membalasnya membungkuk tetapi tidak sampai setengah badan. Karena ia merasakan sakit di bagian rusuk sebelah kiri.

Melihat itu si sopir yang juga telah ikut turun berkata, "Apakah ada yang patah di tulang rusukmu."

"Sepertinya tidak ada yang patah. Tetapi seperti memar saja." Sahut Sinto sambil mengernyitkan dahinya dan meringis sedikit.

"Kalau begitu sebaiknya kita bawa ke dokter saja ma." kata Dinda terdengar khawatir.

Sinto berusaha tersenyum lalu katanya sambil menahan rasa sakit, "Tidak perlu. Aku ada bawa obat gosok. Nanti setelah di balurkan ke sekujur tubuhku. Sejam-dua jam kemudian pasti terasa enak kembali."

"Baiklah kalau begitu. Kita coba dengan caramu dulu. Tetapi kalau masih terasa sakit. Kau tidak boleh menolak untuk dibawa ke dokter ya." Kata Resty sambil memapah anak itu berjalan menuju mobil mereka.

"Hayo sebaiknya kita cepat membawa masuk Sinto ke dalam mobil. Dan kita harus segera tinggalkan tempat ini." ucap Pak Bramana Putera sambil memandang ke sekeliling parkiran.

"Lampu-lampu di parkiran itu sudah mulai dimatikan," kata Tina dengan nada yang terdengar sedikit takut.

Sinto dimasukkan ke bagian belakang mobil. Agar ia lebih leluasa untuk beristirahat.

Begitu semua sudah berada di dalam mobil, "Kita lekas pergi dari sini." Perintah Bramana Putra kepada sopirnya

Mobil itu langsung bergerak cepat keluar dari parkiran mal tersebut menuju kembali ke rumah.

Dalam perjalanan pulang. Semua orang diam seribu bahasa. Tidak ada satu pun yang membuka mulut.

Mulut mereka semua seperti terkunci. Hanya saja Dinda berusaha menoleh ke belakang untuk melihat keadaan Sinto.

Resty tahu. Putrinya hendak meminta maaf. Tetapi mamanya menggelengkan kepala.

Sinto pun mencoba mendekatkan dirinya ke arah Dinda. Tetapi rasanya sudah tidak kuat. Akhirnya ia kembali merebahkan dirinya kembali.

****

Setibanya di rumah. Resty bergegas turun dan menuju ke belakang mobil. Secara perlahan-lahan wanita itu kembali membantu Sinto untuk keluar dari mobil itu.

Dengan susah payah Sinto turun dari bagian belakang mobil. Begitu kakinya dapat menginjak tanah, terasa legalah dalam dirinya. Kemudian ia teringat akan Paman Kotaro. Kemudian ia menoleh ke arah Pak Bramana.

"Pa. tadi waktu di restoran sepertinya aku sempat melihat Paman Kotaro." Sebelum ia sempat melanjutkan perkataannya, tiba-tiba dari dalam rumah muncul pamannya sendiri.

"Nah. Kamu lihat sendirikan. Dia dari dalam." ucap tuan rumah sambil menunjuk ke arah Kotaro.

Kataro berniat menggantikan Resty itu memapah Sinto. Tetapi Resty menolak secara halus dengan berkata, "Biar saya saja. Toh dia baru saja telah menyelamatkan putri saya."

Rupanya sopir itu memuji Sinto katanya, "Tuan muda hebat."

"Terima kasih, Anda pun juga hebat," balas Sinto memuji sopir keluarga itu.

Mereka semua pun masuk ke dalam rumah besar itu.

Pada saat hendak menaiki anak tangga, kembali terdengar suara Sinto menjerit kesakitan.

Dan beberapa kali Resty membujuk anak itu agar mau di bawa ke dokter. Tetapi Sinto berkali-kali juga menolak secara halus.

Akhirnya dengan perjuangan yang sangat melelahkan mereka berdua tiba di dalam kamar Sinto.

Wanita itu segera membuka baju anak itu. lalu matanya mencari-cari sesuatu.

"Maaf tante. Eh mama. Minyak gosoknya berada di dalam tas itu." ucap Sinto dengan suara pelan.

Wanita itu pun segera membuka sebuah tas kecil yang di tunjuk oleh Sinto.

Ia segera menemukan sebuah botol minyak yang di maksudkan anak itu.

Perlahan-lahan Resty membasuh seluruh tubuh anak itu dengan minyak tersebut.

Setelah selesai, "Tidurlah nak. Kalau besok belum kuat pergi sekolah. Janganlah dahulu ke sekolah. Nanti mama yang bicarakan kepada papamu." Sesudah itu ia mengecup kening putra angkatnya. Barulah ia keluar dari situ.

Perlahan-lahan Resty menutup pintu kamar tersebut.

Setelah semuanya masuk, pak Bramana yang tadi mendengar pujian sopir itu kepada Sinto tidak jadi masuk ke dalam, ia berbalik kembali mendekati sopirnya dengan berbisik, "Tidak usah memujinya secara berlebihan begitu. Akulah bosmu. Jika aku mendengar sekali lagi kau memujinya. Gajimu akanku potong setengah. Jika kedua kalinya aku dengar kau memujinya. Maka jangan salahkan aku. Bila aku memecatmu untuk selamanya." Sambil jarinya membentuk sebuah pistol dan diarahkan keperut sopirnya."

Setelah berkata demikian bos itu baru membalikkan badannya dan melangkah masuk ke dalam rumah.

Si sopir yang mendengar ancaman itu bukannya takut. Malah tersenyum sinis. Kemudian ia bergegas kembali ke dalam mobil. Dan memasukkan kendaraan itu ke dalam garasi.

Pada saat Bramana tiba di dalam, ia melihat istrinya sedang turun dari atas.

"Bagaimana keadaan anak itu?" tanyanya dengan nada datar. Tidak khawatir sedikit pun.

Sedangkan kedua putrinya sudah masuk ke kamar mereka masing-masing.

"Untunglah dia ada minyak gosok. Se-andainya besok masih seperti itu juga. Biarkanlah dia istirahat dulu. Jangan di paksa sekolah dulu."

Mendengar perkataan istrinya, si Pak Bramana malah mendengus keras. Setelah itu ia pun bergegas masuk ke dalam kamarnya.

Resty yang melihat tingkah laku suaminya itu hanya menarik nafas saja sambil menggelengkan kepala.

Ucapnya dalam hati, "Sayang anak-anak sudah besar. Jika masih kecil-kecil dan dia seperti ini. sudahku tinggalkan dia mentah-mentah. Biar jadi gelandangan sekalian."