Tak ingin semakin emosi Sari segera merebahkan tubuhnya di kasur. Menatap kosong langit-langit kamarnya, diiringi dentingan jam dan sepinya malam yang semakin membuat hatinya merasa kesepian dan kesal.
Hatinya benar-benar kecewa akan Abra dan sekarang ditambah lagi setelah ia tahu kalau Asya memang sengaja menyuruh Abra ke luar negeri agar tak bisa meneruskan hubungannya dengan Sari.
'tapi jika memang dia mencintaiku, dia pasti akan berusaha bagaimanapun caranya agar tetap bisa berhubungan denganku meskipun jarak yang jauh,' gumam batin Sari.
Ia berpikir jauh terbayang semua kejadian yang telah ia lalui bersama Abra, bagaimana tidak Abra adalah lelaki pertama yang berhasil merebut dan mengungkapkan cinta padanya, dan Abra laki-laki pertama juga yang telah memberikan rasa manis dalam sebuah percintaan.
Tapi kini dia juga yang menghancurkan hati Sari hingga berkeping-keping atas kepergiannya, apakah ini yang dinamakan kutukan cinta pertama, banyak orang bilang kalau cinta pertama selalu berakhir dengan menyakitkan.
"Kenapa aku begitu bodoh!" Desah Sari.
Kini sudah mulai terpikir oleh Sari kalau ia telah menjadi korban kebodohan yang mengatasnamakan ketulusan cinta. Padahal Abra belum tentu tulus mencintainya seperti ia mencintainya, lihat saja dia dengan mudahnya pergi tanpa beban apapun.
"Kalian berdua memang brengsek!!" Keluh Sari mengepalkan kedua tangannya seolah menatap tajam Abra dan Asya.
Titt...titt..tit..
Suara klakson mobil didepan rumah mengacaukan lamunan kekesalan Sari.
"Siapa itu?" Tanya Sari menoleh ke arah jendela.
Tak ingin hanya bertanya tanpa jawaban, Sari bangkit dan menghampiri jendelanya serta menyingkap kain gorden pinknya yang bermotif bunga itu.
"Ica," ucap Sari saat melihat Ica di depan rumah bersama seorang lelaki.
Ica yang sudah siap dengan dress cantiknya tampak mengobrol santai dengan seorang lelaki yang mobilnya terparkir di depan rumah dalam keadaan mesin yang dibiarkan menyala.
"Hai dear.."
"Hai sayang.."
"Kamu cantik sekali malam ini."
"Kamu juga selalu keren,"
"Jadi kita cari ponsel baru yang kamu mau?"
"Jadi dong…"
Obrolan singkat Ica terdengar oleh Sari yang memang memperhatikan mereka di balik kaca jendela yang terbuka sedikit itu. Diam-diam Sari memperhatikan sosok laki-laki yang bersama Ica, yang sejak tadi merangkul Ica dan berbicara dengan senyum manis terhadap Ica.
"Pacar Ica?" Tanya Sari, yang terus melihat dua sejoli itu masuk kedalam kendaraan roda empat yang mewah itu dan meninggalkan Sari yang kesepian itu.
"Pacar Ica kayaknya orang kaya banget." ucap Sari yang masih berdiri memandangi halaman yang kosong.
"Tapi.. kayaknya laki-laki itu usianya jauh diatas gue dan Ica deh, ya memang masih ganteng sih," Sari menduga-duga sendiri.
"Pantes Ica sekarang makin bersemangat aja, uangnya gak habis-habis, tiap minggu belanja barang baru.. ternyata hasil pemberian pacarnya." Sari masih penasaran dengan Ica dan kekasihnya.
Sari menutup jendela serta merapikan kain gordennya, tak ingin berlarut-larut kesal ia mengambil handuknya dan segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri agar tubuhnya sedikit ringan dan pikirannya terbuka agar bisa berpikir lebih jernih.
"Segarnya.." Sari mengusap-ngusap rambut panjangnya dengan handuk.
Ia mengambil satu dress tidur tipisnya, yang akan menemaninya tidur malam ini. Dan memulai aktivitas rutinnya memanjakan kulit tubuh dan wajahnya dengan produk kecantikannya. Meskipun hatinya sedang tak baik, tapi ia harus tetap menjaga penampilan karena tuntutan pekerjaan dan untuk kepuasan dirinya sendiri.
"Huh.. beres juga," ucap Sari menatap isi lemari pakaiannya yang sudah tertata rapi.
Karena sudah seminggu ini ia tak peduli akan kamarnya, jadi semua tak beraturan hingga kini Sari harus membuatnya seperti sedia kala agar kamarnya terasa nyaman kembali.
