"Oh ini?" Sukma mengangkat dan memandangi lengannya yang terluka. "Oh iya! Ada orang yang menggangguku Kak. 3 orang pula! Mereka sangat jahat dan menyebalkan. Uuugh...Coba kakak ada disana dan memberikan mereka pelajaran."
Kerutan di wajah Pangeran semakin banyak. "Dimana mereka sekarang? Akan kakak habisi mereka semua!"
"Kamu telat kak. Mereka semua sudah tepar."
"Tepar? Kamu yang menghajar mereka?" Pangeran mengangkat satu alisnya.
"Huh iya dong. Aku ini kan kuat, seperti Kakak." Sukma tersenyum lebar dan menepuk nepuk dadanya. Namun tindakannya tidak mengubah ekspresi Pangeran. Wajahnya tetap kelam.
"Jangan bohong. Ceritakan yang sebenarnya!"
Sukma sedikit tertegun mendengar suara dingin Kakaknya. Sebentar kemudian ekspresi nya berubah kesal. "Huh jadi kakak tidak percaya padaku. Beneran kok aku menghajar mereka. Cuma ya...memang ada tante-tante yang membantuku sih."
"Tante-tante? Dimana dia sekarang?"
Masih kesal, Sukma mengangkat dan mengarahkan ibu jarinya ke belakang. "Tuh, dia ada dibela-,"Sukma menoleh kebelakang dan terbelalak kaget. "Loh? Dimana dia?"
"Sukma?"
"Tante? Kau dimana? Tanteeee!!"
Sukma terlihat panik. Dia sibuk melihat kesana sini dan berteriak. Pangeran bertambah bingung. Dia memegang pundak adiknya dan menariknya mendekat, berusaha menenangkannya. "Sukma? Kenapa kau sangat panik? Ada apa? Kau mencari siapa?"
"Dia! Tante itu tidak ada! Kupikir dia mengikutiku dari belakang! Bagaimana ini? Kemana dia? Tantee..."Mata Sukma berkaca-kaca, seakan akan ingin meledakkan tanggul air.
Pangeran semakin gelisah. Siapa orang yang dimaksud Sukma? Setahunya, Sukma tidak punya teman sejati atau orang kepercayaan selain Kakaknya sendiri. Melihatnya panik dan ingin menangis hanya karena seseorang tidak ada di belakangnya tidak pernah dilihat atau dibayangkan oleh Pangeran sebelumnya. Siapa orang yang telah berhasil mencuri hati adik kecilnya?
Namun sekarang Pangeran lebih memprioritaskan untuk menenangkan adiknya terlebih dulu. Dia mengelus pelan rambutnya. Tangan satunya mengangkat lembut dagu adiknya membuat mata mereka bertemu. Kini Pangeran bisa melihat dengan jelas mata sendu Sukma.
"Sudah sudah. Jangan sedih lagi dong. Coba cari dan lihat-lihat dulu. Pasti dia masih ada di sekitar sini. Daah, jangan nangis. Cari dulu, ok?"
Sukma mengangguk pelan. Dia mengusap matanya yang masih merah. Dia mulai menggerakkan kepalanya, melihat suasana sekitar dan mengamati orang orang satu persatu, mencari seseorang yang membantunya.
Setelah beberapa detik, Sukma terhenti dan memandang ke satu arah. "Me...mereka..." Sukma bergumam pelan, membuat Pangeran yang mendengarnya ikut melihat ke arah yang sama. Di sana, dia bisa melihat sekumpulan orang, 2 wanita yang terlihat mengobrol dengan 3 rekan laki laki mereka. Ketiga pria itu terlihat duduk lemas di tanah dengan tubuh yang dipenuhi luka. Ekspresi mereka terlihat kesal, sepertinya mereka salah satu peserta yang gagal. Samar-samar, Pangeran bisa mendengar obrolan mereka.
"Bagaimana sih kalian ini? Ujian kek gini saja gak becus! Gimana sekarang? Kami berdua aja lolos kok kalian kagak? Payah!" Ucap salah satu gadis kesal.
