Lepas sudah kepenatan Chika beberapa hari ini, dan sedikit terobati pula rasa rindunya pada Alex.
"Meskipun dia hanya mirip sama kamu, tapi kenapa aku ngerasa kaya lagi dekat sama kamu ya," ucap Chika pada foto Alex yang terpajang di dinding kamarnya.
Terlihat dalam pose sedang tersenyum yang di sebelahnya ada dirinya yang menatap Alex.
"Kamu tau gak sih, aku rindu banget sama kamu!" keluh Chika.
Gadis itu kembali mengerjakan tugasnya yang ia yakini tidak akan selesai malam ini. Bukan karena malas untuk mengerjakan, karena bagi Chika tugas itu no 1.
Namun karena memang banyak yang di pelajari dan hampir setiap hari ia mendapatkan tugas dari dosennya.
Belum lagi revisian, ia bahkan sampai lupa rasanya tidur yang nyenyak setiap malam hanya karena memikikrkan tugas-tugasnya.
"Kalau di hitung-hitung nih udah 2 jam lho aku ngadep laptop, tapi tugas masih aja tetap sisa banyak!" ujar Chika yanh hampir frustasi.
"Ayo semangat Chika, semangat ayo!" ucapnya menyemangati diri sendiri.
Jari jemarinya begitu lincah mengetikan di keybord laptopnya. Seakan jari itu sudah sangat hapal letak setiap hurufnya, jadi Chika hanya perlu menatap layar laptopnya.
3 jam berlalu, kini mata Chika sudah mulai mengantuk. Waktu sudah menunjukan pukul 23.30. Gadis itu pun memutuskan untuk tidur karena sudah sangat larut.
Belum lagi besok ia harus bangun pagi, buat apa lagi kalau bukan untuk tugas-tugasnya yang melambai-lambai.
"Aihh, tidur dulu lah. Capek gue," cetus Chika.
***
Waktu telah menunjukan pukul 3 dini hari, gadis itu masih lelap di balik selimit tebalnya. Sepertinya ia masih enggan untuk bangun.
Tubuhnya masih sangat lelah, matanya pun rasanya baru beberapa jam terpejam dan kini ia sudah harus terbangun.
Belum lagi bunyi almr pada ponselnya yang sedari tadi sudah mengingatkannya untuk bangun.
"Baru juga merem, udah pagi aja!" ujar Chika.
Dengan mata yang masih terlihat sayu, gadis itu bangkit dari tidurnya. Ia memakai facialwash pada wajahnya. Kemudian menggosok giginya agar nafasnya lebih segar.
Setelah itu Chika membuat teh hangat untuk teman belajaranya.
"Rasanya kalau lagi di posisi seperti ini kok jadi rindu ya sama Ayah sama Ibu," ucap.Chika. "sama Radit juga rindu," tambahnya.
Ia pun mengambil ponselnya, ia cari kontak Radit dan menakan tombol panggil.
Beberapa detik kemudian Radit mengangkat telponnya.
"Ada apa? Gue lagi sibuk!" sahit Radit.
"Yhah! Lo sama adek sendiri gitu amat sih," ketus Chika.
"Ya bukannya gitu amat Chik, cuma gue emang lagi sibuk banyak tugas pusing gue," jelas Radit.
"Lo fikir gue enggak, tugas gue banyak banget Dit, bahkan ni ya gue itu rasanya baru aja tidur udah harus bangun lagi karena tugas," keluh Chika.
"Masa sih bintang kelas ngeluh gitu," ledek Radit.
"Bukannya ngeluh, tapi lebih ke pasrah ini mah. Di sini banyak saingannya Dit, gak kaya di Indo. Banyak orang pintarnya!" ucap Chika.
"Itu tandanya lo udah mulai minder Chik, lo itu harus memperbaiki kualitas belajar lo. Jangan main terus ke sungai Seine, ke menara Eiffel," tegas Radit.
"Tumbenan lo bisa ngomong bijak gitu?" tanya Chika.
"Belum tau dia, sekarang gue udah gede udah bukan remaja lagi kali," ucap Radit membanggakan dirinya.
"Buset, kakak gue udah gede. Tapi kayaknya gue tau deh, lo pasti di atur ketat sama bokap kan," tebak Chika.
