Chereads / Princess Of The Time / Chapter 13 - Bantuan Dari Julie

Chapter 13 - Bantuan Dari Julie

Julie merasa bahwa sudah dua hari ini Tuan Alexsander tidak menganggunya. Lelaki paruh baya itu pastinya sudah melupakan buku yang dia inginkan. Sebenarnya, jika lelaki paruh baya itu datang, Julie bisa saja memberikan sekarang seri kedua buku bacaanya. Tetapi, Tuan Alexsander sama sekali tidak terlihat. Julie sudah sangat bosan membaca hal-hal aneh di buku itu. Semua cerita di dalamnya seakan adalah imajinasi saja. Bagaimana bisa seorang manusia bisa terbang? Bagaimana bisa seorang manusia bisa hidup kembali? Sangat konyol bagi Julie memikirkan hal itu.

Julie memutuskan untuk tidak mencari tahu lagi mengenai Tuan Smith. Dia sudah sangat bosan dan jenuh karena tidak mendapatkan informasi apapun. Tuan Smith sudah tiada dan peluang mencari kebenaran tentang kematian Haris sudah tertutup. Julie hanya bisa merenung di kamar dan sesekali mengajak foto Haris berbicara. Julie sudah sangat lelah dan pasrah. Kematian Haris hanya meninggalkan luka yang cukup berat di hati Julie.

"Benar-benar gila," batin Julie saat menatap foto Haris dan mengajaknya bercerita.

Julie selama kehilangan Haris. Dia seperti masuk ke dalam dunia yang tidak dikenalnya. Sudah dua hari juga makhluk aneh yang entah dari mana itu tidak menunjukan batang hidungnya. Mungkin dia sudah melupakan Julie atau dia sudah kapok mengunjungi perempuan miskin, jomlo seperti dirinya. Ataukah makhluk itu sudah sangat bosan melihatnya melahap mie instan setiap hari?

Julie tersenyum kecut sambil mengelengkan kepala. Hayalannya mengenai Lif sudah sangat di luar logika. Memangnya makhluk abstral sepertinya hobi makan mie instan? Pikirannya benar-benar sudah di luar kendali.

"Serahkan daftar pengunjung yang sering datang tiap malam," sahut Bibi Lala. Julie membuka map biru tempat dia mencatat nama-nama itu lalu menyerahkannya ke Bibi Lala.

"Apakah Tuan Alexsander menunggak pembayaran bukunya lagi?" tanya Julie sambil menyerahkan berkas itu. Bibi Lala mengelengkan kepala.

"Tidak, dia sudah melunasi semua," jawabnya. Matanya tetap terfokus pada map biru yang di pegang Julie tanpa memandang wajah Julie sedikit pun.

"Lagian, dia sudah tidak datang lagi!" sambung Bibi Lala sambil menghela nafas panjang.

"Owh, sayang sekali," ucap Julie lalu bergegas menuju meja kerjanya kembali. Bibi Lala memperhatikan langkah perempuan itu dari kejauhan.

"Kenapa?" tanya Bibi Lala terheran.

"Aku akan memberikan dia buku seri kedua dari buku tua dewa-dewi. Dia sangat menginginkan buku itu," jelas Julie. Dia melanjutkan pekerjaanya dengan menginput semua daftar anggota baru.

"Aku lihat kamu sudah tidak berbicara sendiri, dramanya sudah selesai?" Bibi Lala memulai topik hangatnya pagi ini.

"Hmm,"

"Aku sudah mengikuti kompetisi drama itu tetapi aku kalah," ucap Julie lirih. Walaupun dia sedang berbohong kali ini. Berbohong sekali untuk menutupi nama baiknya menurutnya tidak apa-apa. Orang-orang akan semakin menjauhinya dan menganggapnya gila jika dia bercerita mengenai Lif.

"Owh, sayang sekali kalo begitu," cetus Bibi Lala dan melanjutkan pekerjaanya.

"J-l-i-a?" suara itu mengema di setiap sudut perpustakaan membuat Julie serasa menegang seketika. Dia melirik ke kiri dan kekanan tetapi tidak ada seorang pun di sana.

"J-l-i-a?" ulangnya. Suara itu sayup-sayup dan mengema. Julie semakin ketakutan, keringatnya meluncur dengan cepat dan membasahi wajahnya. Siapa yang memanggilnya? Siapa suara itu?

"Siapa kamu!" teriaknya. Bibi Lala segera menghampirinya dan meletakan tangannya di kening Julie segera.

"Kamu kenapa?"

"Kesurupan?" tanyanya. Julie menghela nafas panjang. Dia menenangkan diri dan mengatur ritme jantungnya yang berdetak lebih cepat. Tangannya bergetar dan ujung kaki serta ujung tangannya terasa sangat dingin.

