Helen menjadi gugup seketika saat Julie membisikan hal aneh di telinganya. Dia tidak mendengarkan apapun saat ini. Tetapi wajah perempuan itu sangat yakin dan sangat pucat. Aura wajahnya berubah menjadi sangat menakutkan. Helen tidak percaya apapun yang berbau mistis tetapi saat melihat Julie, dia sedikit ketakutan.
"Bola matanya berwarna putih," bisik Julie lagi. Keringat langsung membanjiri wajah Helen. Dia sedikit gugup dan tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Apakah makhluk aneh itu di sampingnya? Apakah dia duduk bertiga sekarang? Apakah dia harus berteriak dan berlari?
"Please, jangan takuti aku. Aku tidak suka, Julie!" protesnya. Dengan snagat yakin, Julie menganggukan kepala dan mengeser tubuhnya agak ke samping.
"Ayok, kita pergi!" ajak Julie lalu menarik tangan Helen tiba-tiba. Pria aneh itu selalu mengikutinya. Apakah dia hantu tetapi hantu tidak datang di siang hari? Tetapi dia datang setiap malam hari dan tiba-tiba menakuti Julie dengan suara nyaringnya. Sayanpnya sama sekali tidak bercahaya hari ini. Julie heran mengapa Helen tidak melihat apa yang dilihatnya.
"Makhluk itu nyata! Ada di samping kita!" bisik Julie lagi. Helen mempercepat langkahnya di susul Julie yang tertawa dari belakang. Bisa saja hari ini Helen akan mengangapnya gila. Tetapi lelaki itu benar-benar ada di samping mereka tadi.
"Aku tidak suka kamu menakutiku," protes Helen. Mereka berdua sudah berada dalam busway. Julie memandangi Helen spontan saat perempuan itu bersuara.
"Serius, aku meliatnya!" ucap Julie penuh keyakinan. Dia harus membuktikan omogannya kepada Helen agar perempuan itu tidak mengangapnya gila.
"Serius Helen, percayahlah padaku!" sambung Julie. Helen mendesah, dia mengepal tangannya begitu kuat. Keringat membasahi wajahnya saat ini.
"Kamu ketakutan?"
"Dia sangat baik, dia hanya datang tiap malam dan diam saja."
"Dia tidak mengangguku tetapi hanya mengunjungiku lalu pergi," jelas Julie. Dia harus benar-benar menyakinkan Helen sebelum salah satu orang yang dipercayanya itu menganggapnya tidak waras juga.
Helen spontan meletakkan tanganya lagi ke kening Julie. Menyuruh Julie membuka mulut dan meleletkan lidah. Helen mengambil profesi kedokteran jadi dia harus memeriksa Julie hari ini.
"Kenapa?" tanya Julie bingung. Tangan Helen masih menempel di keningnya. Helen mengelengkan kepala beberapa kali saat memeriksa Julie. Bagaikan Julie adalah pasien yang sudah sangat kronis.
"Kenapa?" ulang Julie.
"Kamu sedikit demam, sama sepertiku," sahut Helen. Dia berbalik arah dan memandang ke luar jendela busway. Dia mendengus nafas panjang dan benar-benar lelah hari ini.
"Kita mau ke mana?" tanyanya.
"Perpustakaan, tempatku bekerja."
Helen terlihat bahagia menatap rak-rak buku yang berjejer rapi. Aroma buku tua begitu memabukan tetapi sangat Julie sukai. Aroma itu bagaikan narkotika tetapi tidak menimbulkan efek yang merugikan. Seharian dengan tumpukan buku tidak akan membuat Julie pusing. Dia sudah mulai menikmati ritme kerjanya.
"Apak ah kamu menyukai ini?" Helen tiba-tiba bertanya. Julie mengangukan kepala tanpa berkata sedikit pun. Dia harus merampungkan daftar nama angota baru yang masuk hari ini. Bibi Lala terus-terusan menatap wajah Helen yang pucat. Dia sudah memperingatkan kepada Julie bahwa temannya itu kurang sehat.
"Apakah di sini ada komik?"
"Aku sangat suka cerita detektif conan dari Jepang," sambung Helen. Julie memperlihatkan satu rak buku yang berisi segala macam komik.
"Apakah dia baik-baik saja?"
"Mengapa kamu membawhanya ke sini jika dia sedang sakit?" bisik Bibi Lala. Perempuan paruh baya itu berjalan menuju meja kerja Julie dan membuka kacamata minusnya.