"Heheh, tau aja lo Chik, sumpah nih ya gue juga rasanya kepala gue itu udah kaya mau pecah Chik. Setiap hari belajar-belajar terus. Belum lagi pelajaran dari bokap tentang bisnis, ah pusing gue." Lelaki itu bercerita dengan wajah yang sudah sangat masam. Chika sangat yakin itu karena kalau sudah banyak keluhan seperti yang Radit ceritakan barusan muka lelaki itu pasti sudah di tekuk dan terlihat masam.
"Udah-udah, gak boleh ngeluh gini dong. Justru kita itu harus semangat. Kita satu server Dit, pejuang subuh demi nilai bagus," uhar Chika.
"Yok semangat yok," sahit Radit.
"Semangat lah, btw ayah sama ibu sehat kan?" tanya Chika.
"Iya sehat kok, kemarin mereka nanyain elo kenapa gak nelpon-nelpon," tukas Radit.
"Gue belum hubungin mereka itu karena lagi sibuk bangwt Dit, ini aja gue nyempetin banget nelpon elo," jelas Chika.
"Ya udah lo lanjut gih belajarnya, ntar gak kelar-kelar lagi!" saran Radit.
"Iya ini mau lanjut, oke deh kalau gitu see you brother."
"See you to," sahut Radit.
Setelah telepon terputus, baik Chika mau pun Radit kembali fokus pada layar laptop masing-masing.
Jamari Chika kembali bekerja keras hingga sang fahar menjemput, pertanda kalau pagi telah tiba. Udara sejuk mulai masuk ke dalam kamar Chika setelah gadis itu menyibakan hordennya dan membuka jendelanya.
"Sejuknya pagi dan indahnya kota paris," puji Chika saat menatap ke arah luar jendela.
Di luar terlihat banyak kendaraan lalu lalang, mungkin itu adalah oara pekerja yang di haruskan berangkat pagi benar.
Burung-burung pun mulai berkicauan, sontak saja mata Chika langsung membelalak ke atas melihat burung-burung itu yang sedang terbang dengan begitu cantik.
"Gak kerasa udah pagi aja, udah saatnya mandi habis itu ke kampus," ujar Chika.
Tiba-tiba saja saat Chika tengah asyik melihat pemandangan di luar Apartemennya, dering telponnya berbunyi.
"Halo, Dita!" sapa Chika.
"Huaah, masih ngantuk kan lo pasti!" tebak Dita.
"Ngejak lo ya," dengus Chika.
"Gak ngejek, cuma gue tau aja. Karena secara kan di Paris sekarang masih pagi banget," ujar Dita.
"Hmmmm, masih ngantuk banget gue Dit. Lo tau gue itu udah kaya robot tauk!" keluh Chika.
"Sabar Chik, lo nikmatin dulu aja prosesnya. Setelah itu lo pasti akan menikmati hasilnya kok!" ujar Chika.
"Ini gue lagi menikmati proses yang sangat panjang, bahkan gue sampai kehilangan waktu istirahat gue," ujar Chika.
"Semangat, ayo semangat dong. Sambut pagi ini dengan ceria," sahut Dita.
"Ini.udah ceria, sangat ceria malah," ujar Chika.
"Mandi dengan aromaterapi biar tubuh lo itu agak rileks," saran Dita.
"Siap bosku," sahut Chika. "Gue mandi dulu, bye-bye cinta!" ucap Chika.
"Bye juga cinta."
Seperti itulah jika dua sahabat yang sudah lama tak berjumpa. Mereka akan selalu meluangkan waktu untuk saling mendengar curhatan dari salah satu sahabatnya.
Seperti Dita yang baru saja mendengarkan curhatan dari Chika, begitu pula sebaliknya Chika juga akan dengan senang mendengarkan curhatan dari Dita.
Sahabat sejati itu, meskipun terpidah jarak ia akan selalu meluangkan waktu demi sahabatnya. Meskipun itu hanya lewat telepon sekalipun.
Karena sahabat itu gunanya saling mensuprot, dan selalu ada di saat salah satu membutuhkan. Dan harapan Dita dan Chika adalah mereka ingin persahabatan mereka sampai mau yang akan memisahkan.