"Duhh… kok lemot banget sih!!" Gerutu Sari kesal menatap ponsel di tangannya.
"Kenapa ri?" Tanya Ica yang ternyata diam-diam memperhatikan Sari di depan pintu kamarnya yang memang dibiarkan terbuka.
"Eh.. ca.. ini ponsel gue lelet banget!" Ucap Sari melirik Ica yang masih berdiri disana.
"Gak ada kuota gak lo?" Cetus Ica.
"Ada.. gue baru isi kok." Jawab Sari.
Ica pun melangkahkan kakinya menghampiri Sari yang berbaring santai di kasur.
"Emang lagi ngapain sih?" Tanya Ica sambil ikut merebahkan bokongnya disamping Sari.
"Ini.. gue mau lihat online shop, takut baju incaran gue uda sold out." Jelas Sari yang masih menunggu ponselnya menampilkan halaman keinginannya.
"Shopping ni," Goda Ica.
"Iya.. nambah koleksi," jawab Sari tersenyum.
"Pakai ponsel gue aja ni!" Ucap Ica menunjukan ponsel di telapak tangannya.
Sari melirik ponsel yang Ica tunjukkan, tampak layarnya yang masih sangat baru dan mengkilap.
"Ponsel baru ni say?" Goda Sari menelisik ponsel mewah Ica.
"Baru lihat kali lo." Sergah Ica.
"Iya gue baru lihat, bening banget ca," mata Sari berbinar meraih ponsel di tangan Ica.
Sari memperhatikan sisi ponsel itu dengan teliti, ia pun menyentuhnya sangat dengan hati-hati. Matanya tak berkedip melihat keindahan ponsel milik temannya itu, apalagi logo buah pir yang menghiasi sisi belakang ponsel tersebut membuktikan kalau memang ponselnya sangat mewah.
"Cakep banget ca, pasti mahal ya?" Sari sangat ingin tahu.
"Gak mahal kok."
"Gak mungkin!"
"Iya.. gak mahal, asal belinya gak pake duit sendiri," jawab Ica terkekeh.
"Maksud lo ca?" Sari tampak bingung.
"Sari.. Sari…"
Sari mengerutkan alisnya melihat Ica yang hanya menyebut namanya, bukan menjelaskan agar ia tak kebingungan.
"Apaan sih ca!" Keluh Sari mendorong pelan bahu Ica.
"Lo tu emang polos atau…"
"Atau apaan ca?" Sari sedikit nyolot.
"Atau oon, hahahh.." timpal Ica.
"Resek lo ca," sergah Sari.
"Udah lo cari dulu tu online shop inceran lu!"
"Ohh.. iya hampir lupa, gara-gara terpesona sama ponsel lo ni!"
Sari pun dengan semangat memainkan ponsel milik Ica yang memang sangat enak dan nyaman digunakan, kini mereka tampak asyik memilih-milih baju yang akan mereka beli secara online.
"Gila.. enak bener ya mainin ponsel mahal." Ucap Sari menyerahkannya pada Ica.
"Ya enak lah, apalagi gak pake duit sendiri."
"Kok bisa sih ca?" Sari masih sangat ingin tahu.
"Ya bisalah.. kan sugar daddy gue yang kasih!" Ucap Ica percaya diri.
"Sugar daddy?" Sari makin bingung.
"Iya.. maksud gue, pacar gue yang kasih semua ke gue." Jelas Ica sambil melihat-lihat sosial medianya di ponsel.
"Enak banget lo.ca."
"Eh.. ri.. liat deh!" Ica menarik lengan Sari.
"Apaan?" Tanya Sari yang sudah ikut melihat ke arah ponsel Ica.
"Ini lho!" Ica menunjuk foto di akun medsosnya.
"Siapa?" Sari tak yakin siapa yang dilihatnya di foto itu.
"Ini kan Abra lho say."
Deg… jantung Sari berdebar mendengar nama itu lagi, nama yang coba ia lupakan sebulan ini.
"Abra.. mas Abra?" Tanya Sari seolah tak tahu.
"Iya, bareng sama adiknya bu Lulu itu kayaknya."
Sari hanya terdiam melihat foto yang terpampang jelas di ponsel itu, Abra tengah merangkul wanita cantik di restoran mewah dan sepertinya mereka sangat serasi.
"Cantik sih.. tapi kayaknya kurang semok deh," ungkap Ica melihat foto pasangan itu.
"Cocok ya mereka," ucap Sari yang mencoba tegar melihat gambar itu.
"Emang lo gak cemburu ri?" Tanya Ica.
Sari melototkan matanya ke arah Ica, "cemburu kenapa?"
"Lo kan suka sama Abra dan sempat dekat kan?" Goda Ica.
