Weekend memang hari yang cukup melelahkan bagi Sari dan kawan-kawan yang harus melayani customer setia salon mereka. Yang jadi hari libur bagi sebagian besar orang yang bekerja justru menjadi hari tempur bagi pekerja salon kecantikan seperti mereka. Karena di hari libur itulah orang-orang akan menyempatkan diri untuk memanjakan diri di salon.
"Ahh capek juga," keluh Sari, setelah meneguk minuman teh dingin dari botol kecil itu.
Ya, selama hampir tiga bulan ini Sari merasa kurang bersemangat bekerja. Namun karena kebutuhan dan ingat akan wajah ibunya di kampung, memaksa dia harus tetap kuat dan semangat melakukan pekerjaan ini.
Bagi Sari sekarang hari libur adalah hari yang cukup menyebalkan baginya, bagaimana tidak ia akan merasa sepi berada di asrama sendirian. Semenjak Ica dan Wati sudah memiliki pasangan, ditambah Dita yang setiap libur diwajibkan oleh kakaknya menginap di rumahnya.
Mau tak mau Sari harus melewati hari libur itu dengan keengganan, ya mau bagaimana lagi, Sari memang tipe wanita yang tidak terlalu mudah dalam bergaul, harus orang lain dulu yang berbicara padanya barulah ia berani memulai obrolan dengan orang tersebut.
*****
Sinar mentari pagi menyapa Sari lewat belaian yang menembus celah-celah kecil di atas jendela kamar Sari. Memaksa Sari membuka mata untuk menyambut kehangatannya.
Dengan malas Sari perlahan membuka matanya, dan mengusap-ngusap mukanya menghalau terpaan sinar mentari yang menyilaukan itu.
Rasa enggan ia berbangkit dari tempat tidurnya, ia hanya bergeser agar wajahnya tak tersentuh oleh cahaya pagi itu lagi. Dengan manja memeluk bantal guling kesayangannya.
"Males ah, paling yang lain juga belum bangun," guman Sari menatap kosong sudut kamarnya.
Sari tak ingin keluar kamar, selama Ica dan Wati belum pergi. Sementara Dita sudah dari pulang kerja langsung ke rumah kakaknya.
Sari bukan tak suka dengan teman-temannya yang selalu punya acara sendiri saat hari libur, hanya saja ia tak ingin merasa sedih saat melihat teman-temannya yang bersemangat saat ingin pergi berkencan dan yang pastinya menyisakan Sari yang kesepian.
Termenung.. hingga tak sadar mata Sari kembali terpejam. Pasrah memeluk bantal dan masih dibalut selimut lembutnya.
"Sari.. jalan dulu ya." Teriakan Ica terdengar samar dari kamar Sari, yang tak mungkin membangunkan tidur Sari.
Tok..tok..tok
"Sari… Sari…" Wati memanggil-manggil sahabatnya itu, namun tak ada jawaban dari Sari.
"Tumben belum bangun tu anak." Guman Wati di depan kamar.
Tit..tit.. suara klakson mobil itu memanggil Wati.
"Duh.. dia uda dateng, Sari aku pergi dulu ya." Teriak Wati yang bergegas menghampiri mobil yang menunggunya di depan.
*****
Tring..tring…
Tring..tring…
Deringan ponsel Sari berhasil membangunkannya, Sari pun meraih ponsel di lantai samping ia tidur.
"Emak," ucap Sari pelan menatap ponselnya.
"Sari.. " panggil emak.
"Iya mak," suara Sari sedikit serak.
"Kamu sakit Sari, kok suaranya ga enak?"
"Gak mak, baru bangun tidur."
"Baru bangun!! Ini sudah jam berapa lho Sari," teriak ibu Sari dari seberang sana.
"Kemarin tamu salon rame, jadi terasa lebih capek mak, makanya tiduran aja."
"Iya.. tapi ini sudah siang hampir jam satu, kamu pasti belum makan kan?" Ketus ibu Sari.
"Iya mak, habis ini Sari makan. Nanti beli makanan matang saja." Jawab Sari.
"Iya.. jaga kesehatan ya Sari, biar bisa kerja terus. Biar kita bisa beli rumah di kampung jadi gak numpang lagi sama wak mu ini." Sambung ibu Sari.
"Iya mak, yaudah Sari mau mandi dulu ya mak."
Sari mematikan sambungan telepon sambil menghembus nafas panjang mendengar perkataan ibunya barusan.
