Tuan Alexsander masih saja datang mengunjungi Julie hanya untuk bertanya tentang buku Dewa-Dewi seri kedua. Hal ini sangat membuat Julie lelah harus menghadapinya setiap hari. Namun lelaki tua itu hanya bisa tersenyum sembari pulang dengan tangan kosong. Julie selalu beralasan bahwa dia belum selesai membacanya dan tidak akan menyerahkan buku itu sebelum dibaca tuntas. Tuan Alexsander hanya bisa menganggukan kepala sembari pulang.
"Aku belum membacanya, Tuan!" cetus Julie kesal.
"Kalo begitu, aku akan menunggu Nona manis selesai membacanya," jawabnya lalu berjalan menuju pintu keluar. Julie mendengus kesal karena pagi-pagi buta, dia harus berurusan dengan lelaki itu. Julie akhir-akhir ini sangat sensitive dengan orang-orang banyak jadi dia harus mengelolah emosinya dengan baik.
"Owh, yah!" Tuan Alexsander berbalik dan berjalan lagi menuju meja Julie.
"Aku bisa melihatnya," suara Tuan Alexsander sangat pelan tapi masih bisa di dengar Julie.
"Apa maksudmu?" tanya Julie.
"Aku melihatnya dan bahkan sering melihat dia bersamamu."
"Hati-hati," ujarnya. Tuan Alexsander tersenyum lalu melirik sekilas ke samping Julie dan dia bergegas berjalan meninggalkan perempuan itu. Julie melirik ke sampingnya dan benar saja, lelaki aneh itu datang lagi. Wajahnya sangat pucat dan tanpa ekspresi.
"Kamu lagi!"
"Aku sudah bilang, jangan datang tiba-tiba!" protes Julie kesal. Lelaki itu hanya melihat Julie dengan wajah datar dan berdiri di sampingnya tanpa bersuara.
"Jadi?"
"Tuan Alexsander bisa melihatmu?" batin Julie. Matanya membola mengetahui kenyataan ini. Lelaki itu mengangukan kepala sembari duduk dan mengikuti arah langkah Julie.
"Kamu sebenarnya hantu, malaikat penolongku atau sejenis makhluk apa?" cetusnya.
"Oke, jadi aku harus memanggilmu dengan apa?"
"Kamu bisa terbang yah?" pikir Julie tiba-tiba. Dia lagi memikirkan nama yang pas untuk lelaki aneh di sampingnya. Harus ada nama yang pas untuk memanggilnya dan membuat lelaki itu mengerti setiap perkataanya.
"Kamu hantu?" tanya Julie. Dia menyipitkan matanya memandangi lekat-lekat ornament wajah lelaki itu.
"Tapi kamu tampan sekali!" serunya kemudian.
"Kalo kamu jadi model dan aku jual, aku bisa mendapatkan uang banyak nih!" ucapnya di iringi tawa bahagia.
"Tidak, tidak aku akan kasih kamu nama Lif, aku rasa itu cocok!" sambung Julie lalu menyimpan lima buku ke raknya semula.
"Kamu bernama Lif sekarang dan aku akan selalu memangilmu dengan nama Lif. Aku akan mengajarimu beberapa bahasa manusia dan mengajakmu makan mie instan."
"Ususmu masih kuat kan?" ucap Julie bercanda.
"Ngomong-ngomong, asalmu dari mana?" Julie terus saja bertanya tanpa memperdulikan Bibi Lala yang sudah menatapnya dengan wajah terheran dari tadi. Dia sudah menganggap Julie kurang waras selama beberapa hari ini. Bagaimana tidak? Dia bahkan dua kali menemukan Julie marah, mengomel dengan sendirinya. Julie seperti seorang perempuan yang memiliki beribu ekspresi.
"Apakah kompetisinya begitu penting?" Bibi Lala membuka suara. Dia sedikit berteriak dan menonggakan wajahnya menatap Julie. Kaca mata minusnya di keluarkan. Julie tersenyum, dia melirik Lif secepatnya dan lelaki itu menghilang begitu saja. Dia kedapatan kali ini sedang tertawa seperti orang gila beneran.
"Ia, cukup penting bagiku."
"Setidaknya, hadiahnya membuat aku tidak makan mie instan tiap hari. Kalo begitu, aku bisa sakit bukan?"
"Jadi, hadiahnya sangat penting buat hidupku!" ucap Julie beralasan. Dia bisa melihat raut wajah Bibi Lala yang tersenyum dan menghela nafas panjang.
