Chereads / Terjebak Dendam Masa Lalu / Chapter 10 - Bab 10-Hubungan Terlarang Atau Pengkhianatan

Chapter 10 - Bab 10-Hubungan Terlarang Atau Pengkhianatan

-Terjebak Dendam Masa Lalu-

"Kau bicara dengan Aiden? Kalian saling mengenal selama ini?" Mona langsung menanyainya ketika Naomi sampai di tempat wanita itu.

Naomi mengeling dengan cepat. "Err ... tidak juga."

"Lalu tadi, jelas-jelas kalian tengah bicara satu sama lain." Mona menuduh, seraya melirik ke arah Aiden yang sedang menerima telepon seseorang.

"Lihat, dia masih sangat menawan. Sama seperti dulu."

Naomi menghela nafas pelan. Wanita itu meletakkan gelas yang dia bawa tadi di tas meja. Berbalik, mengikuti arah pandangan Mona.

Masih sosok Aiden yang sudah mematikan ponselnya. Salah satu teman seangkatan menyapa. Aiden tersenyum sambil balik menyapa.

Tidak ada yang aneh, tapi kenapa banyak orang yang menganggap Aiden sebagai dewa ketampanan dan kesempurnaan.

Dia tampan dan gagah, tubuhnya tinggi. Setelan jas yang ia kenakan hari ini menambah nilai plus untuk penampilannya yang sudah seperti seorang bintang, superstar atau apapun itu.

Yang jelas para wanita masih setia melirik Aiden.

"Kau yakin tentang yang tadi? Tidak sedang menyembunyikan sesuatu bukan." tuduh Mona lagi.

Naomi langsung menoleh, menatap Mona canggung kemudian mengangkat bahunya. "Dia menyapa ku lebih dahulu, dan aku benar-benar tidak terlalu mengenalnya sungguh." Naomi memberitahu.

"Apa dia menyukaimu? Aku dengar dia masih lajang sampai saat ini, Ah! benar juga dia seorang doktor di rumah sakit ayahnya sendiri."

Naomi sebenarnya tidak terlalu tertarik. Dia hanya mengangguk mengiyakan. Selain tentang profesi Aiden yang seorang dokter anak, Naomi sama sekali tidak mengetahui yang lainnya.

'Tidak penting juga bukan?'

Setelah tidak mengungkit pembicaraan tentang Aiden lagi. Mona membawanya bergabung bersama teman-teman yang lain.

Naomi hanya sesekali ikut menggubris pembicaraan mereka, dan sisanya hanya mendengarkan dengan baik.

Wanita itu lebih memilih menatap layar ponselnya yang sudah menunjukkan waktu nyaris malam.

Naomi menghela nafas gelisah. Dia belum meminta izin pada suaminya. Selain itu dia juga belum menyiapkan makan malam. Bagaimana jika Alfian datang dan tidak menemukannya di rumah.

Naomi berulang kali berusaha untuk undur diri. Ingin pulang lebih awal, tapi Mona selalu membujuknya agar menyaksikan acara utama saat malam hari.

"Kau dengar aku melihatnya tadi. Sangat tampan." Seorang wanita berambut pendek bergumam tidak jelas sesekali memekik histeris.

Dia salah satu teman Mona, seangkatan namun beda jurusan. Naomi melupakan siapa nama wanita itu. Err .... sebenarnya bukan hanya nama wanita itu yang Naomi lupakan, tapi hampir seluruh nama wanita yang bicara di dalam kelompok dadakan ini tidak diketahui namanya.

"Benarkan! Apa aku bilang, Cici bertemu dengannya di rumah sakit baru-baru ini karena anak perempuannya sakit tipes," seru yang lainnya.

Naomi mengerutkan alisnya. Dia tidak tertarik sebenarnya. Hanya untuk menghilangkan kegabutan, dari pada dia diam lebih baik mendengar semua isi curhatan kaum wanita yang nyaris separuhnya sudah menikah dan memiliki anak.

"Kalian membicarakan tentang Aiden? Dokter Aiden, bukan?" Mona ikut membuka suara.

"Yah siapa lagi yang paling tampan di angkatan kita?"

"Plus yang paling pintar."

Mereka tertawa seketika. Seolah menertawakan perkataan sendiri.

"Ngomong-ngomong tentang pria tampan, apa kalian tau kakaknya Airin juga sangat tampan. Dia lebih menawan sepuluh kali lipat dibandingkan dengan Aiden, sungguh."

"Yang benar saja. Bahkan Aiden saja sudah sangat tampan kok!"