"Hmm, aku hanya kecapean. Akhir-akhir ini aku selalu menonton film horror."

"Aku terlalu mendalaminya," sahut Julie beralasan. Bibi Lala mengangguk dan segera bergegas kembali ke meja kerjanya.

Julie terdiam sejenak. Matanya mengawasi seluruh sudut-sudut perpustakaanya. Dia bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Siapa itu? Mengapa dia memanggil Julie dengan sebutan Julia?

Julie segera meneguk secangkir air mineralnya. Mengikat rambutnya ke belakang dan mencoba menenangkan dirinya lagi. Ini benar-benar membuat dia ketakutan setengah mati.

"J-l-i-a?" suara itu tepat di sampingnya. Julie perlahan-lahan membalikan wajahnya dan menatap Lif menatapnya dengan ekspresi datar. Julie menghela nafas lega dan mencoba menenangkan diri lagi.

"Itu kamu?" tanyanya. Lif menganggukan kepala dan mencoba menunjuk buku yang berada di samping Julie. Wajahnya masih saja sama, pucat dan tanpa ekspresi. Hanya saja, kali ini sayap Lif tidak terlihat. Jika seperti itu, Lif sangat mirip dengan manusia sekarang.

"Kamu mau ini?" tanya Julie. Lif mengangguk perlahan dan menyentuh buku itu. Dia terdiam begitu lama, ekspresinya berubah seperti dia lagi bersedih. Julie mencoba meraba buku itu bersamaan dengan tangan Lif. Dia menutup matanya sejenak dan serasa ada bayangan putih yang menguasai pikirannya.

"Apa yang kamu lihat?" sahut Lif. Julie semakin menutup matanya, dia ketakutan. Bayangan seorang putri yang sedang berlari dari sebuah istana begitu nyata. Bayangan seorang pangeran berkuda yang jatuh dan berlumuran darah begitu terasa. Bayangan mengenai sebuah peperangan, pembunuhan dan kehancuran yang sangat mengerikan.

"Apa yang kamu rasakan?" Julie segera membuka matanya dan menatap Lif dengan ekspresi bingung. Julie mengelengkan kepala dan memundurkan tubuhnya, menjauh dari lelaki asing itu.

"Aku hanya melihat dua orang yang terluka."

"Mereka saling menyakiti," jelas Julie. Lif menganggukan kepala dan mencoba menatap mata Julie lekat-lekat.

"Bagaimana kamu bisa bicara?"

"Kamu manusia?"

"Atau kamu makhluk aneh tetapi bisa berbicara?" rentetan pertanyaan itu membuat Lif segera berjalan menjauh dan menghilang. Julie menyapu keringatnya dan mencoba mengkosentrasikan pikirannya sekarang. Apapun yang berusaha di sampaikan Lif adalah hal yang sangat mengerikan.

"Kehancuran, peperangan, darah dan…" kata-katanya mengambang di udara. Julie secepat kilat meneguk air mineralnya lagi dan menghembuskan nafas panjang. Hatinya tiba-tiba serasa sesak seketika. Apa yang dia lihat?

"Nona!"

"Nona manis?"

"Nona Julie!" teriak Tuan Alexsander yang sudah berdiri di depannya beberapa menit yang lalu. Julie menonggakan wajahnya ke depan dan menatap lelaki paruh baya itu tengah tersenyum menatapnya.

"Aku sudah berdiri di sini kurang lebih lima belas menit dan anda hanya menatap dengan pandangan kosong."

"Anda lagi sakit Nona Julie, kalo anda lagi sakit, aku tidak akan berkunjung ke sini lagi," jelas Tuan Alexsander. Tongkat penyanganya jatuh seketika dan menimbulkan suara. Bibi Lala melirik dan kembali fokus pada pekerjaanya.

"Tidak! Tidak! Tuan Alexsander. Aku hanya kelelahan saja," ujar Julie beralasan. Tuan Alexsander menganggukan kepala dan memberikan buku seri pertama kepada Julie.

"Aku sudah tidak tertarik membacanya," ucapnya.

"Aku mau seri ke dua seperti yang kamu baca," sambung Tuan Alexsander. Julie mengangguk seketika dan memberikan buku itu kepadanya. Tangannya sedikit bergetar dan raut wajahnya sangat pucat.

"Anda benar-benar sakit Nona," gumam Tuan Alexsander. Julie hanya menganggukan kepala dan menyelesaikan administrasi peminjaman buku Tuan Alexsander secepatnya. Setelah itu, Tuan Alexsander kemudian keluar dari perpustakaan.

Bersambung…