Pedang itu menghunus tajam tepat di dada pria di depannya dan seketika membuat Julie merintih ketakutan.
"Tidak!" teriaknya.
Julie terbangun dan segera mengambil secangkir air mineral. Keringat membasahi hampir seluruh tubuhnya. Mimpi itu terasa nyata dan dia melihat bekas darah di pipinya.
"Aiss, apa ini?" sahutnya. Dia mencuci wajah dan segera melihat pantulan tubuhnya di cermin. Hampir saja dia mati berdiri melihat darah itu mengalir di pipinya.
"Kepalanya tidak terlukan," batinnya. Julie segera menelepon Helen tetapi perempuan itu sama sekali tidak mengangkatnya. Sudah hampir 5 jam dia tidur dan bermimpi buruk.
Matahari terbit dari peraduannya dan menyilaukan mata Julie. Dia sudah sangat terlambat menuju perpustakaan. Seharusnya tidurnya hanya dua jam tetapi dia kelewatan dan sudah tidur selama 5 jam lebih.
"Mengapa waktu cepat sekali berlalu?" ujarnya. Julie mempersipakan diri dan segera mengambil buku bacaan yang harus di kembalikan hari ini. Julie berencan mengunjungi rumah tua Tuan Smith untuk terakhir kalinya. Dia berjanji untuk tidak mengunjungi lagi tempat itu. Ini yang terakhir kali dia ke sana. Julie hanya ingin melihat bekas kuburan Rubi yang merupakan istri Tuan Smith.
Julie mencoba berjalan kaki. Pagi ini, dia tidak membawa sepeda buntutnya yang sudah sangat rusak. Julie benci jika sepeda itu selalu kempes di tengah jalan.
"Nona manis?" suara itu memanggil Julie. Benar saja, Tuan Alexsander sudah berdiri di depan pintu dan tersenyum ramah. Dia memakai jas hitam dan topi hitam. Jengot putihnya bergelantungan dan tongkat berwarna emas masih sangat setia di gengamnya.
"Kenapa Tuan Alexsan ke sini?" tanya Julie bingung. Jarak mereka hampir dua meter. Tuan Alexsander berdiri di depan pintu sedangkan Julie lebih memilih di luar pagar. Dia tidak ingin terlalu dekat dengan rumah mistis Tuan Smith.
"Aku mencari sesuatu di sini," jawab Tuan Alexsander.
"Nona! Jangan mengucapkan namaku dengan sebutan Alexsan, aku tidak suka!" protesnya kemudian. Julie menatapnya dengan pandangan tidak suka. Bukankah nama Alexsan adalah kepanjangan dari nama Alexsander? Kenapa dia tidak menyukainya? Banyak hal yang terpikirkan di benak Jeana saat menatap pria tua itu. Tetapi jika dia melihat dengan saksama, Tuan Alexsander sangat mirip dengan Tuan Smith. Apakah mereka bersaudara?
"okelah, maaf kan aku Tuan Alexsander!" seru Julie. Dia menegaskan menyebut nama Alexsander agar pria itu mendengarkan dengan baik. Tuan Alexsander tersenyum melihat wajah Julie yang sangat ketus dan cuek.
"Ada apa datang ke sini?" tanya Tuan Alexsander. Dia memandangi Julie dari atas sampai ke bawah dengan cermat. Julie paling tidak suka di tatap seperti itu terutama yang menatapnya adalah laki-laki.
"Aku…aku ingin melihat sesuatu," ucap Julie agak ragu. Dia sudah menebak bahwa Tuan Alexsander akan mencurigainya. Gerak-gerik Julie sangat mencurigakan dan dia tidak mahir dalam bersandiwara.
"Sesuatu?" tanya Tuan Alexsander lagi. Keningnya berkerut menatap iris Julie yang tampak ragu.
"Jangan berbohong, di sini pastinya ada sesuatu yang begitu penting," serunya. Julie menggeleng, dia berusaha menghindar dan berbalik arah membelakangi Tuan Alexsander. Julie berlari dan menjauh. Julie datang di waktu yang tidak tepat.
"Tunggu!" teriak Tuan Alexsander. Dia berlari mengikuti Julie dari belakang. Julie memang sangat tidak mahir bebohong sehingga hari ini dia kedapatan berbohong lagi.
"Aku tidak akan memukulmu Nona!" sahut lelaki paruh baya itu dari belakang. Julie semakin mempercepat larinya dan tidak menghiraukan teriakan itu. Bagi Julie, Tuan Alexsander snagat menyeramkan dan mencurigakan. Lelaki itu memegang buku tua milik Tuan Smith. Dia juga mengincar buku itu.