"Dia dokter, jadi dia akan tahu kondisi tubuhnya," jawab Julie sambil tersenyum. Merasa cukup puas dengan jawaban itu, Bibi Lala segera kembali ke ruangannya dan melanjutkan kerjaan yang menumpuk.
Weeken seperti ini akan sangat merepotkan mereka berdua. Banyak pengunjung yang datang untuk mendaftarkan diri sebagai anggota baru. Kehadiran Julie di perpustakaan Newton memberikan rejeki tambahan kepada Miss Derlina.
"Ho-la?" sapanya. Julie sedikit berteriak tetapi segera menutup mulutnya sebelum para pengunjung melihatnya dengan raut wajah bingung.
"Kamu kenapa ke sini?"
"Mengagetkanku!" cetus Julie. Lelaki aneh itu hanya terdiam dan sama sekali tidak mengedipkan mata memandangi Julie. Wajahnya sangat datar dan sama sekali tidak berekspresi.
"Kamu mencari makan?"
"Sudahlah, aku tidak punya apa-apa selain mie instan. Jangan mengangguku lagi!" seru Julie. Helen mendekatinya dan Bibi Lala segera menuju ke meja Julie. Mereka secara bersamaan memandangi Julie dengan ekspresi bingung dan khawatir.
"Kamu sehat?" sahutnya bersamaan.
"Tuhan, benar saja mereka sudah mengangapku gila!" batin Julie.
"Aku lagi latihan drama untuk kompetisi," ujar Julie beralasan.
"Sedikit mendalami naskah drama biar menang," sambungnya dan tersenyum. Helen dan Bibi Lala menganguk secara bersamaan dan kembali ke posisi mereka semula. Julie mendengus kesal karena pria misterius itu menyungingkan senyuman. Orang-orang tidak bisa melihatnya, hanya Julie yang bisa melihat dan mendengarkan dirinya.
"Mengapa mengikutiku?"
"Kalo kamu hantu, mengapa keluar siang hari. Tidak takut panas?" bisik Julie pelan. Pria aneh itu mengelengkan kepala. Dia duduk di samping Julie dan mengamati kerjaan Julie. Matanya menyipit melihat buku tua yang berada di samping kotak makan perempuan itu.
"Kenapa?" Julie melihat sekilas wajahnya dan menatap buku bersampul hijau lumut itu.
"Kamu tahu isinya?" sambungnya. Lelaki aneh itu hanya menganggukan kepala tanpa bersuara. Julie sudah yakin bahwa lelaki itu tidak mengerti bahasanya.
"Kamu sejenis alien, hantu, robot atau apa?"
"Tuhan, jangan datang tiba-tiba di depanku. Aku bisa benar-benar di kira gila nanti," cetusnya kesal. Bibir Julie manyun ke depan dan dia sudah selesai menandai semua jenis kartu. Dia menyusun kartu anggota itu dengan sangat rapi di depan lelaki dingin dan misterius.
"Jadi, ceritakan kepadaku asal kamu, nama kamu dan semuanya." Julie berbisik dan mendekatkan wajahnya.
Lelaki itu hanya terdiam dan duduk manis di samping Julie. Dia sama sekali tidak berekspresi layaknya manusia yang memiliki mimik wajah. Lelaki aneh itu bangkit dari kursinya. Dia berjalan keluar lorong perpustakaan. Hari ini dia tidak membawah tongkat emas. Sayapnya terlihat sangat bersih dan putih. Ada gliter cahaya di setiap sisi dan membuat Julie takjub seketika.
"Apakah sayapnya baru saja di cuci?" batinya.
"Apakah dia malaikat pelindungku?" sahut Julie. Dia menggelengkan kepala dan menepis pikiran-pikiran aneh yang bersarang di otaknya saat ini.
"Ataukah karena aku terlalu jomlo sehingga Tuhan mengirimkan teman bermain yang absurb seperti itu?" batinnya. Lelaki aneh itu dalam sekali kedip menghilang dan terbang entah kemana. Sayapnya membawahnya entah ke negera mana.
"Woi! Kamu ke mana?" teriak Julie. Makhluk aneh itu sudah menghilang dan sama sekali tidak mengucapkan satu kata pun saat ini. Entah karena dia memang bisu atau di alam sana dia di larang berbicara. Tetapi terlihat aneh dan mencurigakan bagi Julie.
Bersambung…