"Sungguhan, dia alumni sekolah kita juga tapi beda angkatan. Mungkin lebih tua dua atau tiga tahun dari kita."

"Masuk akal jika dia saudaranya Airin. Cantik dan tampan. Keluarganya pasti good looking semua."

Mendengar nama Airin, Naomi langsung refleks dan menoleh. Menajamkan telinganya supaya bisa mendengar jelas pembicaraan selanjutnya.

"Ah! Aku tau. Dia putra sulung tuan John Matthew bukan, siapa namanya aku lupa."

"Saga? Saga bukan?"

"Sepertinya. Dengar-dengar dia tidak melanjutkan sekolah di negara ini bukan?"

Mona mengangkat bahunya. Wanita itu menyerahkan sepiring cemilan ke arah Naomi.

"Aku tidak tau Airin punya kakak," bisiknya.

Naomi mengangguk pelan. Dia juga tidak mengetahui tentang seluk beluk keluarga Airin. Jangankan mencari tau, mendengar namanya saja membuat Naomi mual seketika.

"Hoekk!"

Naomi langsung menutup mulutnya. Memejamkan matanya beberapa saat ketika rasa mual itu mulai menjadi-jadi.

"Kau kenapa?" tanya Mona khawatir.

Naomi mengeling. Wanita itu berusaha keras menekan gejolak yang nyaris ingin keluar dari mulutnya.

Mona mengambilkan air hangat dibantu teman-temannya. "Minum dulu, sepertinya kau masuk angin. Padahal gaun yang kau kenakan tidak terlalu terbuka."

Naomi tidak memberi respon apapun tentang itu. Ia hanya mengangguk paham dan tersenyum kecut.

Setelah beberapa saat kemudian Naomi sudah bisa menormalkan semuanya. Apa efek nama Airin sedahsyat itu? Naomi mengeling dengan cepat. Hanya perasaannya saja yang terlalu takut.

"Sudah baikan? Sebaiknya kau pulang, wajahmu pucat. Mungkin lau sakit."

Naomi melirik jam di ponselnya. Baru setengah tujuh malam. Pesta utama yang dijanjikan masih dua jam lagi. Tapi Naomi tidak bisa kan? Dia punya suami, walaupun jarang pulang tapi tetap saja dia harus ada di rumah tepat pada waktunya.

Naomi menepuk pundak Mona, niatnya ingin meminta izin agar diperbolehkan untuk pulang dari awal tapi pekikan seseorang yang berlari ke arah mereka membuat Naomi mengurungkan niatnya.

"Astag Nelly! kenapa kau lari-lari. Ingat kita bukan anak remaja lagi, sudah ada buntutnya."

Wanita bernama Nelly itu tidak menggubrisnya. Nafasnya tersengkal-sengkal, naik turun tidak stabil. Menunjukan jika wanita itu baru saja berlari kencang ke sini.

"Persetan dengan itu. Aku punya berita lebih menakjubkan!" serunya antusias.

Nelly menghela nafas panjangnya. Tersenyum kecil sebagai isyarat untuk ia akan bercerita.

Naomi ikut merapat karena Mona menariknya paksa.

"Kalian dengar, pasangan favorite kita datang bersamaan!!" teriak Nelly, nyaris terdengar dalam jarak beberapa meter.

"Benarkan?"

"Yah ... Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Airin datang bersama Alfian Adams, oh astaga mimpi apa aku tadi malam sampai melihat pasangan abadi itu lagi."

Degh ....

Di saat orang-orang berteriak antusias. Berbeda dengan Naomi yang menegang seketika.

Apa dia tidak salah dengar? Mereka membicarakan tentang Airin dan Alfian? Suaminya.

Tapi bagaimana mungkin. Bahkan Alfian berkata padanya tidak akan mendatangi pesta reuni. Naomi bahkan sudah menghubungi suaminya itu tapi ponselnya tidak aktif sama sekali.

Naomi mengerutkan alisnya. Perasaannya mulai tidak enak. Apa suaminya itu membohonginya? Atau ada alasan lain di baliknya.

"Mereka pasangan terbaik."

"Satu-satunya pasangan yang bertahan menjalin hubungan hingga detik ini. Well, mereka cocok."

Degh ....

'Apa maksudnya sampai detik ini? Jangan bilang mereka masih berhubungan.'

Naomi mengeling dengan cepat. Hampir menanyakan perihal gosip itu lebih rinci lagi, tapi suara teriakan orang-orang membuatnya menoleh, dan seketika dadanya terasa sakit dengan tusukan pisau saat melihat Alfian bergandengan tangan dengan Airin.

Bersambung ....