Julie berlari semkain kencang dan segera masuk ke dalam taxi. Deri nafasnya tersengat-sengat. Untung saja dia masih selamat dari interogasi lelaki itu. Jika tidak, Julie akan mengalami kejadian buruk. Julie melihat sebuah semburan api keluar dari iris Tuan Alexsander. Dia bukan manusia, dia seperti makhluk mitologi Yunani kuno. Bagi Julie, dia sangat menyeramkan.
"Julia?" suara itu tiba-tiba terdengar dari belakang. Lif sudah duduk di sampingnya dan memandangi wajahnya dengan ekspresi bingung. Lif merasakan bahwa Julie benar-benar dalam bahaya. Mengapa harus Julie yang bertemu dengan segerombolan makhluk aneh yang mengusik hidupnya? Apakah benar dia seorang ratu?
"Julia?" sahut Lif. Julie mencoba menenangkan dirinya. Lif hari ini memakai sayap putih dan taring di mulutnya sudah tidak terlihat. Namun, sebuah tanduk berada di kepalanya. Sangat mirip dengan tanduk kerbau.
"Lif, kenapa kamu di sini?"
"Apakah kamu tahu, aku di kejar orang aneh?" jelas Julie. Peluh yang menetes di dahinya secepatnya di seka.
Supir taksi memandangi Julie dari balik kaca spion. Dahinya menyergit dan mencoba menghentikan laju taksi.
"Ada apa Nona, anda baik-baik saja?" tanyanya. Julie tersenyum ramah dan mencoba bersikap tenang. Benar saja, semua orang akan menganggapnya gila jika bertemu dengan Lif. Hanya dia yang bisa melihat Lif.
"Aku..aku lagi mencoba bernyanyi dan akan bermain teater minggu depan," jelas Julie beralasan. Supir taksi itu menganggukan kepala. Julie menghela nafas lega sambil memandangi Lif yang menatapnya.
"Aku bertemu dengan Tuan Alexsander," bisiknya. Nada suaranya sangat kecil sehingga hanya Lif yang mendengarkannya.
"Aku bisa melihat bayangan api di kedua matanya, aku ketakutan dan segera berlari. Apakah dia makhluk seperti mu?" sambung Julie. Lif sama sekali tidak berekspresi, dia terdiam dan menutup kedua matanya. Beberapa menit, Lif mencoba terbang dang keluar dari jendela taksi itu. Dia tidak mengucapkan sepata kata pun kepada Julie. Dia menghilang begitu saja dan terbang entah kemana.
Julie sampai di perpustakaan mini tempatnya bekerja dan membuang tasnya dengan sembarangan. Seharusnya hari ini moodnya di jaga tetapi karena Tuan Alexsander, dia harus ketakutan setengah mati dan menghancurkan semua moodnya.
"Ada apa?" tanya Bibi Lala. Perempuan itu sudah lebih dahulu datang dan mengerjakan tugasnya.
"Aku hanya kelaparan," alasan Julie. Bibi Lala setiap pagi sudah menyediakan buah apple di meja Julie. Dia tahu bahwa Julie sangat malas memasak nasi.
"Makanlah itu," perintah Bibi Lala. Julie menganggukan kepala dan mengigit apple berwarna hijau yang tersedia di meja kerjanya.
"Seseorang mengirimkanmu lagi buku tua. Aku tahu kamu tidak suka membaca buku in ikan?" ucap Bibi Lala sambil memberikan paket berwarna hitam.
"Makhluk mitologi, mengapa semua buku datang ke padanya dengan judul seperti ini?" batin Julie. Tetapi karena kejadian tadi, dia berjanji akan menuntaskan dan mencari tahu semua makhluk aneh yang mengelilinginya.
"Siapapun mereka, baik Lif dan Tuan Alexsander. Aku akan mencari semua kebenaran ini!" tegasnya dalam hati.
"Ratu?"
"Apakah aku memang seorang ratu kerajaan? Mengapa dalam mimpi itu, aku memakai mahkota dan berbaring di taman yang di kelilingi salju? Apa arti burung gagap yang mengelilingi tubuhku? Apakah itu artinya sebuah kematian yang sangat dekat?" batin Julie. Tapi satu hal yang Julie percaya dari kenyataan ini semua adalah Tuan Alexsander bukan manusia.
Bersambung…