Meraih sweater pinknya yang tergantung di dinding kamar, tak lupa Sari menyisir rambutnya yang masih basah. Dan mengenakan celana rumah di bawah lutut, tak lupa Sari mengenakan masker penutup setengah wajahnya agar tak terlalu perih merasakan terik matahari yang sedang memuncak.
Berjalan menyusuri aspal panas tanpa ditemani siapapun, Sari menghentikan langkahnya di depan rumah makan padang.
"Pak.. nasi bungkusnya satu, pakai lauk ikan bakar ya." Ponta Sari kepada penjual itu.
"Nunggu dulu ya mba." Pinta sang penjual.
Karena memang penjual tengah sibuk menyelesaikan beberapa bungkusan nasi, Sari memilih duduk di sudut warung itu, kebetulan jam makan siang sudah lewat jadi tak terlalu padat sehingga cukup nyaman bagi Sari duduk sendiri di sana.
Di samping Sari terlihat dua remaja perempuan yang tengah makan dan asyik mengobrol.
"Eh jadi gimana, elo udah ketemu sama cowok itu?"
"Udah semalam, orangnya lumayanlah."
"Ohh ya, terus elo tertarik gak sama dia?"
"Emm… ada sih 60 persen hehe."
"Elo coba aja dulu mana tau cocok!"
"Iua sih.. bosen juga gue jomblo terus."
"Iya, siapa tau elo cocok, dan bisa sampai tunangan kayak gue."
"Iya ya, tapi kalau seandainya gue gak cocok sama dia gimana?"
"Ya elo cari lagi lah, di aplikasi itu. Disana kan masih banyak cowok-cowok yang cari pacar."
"Iya juga ya, seru juga ya nyari cowok di aplikasi ini."
Percakapan kedua remaja itu terdengar jelas oleh Sari yang hanya duduk tanpa melakukan apapun, karena ponsel pin tak dibawanya.
"Ini mba, nasinya" ucap si penjual kepada Sari.
"Oh iya makasih." Sari membayar makanannya dengan uang pas dan segera berlalu karena memang perutnya sudah menjerit-jerit minta jatah.
"Kenyang juga akhirnya," ucap Sari menatap bungkus nasi yang sudah licin tak menyisakan sebutir nasi pun.
Tak ingin merasa sepi, Sari menyalakan televisi di ruang tengan asrama. Sambil menggonta-ganti saluran tv, tak satupun acara tv yang menarik hatinya untuk menonton.
"Males banget deh acaranya." Sari menekan tombol merah pada remot dan menghempaskan remot di atas karpet bulu di ruangan tv itu.
Pilihan Sari tetap merebahkan dirinya diatas kasur singlenya, dan meraih ponselnya.
"Apa tadi, aplikasi online?" Sari mengingat perkataan kedua remaja tadi.
Ia pun kini fokus dengan ponselnya, mencari informasi tentang aplikasi tersebut. Tanpa basa basi, Sari segera menginstalnya ke ponsel.
"Buka ahh, penasaran." Ucap Sari.
Wajahnya masih tampak kebingungan akan cara memainkan aplikasi yang baru dilihatnya ini.
"Gimana sih maksudnya?" Gerutu Sari kesal.
Setelah mengotak-atik isi dalam aplikasi tersebut, akhirnya Sari mengerti. Ia segera meletakkan foto dirinya, tapi tak ingin terkesan terlalu mencari, Sari meletakkan foto dirinya yang menghadap ke samping, sehingga wajahnya tak terlihat semua dan memberikan kesan penasaran padanya. Tak lupa ia tuliskan namanya disana, namun bukan Sari yang ia tuliskan melainkan Sasa.
"Oke.. dah siap, tunggu aja mana tau ada yang ngajak gue kenalan."
Ponselnya kini ia biarkan saja diatas kasur, sementara Sari sibuk merawat rambutnya dengan vitamin rambut. Hingga tak sadar jika aplikasi tadi sudah menerima beberapa pesan.
"Kok banyak banget pesannya," Sari kaget melihat tanda merah pada aplikasi tersebut.
Tak ingin penasaran, Sari membuka pesan itu satu persatu. Dan sungguh isi dari pesan rata-rata membuat Sari kesal, karena kebanyakan dari mereka mengirimkan gambar-gambar yang kurang enak dipandang.
"Nyebelin banget sih… gak ada yang sesuai harapan." Ia kembali menghempaskan ponsel itu di atas kasur, dan meneruskan keasyikannya yang tengah meluruskan rambutnya dengan alat pemanas yang pipih itu.