Salah satu pria menjawabnya dengan lesu, "Yaaah....Maaf kami terlalu menganggap remeh ujian ini. Soalnya susah banget ujian ini. Mencari jalan di labirin segede gaban tanpa petunjuk? Mustahil!"
"Haaah? Itu karena kalian semua aja payah! Sekarang sudah gagal, terus sekarang kalian mau apa? Ditambah lagi kenapa kalian luka luka? Lumayan parah pula. Itu si Kunyuk Rico malah sampai pingsan! Apa yang kalian lakukan? Jangan bilang kalian bertengkar satu sama lain?"
"Huh tentu saja kagak! Gara-gara si Rico tuh terlalu nyantai kami semua jadi gini. Awas saja kalau udah sadar tar."
"Sudah sudah, jangan bertengkar." Gadis lainnya akhirnya angkat bicara. Dia terlihat sedang memeriksa pria yang masih terbaring pingsan dan setelah memastikan kalau dia masih hidup, gadis itu berbalik menghadap rekannya yang lain. Dia berbicara lagi sembari tersenyum lembut. "Tidak apa-apa kalian gagal, santai saja. Masih ada kesempatan lain kok. Yang penting kalian masih hidup. Mohon tunggu ya, aku tadi sudah berbicara pada si Pengawas dan dia bilang untuk menunggunya sebentar. Dia akan kesini sebentar lagi sembari membawa beberapa tabib untuk menyembuhkan kalian."
"Huh kau terlalu baik Na." Gerutu gadis satunya.
"Uuugh...Makasih Na. Dan...tolong percaya kami tidak bertengkar satu sama lain. Ini gara-gara satu bocah sombong dan seorang gadis yang menyerang kami dari belakang! Kalau sudah sembuh pasti kuburu dan kuhabisi mereka berdua!"
"Huh urusin dulu tuh tulang baru bacot."
Pangeran mengerutkan keningnya. Dia kemudian menoleh ke adiknya dan bertanya, "Ada apa Sukma? Apa mereka orang yang kamu cari?"
Sukma menggeleng pelan. "Tidak...mereka bukan. Orang yang membantuku tidak sejelek mereka."
"Terus kenapa kau memandangi mereka seperti itu?"
"Mereka...Mereka adalah orang yang menggangguku di dalam labirin, Kak. Orang yang kuceritakan sebelumnya. Lihat saja mereka babak belur karena pukulanku."
"Jadi...Mereka yang telah mengganggumu? Apa saja yang telah mereka lakukan padamu?"
"Mereka berbicara omong kosong seperti bersenang-senang atau apa lah itu. Saat aku meminta mereka untuk membawaku keluar, mereka bertiga memegang tangan dan tubuhku sembari menyeringai. Aku tidak tahu apa yang mereka ingin lakukan, apakah mereka akan menghajar atau menamparku. Setelah itu, si Tante datang dan membantuku."
"...S...Sukma....Sekarang kau jangan memandangi mereka lagi. Fokus saja mencari tantemu itu."
"Aku juga sedang menc-...Kenapa tanganmu bergetar seperti itu, Kak?"
"Tidak apa-apa, cuma karena angin. Sekarang kau lihat kelompok orang-orang itu?"
"Iya"
"Mungkin saja si Tante ada disitu."
Wajah Sukma menjadi cerah. "Eh beneran Kak?"
"Siapa tahu? Sekarang coba ke sana dan cari sebentar. Kalau kamu telah melihatnya atau telah lewat 5 menit, kembali lagi ke sini. Kakak akan menunggumu disini sambil mengawasi di arah yang lain."
"Baik Kak!" Sukma berlari pelan ke arah yang ditunjuk Kakaknya.
"Jangan lari! Jangan jauh-jauh! Cepat kembali kesini kalau sudah lewat 5 menit!" Pangeran berseru hampir berteriak. Setelah itu, dia berbalik, melihat ke arah 5 orang itu yang masih asyik mengobrol. Tatapannya semakin dingin dan giginya menggeretak. Tangannya menggenggam erat gagang pedangnya.
Dia mulai berjalan pelan, mendekati mereka. Dengan wajah gelap, dia bergumam, "Bersiaplah pedangku. Kau akan menikmati darah segar lagi hari ini."