"Gak.. gak… gue cuma mengagumi doang!" Ucap Sari menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menautkan kedua alisnya.
"Mengagumi.. tapi sampe ciuman bibir," Ica menyenggol bahu Sari dengan bahunya.
Sari tak bisa berkata apa-apa atas ucapan Ica, justru dia sekarang bingung kenapa temannya ini bisa tahu sejauh itu hubungannya dengan Abra.
"Lo pernah liat gue?" Tanya Sari.
"Wahh.. berarti bener dong, kok lo malah ngegas sih?" Ejek Ica.
"Ya gue kan nanya ca." Lirih Sari.
"Oh.. gue tau.. jangan-jangan lo sekarang kurang semangat gara-gara ditinggal Abra ya?" Tebak Ica.
"Apaan sih ca?" Ucap Sari kesal.
"Ada yang patah hati ni." Ica masih mengejek Sari.
"Gue gak patah hati!" Ucap Sari membuang mukanya dari Ica.
"Tapi.. sakit hati, ditinggal pas lagi sayang-sayangnya." Sahut Ica.
Mata Sari sudah tampak memerah menahan air mata yang memenuhi kornea matanya.
"Ica…" rintih Sari dengan tatapan memelas.
"Sorry say, ya ampun… gue gak maksud bikin lo sedih." Ucap Ica yang tak enak telah membuat Sari bersedih.
"Kenapa dia tega banget sih ca kayak gini ke gue?" Sari tak bisa menahan air matanya untuk kembali terjun ke pipinya.
"Sstt..sstt.. jangan ngomong kayak gitu," ucap Ica memeluk Sari.
"Emangnya gue gak pantes banget buat dia ya ca?" Rengek Sari.
"Dia yang gak pantes buat lo!" Sahut Ica.
"Tapi kenapa dia bilang sayang ke gue dulu?"
"Ya karena dia mau dapetin elo!"
"Gue benci.. benci.. sama dia ca!"
"Lo nangis puasin dulu, biar kesedihan lo semuanya sirna!" Suruh Ica.
Sari pun memeluk erat Ica yang kini bisa menjadi tempatnya bercerita, air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Setelah kesedihannya mulai redah dan tangisannya sudah bisa dihentikan, Sari kembali merebahkan dirinya di kasur.
"Lo gak boleh lemah ri!" Pinta Ica
"Tapi gue sakit hati ca."
"Kalau lo sakit hati terus, emang dia bakal peduli sama lo?"
"Gak tau gue."
"Barusan lo udah liat sendiri, dia malah udah gandeng cewek lain, gak mikirin lo sama sekali!"
"Dasar brengsek!!" Ucap Sari kesal.
"Lo harus lebih brengsek dari dia."
"Maksud lo?"
"Hmmmm…." Ica menghela nafasnya dalam-dalam.
Ica bergegas keluar kamar Sari, namun tetap menyisakan ponselnya di atas kasur Sari. Rupanya ia kembali membawa segelas air putih untuk Sari.
"Mending lo minum dulu deh!" Ica menyodorkan gelas ke arah Sari.
"Thanks…. Glek.. glek.. glek.." Sari meneguk habis air digelas itu.
"Kemarau neng.." cercah Ica.
"Emosi gue." Timpal Sari.
"Idih galak amat sihh…" sahut Ica.
"Tapi kata lo gue harus lebih brengsek!"
"Hahahha…. Bener.. bener.. tapi bukan ke gue juga kali."
"Yah.. terus ke siapa dong?"
"Ke orang yang udah nyakitin lo lah!" Bisik Ica.
"Orang yang nyakitin gue?" Seketika Sari langsung terbayang wajah Asya kakaknya Abra yang sudah membuat hubungannya dengan Abra berakhir.
"Sari… kok malah bengong," panggil Ica.
"Eh.. iya ca, sorry."
"Jadi.. lo udah tau siapa orang yang udah nyakitin hati lo?" Tanya Ica.
"~Berdansa dan menari ikuti alunan lagu semua mata pun kini hanya tertuju padaku~"
Irama nyanyian dari ponsel Ica mengurungkan niat Sari menjawab pertanyaan Ica.
'sugar daddy calling,' nama yang tertera di panggilan masuk itu.
"Halo sayang," sapa Ica mesra pada orang diseberang sana.
"Hai cantik," suara lelaki itu terdengar samar oleh Sari.
"Gue ke kamar dulu ya ri, besok kita sambung lagi soalnya ini juga penting say," Ica berlari meninggalkan Sari.
"Oke ca." Sari pun segera menutup pintu kamarnya.
'gue benci sama bu Asya, karna dia udah bikin hati gue hancur dan gue juga benci sama Abra karena dia udah bikin gue patah hati!' desis Hati Sari kesal terlintas wajah kakak beradik itu.