Chereads / Single Father / Chapter 20 - Izinkan aku menjadi temanmu.

Chapter 20 - Izinkan aku menjadi temanmu.

"Kau masih disana?" Tanya Briella Amora saat mendapati Galen Ray yang masih berdiri di depan pintu pagarnya dengan wajah yang memerah.

"Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk pergi?" Tanya Briella Amora menatap Galen Ray.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Galen Ray dengan suara bergetar, tangannya masih mengepal sempurnah menahan amarah saat melihat sudut bibir Briella Amora yang kembali berdarah, dengan pelipis yang membiru.

"Hm, kau tidak perlu sekhawatir itu." Jawab Briella Amora mengangguk kecil.

"Tapi kau terluka lagi." Balas Galen Ray yang langsung mengusap sisa darah di sudut bibir Briella Amora, meski tangannya langsung di pegang oleh Briella Amora yang tidak ingin Galen Ray menyentuhnya lebih lama lagi.

"Ini akan sembuh dalam waktu beberapa..."

"Ave. Berhentilah mengatakan jika kau baik-baik saja. Aku tau jika kau dalam keadaan tidak baik-baik saja sekarang. Bahkan dari dulu aku tahu, kau yang selalu menutupi lukamu, dan berusaha terlihat tegar, kau yang selalu merasa bisa melindungi dirimu sendiri, padahal kau sangat butuh perlindungan, apa kau tidak lelah?" Tanya Galen Ray menatap wajah Briella Amora yang balas menatapnya.

"Lalu aku harus apa?" Tanya Briella Amora masih menatap tajam,

"Aku juga sudah lelah dengan semuanya, tapi... jika aku harus menutup mata, dan membiarkan semuanya, apa yang akan terjadi dengan Ibuku? Aku harus tetap kuat karena hanya aku yang di miliki Ibu sekarang. Aku tidak boleh terlihat lemah di mata orang apalagi di mata pria seperti Ayah." Balas Briella Amora dengan suara lantangnya.

"Dan sekarang... Kau sudah tahu semuanya, kau sudah mendengar dan melihatnya kan? Mungkin aku sudah tidak perlu menjelaskannya lagi, apa yang terjadi dengan keluargaku, dan kenapa aku bisa sampai seperti sekarang ini. Aku harap kau kau bisa mengerti Galen dan tinggalkan aku." Lanjut Briella Amora yang langsung melangkah pergi.

"Aku tidak akan meninggalkanmu hanya karena kau dan keluargamu." Seru Galen Ray yang seketika menghentikan langkah kaki Briella Amora.

"Lalu apa yang akan kau lakukan? Don't pust your self," Balas Briella Amora kembali membalikkan tubuhnya, menatap Galen Ray dengan ekspresi yang sama, datar. "Don't worry, aku bukan orang yang harus kau cemaskan Galen, percayalah. Aku baik-baik saja," Sambungnya.

"Setidaknya biarkan aku... "

"Aku tidak akan membiarkan siapapun!" Sela Briella Amora tegas. Semakin memasangi benteng kokoh di dalam hatinya, seolah tidak ada satu orangpun yang berhak untuk memasuki benteng tersebut.

"Berhenti bersikap demikian Briella Amora, aku mohon! Jika kau tidak bisa membuka hatimu untukku, setidaknya izinkan aku menjadi temanmu Ave, aku ingin menjadi orang yang kau tuju jika kau merasa lelah dan butuh tempat untuk bersandar, meskipun aku tahu, kau bukan gadis yang lemah dan cengeng, tapi aku ingin, kau tidak menghadapi ini sendirian, dan aku sungguh ingin menjadi temanmu," Sambung Galen Ray masih menatap wajah Briella Amora, mencoba meluluhkan hati gadis tersebut dan menembus dinding keras yang menutupi hatinya.

Jika cintaku bisa membuatku jauh darimu. Aku lebih memilih membunuh perasaanku dan menjadi temanmu agar kau bisa selalu dekat denganku. