Wajah Diandra perlahan muncul dari balik pintu. Ketika melihat Axenor yang datang bersama rombongan nya, Diandra membuka lebar pintu kiri.
Anak itu memakai gaun selutut berwarna ungu pastel dengan gradasi putih, sepatu balet dengan batu permata sebagai hiasan nya dan sedikit renda.
Gaun nya selutut sedikit mengembang dan berhiaskan pita dimana-mana. Lengan nya hanya sampai bahu nya. Rambutnya dibiarkan tergerai setengah dan setengah lagi dikepang dibelakang kepala nya dengan pita putih dan lonceng kecil.
Agar jika ia berjalan kesana-kemari, ada yang mendengar dan tidak akan tersesat.
Namun ditahan oleh pengawal yang menjaga pintu kiri, "Apa yang anda lakukan Nak Raja? Membukakan pintu itu tugas hamba.."
Diandra menggeleng pelan, "Tugas mu itu menjaga supaya makhluk lain selain Pemimpin mu dan aku tidak masuk.. Bukan membukankan pintu. Apalagi setelah tidak tidur semalaman."
Hati pengawal itu tersentuh dan membiarkan Diandra melakukan apa yang ia mau.
Axenor menatap nya takjup.
Diandra menghampiri Axenor dengan langkah kecil nya lalu menarik telunjuk kanan Axenor dan menariknya masuk ke kamar Roanne.
Axenor menahan tarikan nya Diandra, "Kenapa menarik ku masuk? Dimana Roanne?"
Diandra menoleh ke Axenor karena ia merasa tertahan lalu menatap pemimpin Deepdark itu, "Ah. Anne dikamar mandi.. Tapi bilang kalau ada pemimpin sebelah, biarkan saja masuk. Asal jangan ke kamar mandi.."
Mendengar itu, sontak. wajah Axenor memerah lalu ia sedikit menunduk. Karena ia mengerti apa maksud Roanne.
Pengawal dan pelayan yang ada disana terkekeh pelan mendengar kata-kata polos Diandra.
"Kalian disini saja dulu.." perintah Axenor dengan wajah masih sedikit merah.
pengawal dan pelayan Axenor menjawab bersamaan, "Baik tuan.."
Pengawal pintu kanan membukakan pintu yang satu lagi. Diandra Kembali menarik jari Axenor yang jauh lebih besar dari milik nya sendiri.
Satu telapak tangan Diandra hanya bisa menutup setengah dari satu jari Axenor.
Axenor dan Diandra masuk ke dalam kamar. Pintu kembali tertutup rapat.
_
Axenor sampai dalam kamar dan mendapati ada pelayan pribadi Roanne. Melihat Axenor masuk, Aure membungkuk hormat, "Salam tuan.."
Axenor hanya mengangguk sebagai jawaban, "Apa benar majikan mu ada di kamar mandi?" tanya Axenor pada Aure.
Aure mengangguk cepat, "Benar tuan.. Sebentar lagi, beliau kemari.. Mohon ditunggu.."
Axenor kembali mengangguk dan langsung mencari anak asuhnya.
Mata Axenor menangkap sesuatu yang tergeletak di atas lantai kamar itu. Ia menunduk untuk melihat apa itu.
Sebuah Rantai berukuran besar yang sudah menghitam dan karatan tergeletak dimana-mana.
Melihat hal yang tidak wajar itu Axenor bertanya pada Aure, "Rantai untuk apa ini?"
Aure melirik Diandra dahulu baru sedikit mendekatkan diri pada Axenor.
"Mau apa kau?" sembur Axenor.
Aure membungkuk, "A-ampun..tuan... Ta-tapi.." nada suara Aure mengecil, "Ini rantai hukuman nyonya hamba tuan.."
Mata Axenor melebar. Kesekian kali nya. "Sepanjang ini??" Axenor ikut mengecilkan suara nya.
Ia mengerti kalau Aure mencoba menyampaikan kalau Diandra tidak boleh tahu..
Aure mengangguk.
"Berapa lama hukuman Roanne?"
"Setahun penuh Tuan... Kecuali, kalau Anak Raja ingin pergi bersama nyonya ke suatu dimensi lain, maka rantai ini akan terlepas sendiri sampai nyonya kembali kemari..."
Axenor serasa ingin menampar diri nya sendiri, 'Aku akan sinting!' teriak nya dalam otak.
Diandra sedang menumpuk puluhan kertas berisi kata-kata, diagram, kalkulasi, perhitungan dan lain-lain dalam sebuah tumpukan besar lalu mengikat nya menjadi satu tumpukan. Kemudian ia mengangkat tumpukan kertas itu ke atas meja.
"Ahh!"
*DUARRRRR*
Kulit jari Diandra tergores oleh kertas dan petir besar kembali menggelegar. Kali ini bukan mengenai dinding kamar. Entah efek petir itu kemana.
Axenor menutup telinga karena benar-benar terkejut dan Aure berlutut takut.
Diandra mengibas-ngibas jari manis kanan nya. Sakit dan perih sangat terasa disana.
Setelah dirasa takut nya sudah berkurang, Aure berdiri dan buru-buru menghampiri Diandra, "Yang Mulia.. Ada apa? Kenapa Yang Mulia berteriak tadi?"
Diandra menyembunyikan jarinya yang terluka lalu menggeleng, "Tidak. Tidak ada.. Tangan ku tertimpa tumpukan kertas tugas.."
"Begitu Raja.. Hati-hati lah ya." Aure tersenyum lembut pada Diandra dan anak itu hanya mengangguk sebagai jawaban nya.
Aure kembali ke dekat Axenor dan menunggu majikan nya datang. Axenor menghampiri Diandra.
Ditatapnya anak asuh barunya itu dan anak itu menatapnya balik, "Apa?"
Axenor hanya menatapnya datar lalu melihat kertas apa yang ada dimeja Roanne.
Ia mengambil satu kertas itu. Ternyata itu semua adalah dokumen Wallace dan dokumen dari dimensi lain yang kebanyakan harus Roanne tanda tangani. Axenor membaca semua kata-kata dikertas itu dengan seksama hingga sampai pada kolom tanda tangan. Ia melihat bentuk tanda tangan yang ada disana. Kenal betul Axenor dengan tanda tangan Roanne, apalagi dengan banyak nya urusan yang terkait dia dan Roanne. "Siapa yang menanda-tangani semua dokumen ini?"
"Aku.." Diandra masih menaikan beberapa tumpuk kertas ke atas meja.
Axenor menatap anak itu, "Kenapa kau yang lakukan ini? Ini tugas Pengasuh mu."
"Ini kan hanya 200lembar kertas.. Aku sudah menyele..saikan nya saat anne ke kamar tadi.."
Axenor terkejut, "Kau? Menyelesaikan semua ini?? Sendirian???"
Diandra mengangguk, "Nanti juga semua ini menjadi tugas ku juga.."
Axenor sedikit terkesan. Anak ini sudah tahu tugasnya meski ia belum 17tahun.
*Crakkk
Axenor menunduk untuk melihat ada suara retakan darimana.
Roanne masuk ke kamarnya dan langsung menangkap keberadaan Axenor dan putri nya.
Axenor menoleh ke Roanne, tidak jadi melihat kebawah, "Akhirnya kau disini."
"Aure, keluar." perintah Roanne pada Aure.
"Baik nyonya." Aure membungkuk hormat lalu keluar dari kamar.
Roanne menaruh perhatian nya pada Axenor dan Diandra. Ia menangkap ada mawar merah berkilauan tumbuh dilantai. Matanya melebar lalu ia berlari ke Diandra. Mendorong Axenor entah kemana, "Ada apa dengan mu??"
Diandra malah menggeleng kuat.
Axenor yang terdorong hampir terjatuh protes, "Ada apa dengan mu ini?"
Roanne tidak menggubris Axenor,
"Jangan bilang jari mu berkurang 1.." Roanne menunggu jawaban anak asuh nya.
Diandra menggeleng cepat.
"Lengan mu tergores meja?"
Diandra kembali menggeleng.
"Makhluk ini melakukan kekerasan pada mu?" Roanne menunjuk Axenor.
"Apa-apaan itu?!" Axenor protes tidak terima disalahkan.
Diandra menggeleng kuat, membela Axenor, "Tidakkk. I-ia tidak me-melakukan apapun ko-kok anne.."
Roanne tersenyum miring namun lembut, "Sekarang.." Roanne menarik ke2 tangan Diandra, "Biar ku lihat kenapa tangan mu terus saja ada dibelakang~"
Roanne melihat ada darah mengalir keluar dari jari manis kanan mungil Diandra dan matanya melebar namun ia tidak terkejut, "Lihat ini~ Pasti terpotong kertas."
Diandra memalingkan pandangan nya.
Roanne tersenyum dan mengelus kepala Diandra, "Jangan sedih. Aku tidak pernah marah pada mu kan~"
Axenor hanya diam. Tidak mengerti kenapa Roanne sangat tahu cara membaca anak itu dan bagaimana cara Roanne begitu dekat dan paham tentang anak itu?
_
Diandra kembali memeluk boneka kesayangannya dan sedang berdiri di ambang pintu kamar Roanne yang terbuka dengan dikerumuni rombongan yang bersama Axenor. Mereka tak henti-henti memuji betapa lucu dan manis nya anak Raja yang baru itu.
Axenor hanya menatap itu dari meja kerja Roanne.
Yeah
Masih mencari dimana specialnya anak itu dan kenapa banyak makhluk yang mengaguminya?
"Aku sudah bilang jangan menatapnya begitu." Roanne menyenggol kaki Axenor.
Axenor tergeser sedikit, lalu menoleh pada Roanne, "Aku hanya masih tidak mengerti."
Roanne memutar bola mata nya, "Itu karena otak mu terlalu sempit." Roanne tersenyum lalu memberikan Axenor sekantung uang emas.
Axenor yang menerima itu tidak mengerti, "Kenapa kau memberi ku ini?"
"Takut-takut putri ku ingin membeli sesuatu yang ia mau, kau memegang uang khusus untuk nya."
"Kau menyebut ku miskin??"
"Tadinya~"
Axenor berdecih, "Kau masih berhutang penjelasan."
"Andra sayang~ Kemari~" Panggil Roanne.
Diandra yang menoleh, berlari kecil ke Roanne.
"Jangan nakal ya cantik. Ingat apa yang sudah ku beri tahu pada mu." Roanne mengelus kepala Diandra.
Diandra memeluk kaki Roanne, "Aku masib tetap boleh kesini kan anne?"
"Tentu sayang~ Tidak akan ada yang berani mencegah mu. Akan ku habisi yang melarang mu."
Diandra menengadah menatap Roanne, "Mawar ku?"
"Astagaa aku hampir saja lupa.." Roanne melirik meja kerjanya.
Terdapat setangkai mawar merah darah yang terus berkilau disana. Ia mengambil mawar itu dan memberikan nya pada Diandra, "Ingat. Jari kecil mu baru saja diobati. Jadi, jangan berbuat yang tidak-tidak."
Diandra mengangguk lalu berlari kecil menghampiri Axenor dan menatap pengasuh baru nya itu.
Axenor menatap anak itu sedikit risih, "Sudah siap? Kita berangkat sekarang."
Diandra mengangguk lalu berjalan duluan ke pintu.
Axenor yang hendak mengikuti Diandra, diberhentikan oleh Roanne, "Datanglah pada ku kalau ada apa-apa. Dan bicara pada ku apa yang kau pelajari setiap 5 hari."
"Heh. Untuk apa? Jangan meremehkan ku hanya karena aku mengurus anak perempuan."
"Mau bertaruh dengan ku?" Roanne menaikan alis kanan nya, menantang Axenor.
"Kau tahu aku suka dengan taruhan. Berapa dan apa yang ditaruhkan?"
Roanne melipat tangan di depan dada dan tersenyum sinis, "Diandra dan Harga Diri mu."
Axenor memicingkan mata, "Jadi Diandra adalah Harga nya dan Harga Diri ku taruhan nya? Sebenci itu kau pada ku eh?"
"Deal?" Roanne mengeluarkan belati, lalu melukai telapak tangan kanan nya sendiri.
Axenor melakukan hal yang sama dengan senyum tertantang, "Deal. Kita lihat saja."
Sebuah cahaya merah keluar dari tangan ke2 pemimpin itu setelah mereka berjabat tangan.
Roanne memutar bola mata. Meledek.
"Dia tidak akan tahan berpisah dengan ku." Axenor menyombongkan diri.
"Kita lihat saja."
Axenor berjalan keluar kamar.
Diandra memegangi celana bagian paha Axenor. Awalnya Axenor risih namun ia membiarkan anak itu.
Diandra melambaikan tangan pada Roanne, "Dahhh anneeee~" senyuman terlukis di bibir pink Diandra.
Roanne melambai balik pada anak asuh nya, "Sampai bertemu lagi sayang~"
Mata Roanne berkaca-kaca melihat putrinya berpisah dengan nya. Dalam. waktu yang sangat lama pula. Entah ia akan tahan atau tidak.
Setelah pintu tertutup, Roanne menarik nafas dalam. Kini, hanya ada dia sendirian dikamar nya. Kesunyian yang sama sekali tidak pernah ia rasakan selama 10tahun berturut-turut.
'Kita lihat axen. Harga diri mu tidak akan ada apa-apa nya dibanding rasa mu pada andra dalam waktu singkat.'
Roanne tersenyum sendiri lalu kembali pada tumpukan tugas nya yang sudah Diandra rapi kan susah payah.
Ia tersenyum sedih melihat apa yang telah dilakukan putri kecil nya itu.