Chereads / The Kings: Tales Of Devour Temptation / Chapter 31 - I'm In Deep Shit!

Chapter 31 - I'm In Deep Shit!

Jupiter memegang tangan Andrew yang tengah meremas potongan kaca dari gelas yang pecah. Sambil terisak dan mabuk, Andrew memang berhasil membuat Jupiter cemas.

"Ada apa, Andy?" tanya Jupiter masih terus memegang tangannya. Ia masih menunduk dan terisak. Rasa berat di dadanya membuat Andrew hampir tak tahan lagi. Ia makin menangis dan itu terlihat aneh memang. Andrew sudah berubah jadi orang lain selama bertahun-tahun, kini ia menangis di depan Jupiter.

Jupiter hampir tak mau bicara pada Andrew lagi setelah mereka bertemu kembali. Ia marah pada kenyataan bahwa Andrew sudah tak lagi sama. Akhirnya sebelah tangan Jupiter menjulur dan mengelus pundak Andrew yang memikul beban berat yang tak pernah ia bagi pada orang lain.

"Aku rasa aku bukan manusia, Pit. Aku sudah tidak tahan lagi," isak Andrew masih sibuk menangis serta menghapus air matanya berkali-kali. Tapi Jupiter hanya mendengar saja. Tangannya lantas memindahkan botol wiski yang ada di depan Andrew karena ia sudah mabuk.

Jupiter juga meminta beberapa tisu pada bartendernya untuk membersihkan telapak tangan Andrew dari serpihan kaca dan darah.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Andrew menoleh pada Jupiter yang terus membersihkan sambil menunduk. Jupiter hanya sedikit menyeringai dan menggelengkan kepalanya.

"Mengurusmu!"

"Aku bukan anak kecil, Pit!" Jupiter malah makin tersenyum.

"Sebenarnya kamu mabuk atau tidak?" Andrew hendak mengambil botol wiski lagi tapi Jupiter menghalangi dan makin memindahkannya.

"Jangan minum lagi sudah cukup. Lihat dirimu, ini darah apa!" tunjuk Jupiter pada lengan Andrew yang terdapat darah kering. Andrew menelan lagi ludahnya.

"Kelompok itu bukan manusia. Mereka memperkosa, membunuh dan memutilasi seorang gadis 16 tahun di depanku. Aku benar-benar sudah tidak tahan, misi ini mulai merusak jiwaku, Pit. Aku ingin mati!" Andrew benar-benar mabuk dan menangis mengungkapkan semua perasaannya. Ia tertekan dan rasanya hampir gila.

Jupiter tertegun mendengar yang dikatakan oleh Andrew. Sebenarnya ia baru dari mana?

"Aku masih bisa mendengar raungannya di kepalaku. Aku tidak bisa menyelamatkannya!" isak Andrew lagi dan membuat Jupiter jadi tak tahan lalu akhirnya memeluk Andrew.

"Aku merindukan Mommy, Pit. Aku ingin bertemu dengan Ibuku!" isakan Andrew makin membuat Jupiter jadi terenyuh. Ia tak bicara apa-apa selain memeluk dan membiarkan Andrew menangis di dadanya.

Setelah ia mulai tenang, Jupiter melepaskan pelukannya. Wajah Andrew sudah memerah dengan air mata yang membasahi seluruh wajah.

"Kenapa kamu melakukan ini? Kenapa kamu malah masuk kelompok mereka?" tanya Jupiter pada Andrew yang separuh terhuyung. Andrew menaikkan ujung bibirnya dan menoleh pada Jupiter.

"Apa Ares tidak bilang padamu?"

"Soal apa?"

"Penyamaranku." Jupiter mengangguk.

"Aku tahu soal itu. Yang aku tidak tahu, apa tujuanmu?" Andrew menarik napasnya dan masih mempertahankan kepala yang terhuyung.

"Bukan Rohan Kanishka yang sudah membunuh Ibuku." Jupiter mengernyit dan masih memandang Andrew heran.

"Kamu masih ingat, saat aku dan Ares mengejar Ayahku yang datang menyerang Rohan? Aku ingin menghentikan dia, menghentikan semua hal yang membuat Ayahku dan dendamnya. Tapi aku terlambat mengatakannya, bahwa ada orang lain yang membunuh Ibuku dan orang itu bukan Rohan." Andrew mulai menangis lagi.

Jupiter perlahan membuka mulutnya. Ia tak pernah tahu kebenaran itu sama sekali. Ares pun tak pernah bicara padanya. Sebenarnya apa yang sudah terjadi nyaris 15 tahun lalu?

Di depan sebuah gerai toko gaun pengantin, Jayden Lin berdiri memandang sebuah gaun merah yang dipajang di sana. Entah mengapa gaun itu mengingatkannya pada gaun milik mendiang Sarah, istrinya. Meski modelnya tak sama tapi warnanya mirip. Masih tersenyum, seseorang kemudian menyapanya.

"Om Jay?" sapa Putri sudah berdiri di sampingnya. Jayden menoleh dan langsung semringah. Begitu pula dengan Putri yang langsung hangat memeluk Pamannya itu.

"Om Jay, ngapain di sini? Om Jay lihat apa?" tanya Putri dengan suara lembutnya yang riang. Ia ikut menoleh ke arah Jayden melihat dan menyengir.

"Gak ada, Om lagi jalan-jalan aja. Gak ada teman," jawab Jayden masih tersenyum.

"Om Jay lihat gaun pengantin ya? Om Jay pasti mau nikah lagi?" tunjuk Putri sambil terkekeh menggoda Jayden. Jayden tertawa dan menggelengkan kepalanya.

"Ah, kamu paling bisa godain, Om!" Jayden kemudian merangkul Putri dan memeluknya.

"Kamu baru dari mana? Temani Om makan, mau?" Putri langsung mengangguk.

"Putri baru pulang kuliah, Om. Tapi tadi Putri jalan-jalan dulu sama teman. Putri laper banget, biar Putri traktir Om Jay ya?" ucap Putri manja sambil melingkarkan kedua lengannya di pinggang Jayden. Jayden dengan gemas mencium ujung kepala Putri.

"Jangan, Tuan Putri. Masa Om Jay ditraktir sih!"

"Tapi kan Putri punya uang!" Jayden tertawa dan menarik Putri berjalan bersamanya. Jayden dan Putri berjalan bersama tertawa menyelusuri jalan menuju sebuah restoran mewah. Keduanya sepakat untuk makan di restoran bintang lima milik Brema Mahendra.

MADISON PARK RESTAURANT

Ares King sedang dihidangkan makanan utama dari salah satu restoran paling mahal di New York, Madison Park. Tanpa memesan, kepala Chef, Brema Mahendra menyajikan steak yang dipanggang dengan saus jamur, amaranth dan potongan daun Dandelion serta kentang yang diikut setengah dibakar menggunakan wine terbaik. Di sebelahnya ada sepiring sturgeon yaitu salah satu menu andalan restoran tersebut berupa potongan sayuran yang telah diolah dan diberi saus sabayon bersama caviar sebagai topingnya.

"Terima kasih!" ucap Ares sedikit tersenyum pada seorang chef yang menyajikan makanan itu di atas mejanya. Meja khusus yang berada di dekat dapur para chef. Ares tidak datang untuk bergabung dengan para pengunjung lainnya yang harus mengantre atau memesan tempat. Ia hanya perlu masuk ke belakang dan sebuah meja sudah tersedia untuknya.

Sebotol wine disajikan sebagai teman makan dan dituangkan oleh chef tersebut untuk Ares.

"Thanks, Dude!" ucap Ares pada Brema yang menyajikan Earl Grey yaitu cheesecake dari susu domba dengan madu dan lemon sebagai makanan penutup. Brema tersenyum dan berbalik masuk kembali ke dapurnya. Dari tempatnya, Ares bisa melihat kesibukan Brema mengatur dapur dan seluruh chef di bawah koordinasinya.

"Daddy mencarimu kemana-mana!" ujar Mars mengejutkan tiba-tiba datang dan langsung duduk di sebelah Ares setelah membuka kancing jasnya. Tak lama, menu yang sama datang ke hadapan Mars.

"Terima kasih, Nak!" ucap Mars tersenyum berterima kasih pada Brema.

"Kenapa Daddy mencariku?" tanya Ares lalu memulai makan. Mars tersenyum dan ikut memotong makanannya.

"Kita sudah lama tidak makan malam bersama." Ares tersenyum dan mengangguk.

"Sudah satu minggu kamu tidak pulang ke rumah!" sambung Mars lagi.

"Aku sedang banyak pekerjaan, Dad!"

"Apa itu termasuk memasok kokain ke Medieval?" Ares berhenti dan mendengus. Ia menoleh pada Ayahnya yang masih santai makan seolah tak ada yang ia katakan.

"Apa maumu, Dad?"

"Ayolah, Ares. Kamu tidak akan bicara seperti itu padaku. Iya kan?" Ares menghela napas dan mengangguk.

"Maafkan aku, huh ... aku agak stres belakangan ini!" Ares menghentikan makan dan mengusap wajahnya.

"Ada apa?"

"Soal klub, itu memang rencanaku. Tapi kulakukan untuk membantu Andy sampai Alvaro Sanchez tertangkap." Mars mengelap pelan ujung bibir dan meletakkan pisau serta garpunya.

"Aku tidak mengerti mengapa kamu ikut campur urusan kartel!"

"Dad, mereka masih mengincar daftar rahasia itu!"

"Daftar rahasia apa!" sahut Mars mulai kesal. Ares mendengus ikut kesal. Mengapa ayahnya tak mengaku saja?

"Sudahlah, Dad. Jangan berbohong lagi padaku!"

"Dengarkan aku, Ares! Tidak ada satu pun dari kami yang mengetahui dimana kertas sialan itu berada sekarang. Shawn membawa rahasia itu ke kuburannya, mengerti?" hardik Mars dengan suara tertahan dan pandangan mata tajam. Ares terdiam memandang Ayahnya.

"Jadi berhentilah membuat masalah dengan SRF apalagi mencari-cari daftar itu. Sebaiknya kamu mengurus SJ dan Golden Dragon dari pada membuat aku mati berdiri." Mars menegaskan lagi. Ia sudah benar-benar kesal.

"Ares, tak bisakah kamu menahan diri? Kemarin seorang wanita datang ke rumah dan mengaku hamil karenamu. Apa yang harus aku katakan sekarang, Nak? Kenapa kamu terus membuat masalah?" Ares sedikit mengernyit tak menyangka jika Elliot bisa senekat itu.

"Lalu dia mau apa?"

"Menikah denganmu dan Mommy mu menyetujuinya!"

"Apa!" sahut Ares dengan suara membesar.

"Siapa yang akan menikah?" suara Jayden tiba-tiba memecahkan diskusi yang mulai tegang itu. Mata Ares sedikit membesar saat melihat Jayden datang bersama Putri. Apa dia mendengar semuanya? Ah sial.