"Hampir saja aku berangapan kalo dirimu tidak waras. Mana mungkin Miss Derlina memperkerjakan orang gila kan?" jawabnya. Julie tertawa sejenak dan kembali ke meja duduknya. Buku di perpustakaan itu sudah tersusun dengan rapi dan semua lantainya sudah dia bersihkan dari semalam. Dia harus membuktikan kepada Miss Derlina bahwa dia adalah karyawan teladan di perpustakaan ini, setidaknya gajinya bisa di naikan beberapa persen.
"Nona Julie!" suara teriakan tukang paket dari arah luar membuat Julie berlari dan menemuinya segera.
"Ada paket dari anda," ucapnya sambil memberikan bungkusan berwarna hitam.
"Dari mana? Aku tidak membeli sesuatu atau pun dapat kiriman dari orang lain," ucap Julie. Tukang paket itu hanya meminta tanda tangannya dan segera pergi tanpa menjawab pertanyaan Julie.
"Benar aneh," batin Julie dan bergegas masuk kembali. Bibi Lala yang sangat kepo memperhatikan gerak-gerik Julie membuka paket itu.
"Buku?" sahutnya.
"Tuhan, kenapa aku selalu mendapatkan buku aneh!" aduhnya sedikit kesal. Dia mengacak-acak rambut panjangnya dan segera menyingkirkan buku itu.
"Buku apa memangnya?" tanya Bibi Lala.
"Alarm kematian,"
"Owh Tuhan, kamu secepatnya harus menyingkirkan hal seperti itu. Aku sudah katakan kan, janga sering membaca buku aneh dari perpustakaan ini!" jelas Bibi Lala. Wajah Julie cemberut dan dia menjadi bad mood hari ini.
***
Desa Axelix pada hari minggu di hebohkan dengan ditemukannya bangkai mayat di sekitar rumah Tuan Smith. Penemuan itu terjadi saat beberapa orang masuk ke dalam rumah Tuan Smith untuk membersihkan peninggalan ilmuan misterius itu. Sontak dia snagat kaget dan menjerit ketakutan. Bahkan di kabarkan, dia juga sempat pingsan beberapa saat lalu tersadarkan kembali.
Pihak kepolisian melakukan keamanan di sekitar rumah Tuan Smith untuk memeriksa mayat serta mengamankan sejumlah bukti. Sampai sekarang, tidak ada yang mengetahui bahwa siapa yang meletakkan mayat itu di atas kasur.
"Helen?" teriak Julie saat bertemu dengan sahabatnya itu. Walaupun Helen sering kesal karena Julie sering menakutinya tetapi dia masih saja ingin selalu menemui perempuan berkacamata itu.
"Kamu sudah mendengar kabar?" tanya Julie antusias.
"Itu sudah aku dapat tadi subuh, aku sudah bilang kan bahwa ada boneka besar yang di simpan Tuan Smith di kamarnya. Ternyata itu mayat," sahut Helen. Dia berjalan lesuh menuju parkiran kampus dan duduk di gazebo kosong tempat motornya terparkir.
"Jadi?"
"Bagaimana sekarang?"
"Aku tidak tahu Julie, ayahku mengatakan bahwa itu Rubi dan sekarang sudah di kuburkan," jelas Helen sembari menghela nafas panjang. Akhir-akhir ini selalu saja cerita menyeramkan yang dia dengar dari orang-orang terdekat padahal dia adalah orang yang takut.
"Kita harus ke sana, aku mau melihatnya. Kemarin aku tidak memeriksa kamarnya. Hanya menyimpan bukunya yang sempat aku ambil," gumam Julie. Helen sontak mengelengkan kepala dan memundurkan tubuhnya menjauhi Julie.
"Aku tidak mau!" pekiknya. Julie tersenyum kecut sambil memegang pundak Helen. Dia tahu bahwa Helen yang sangat cantik ini tidak menyukai hal-hal berisi alam gaib.
"Kamu sudah menakutiku kemarin dan hari ini kamu mengajakku tour lagi?"
"Tidak akan Julie!" tegasnya.
"Ayolah!" bujuk Julie.
"Aku tidak mau!" Helen mengelengkan kepalanya dan bergegas berjalan ke motor barunya. Julie mengikuti dari belakang sembari menarik tangan Helen.
"Aku janji akan mengerjakan soal-soalmu nanti," bujuk Julie sambil tersenyum. Helen berhenti sejenak dan menatapnya.
"Aku tetap tidak akan mau!" Helen pun naik ke motor dan menancap gas meninggalkan Julie. Julie cemberut dan duduk kembali di pelantaran gazebo. Helen pernah mengalami hal mistis dan itu membuatnya ketakutan setengah mati.
Bersambung…