Tek.. tek.. Sari melirik jam dinding mungilnya, sibuk dengan kamarnya hingga ia tak sadar sudah pukul setengah dua belas malam.
"Ya ampun dah malam banget!" teriak Sari melotot melirik jam itu.
Ia beranjak untuk segera mengambil posisi tidur dan menarik selimut lembutnya, namun ia mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya sehingga Sari beranjak ingin mengetahui siapa didepan sana.
"Ica," ucap Sari yang melihat Ica di dalam mobil bersama laki-laki itu dengan kaca mobil yang terbuka lebar disisi Ica.Sari masih memperhatikan Ica disana yang terlihat ngobrol santai dengan pacarnya.
Mereka tampak tersenyum dan tertawa riang, apalagi Ica tampak berbinar menatap teman lelakinya itu.
"Upss.." Sari membesarkan matanya saat melihat Ica dan lelaki itu tengah berciuman mesra di dalam mobil.
Meskipun dari jarak yang sedikit jauh namun Sari masih bisa melihat jelas kemesraan Ica dan kekasihnya, yang kini saling menautkan bibir dan saling menyerang.
Terlihat disana laki-laki itu begitu bernafsu akan bibir Ica hingga ia tak ingin melepaskan Ica walau sebentar saja, begitupun Ica mengimbangi permainan dari serangan lelaki itu.
Entah kenapa tubuh Sari bergetar, dan jantungnya berdebar melihat kemesraan Ica di depan matanya. Lalu ia terbayang akan Abra yang juga sering melakukan hal manis itu padanya.
'Andai kamu masih disini mas?' lirih Sari pelan.
Sari segera menutup gordennya saat tahu Ica sudah turun dari mobil dan akan mendekat ke arah rumah. Sari kembali menjatuhkan tubuhnya dan meraih bantal guling untuk menemani tidurnya.
Sari masih terbayang akan kemesraan Ica tadi sehingga tak bisa ia berpaling untuk kembali mengingat Abra, lelaki yang telah memberi kehangatan dan kenikmatan padanya.
'mas,' rintih Sari yang kini terbayang wajah Abra.
Sari menyentuh lembut bibir polosnya, seakan bibir ini sedang dimanjakan oleh bibir Abra. Semakin dalam, Sari kini memejamkan matanya seolah merasakan kehangatan di bibirnya akan lumatan manja dari Abra.
"Ouh..mas.." desah Sari.
Sari semakin hanyut dengan khayalannya, tak hanya bibirnya kini ia membelai lembut wajah dan lehernya seolah daerah sensitif itu tengah dibelai oleh tangan lembut milik Abra.
"Mas...Abra.."rintih Sari pelan.
Tampaknya Sari benar-benar hilang kesadaran akan khayalannya hingga ia kini tak sadar telah meletakkan kedua tangannya di atas buah dadanya yang hanya berbalut dress tipis sehingga putingnya tercetak jelas.
"Mas… remas mas!!" Pinta Sari akan dirinya sendiri.
Kini tangan Sari dengan sendirinya meremas-remas buah dadanya yang menegang itu, mata Sari terus terpejam bahkan Sari telah menggigit nakal bibirnya menahan sensasi akan kelihaian tangannya memanjakan aset indah miliknya itu.
"Ouhhh…..ahhh.." desis Sari.
Sari memdesah layaknya ia sedang dicumbui oleh lelaki pujaannya, tubuhnya terlihat menegang dan menggelinjang menahan rasa nikmat yang dibuatnya sendiri.
Prakkk… cermin bulat di atas meja riasnya jatuh ke lantai, dan mengagetkan Sari yang tengah berfantasi dalam khayalannya. Sari tersentak dan membuka mata, betapa terkejutnya ketika mendapat kedua tangannya di atas buah dadanya dalam posisi meremas.
"Apa yang ku lakukan?" Ucap Sari bingung.
Sari segera menarik kedua tangannya, dan berdiri meraih cermin yang terjatuh tadi. Jari lentiknya menekan stop kontak, kamar Sari langsung gelap hanya cahaya tipis-tipis dari teras yang samar-samar masuk kamarnya.
"Aku menginginkannya mas," ucap Sari menelungkupkan tubuhnya dan menutup wajahnya dengan bantal kecil itu.
'bagaimana mas jika aku menginginkannya, sementara kamu telah pergi jauh, apa yang harus ku lakukan mas menahan gairah ini,' Sari menjatuhkan air mata akan kesedihannya menahan hasrat diri yang terpancing malam ini.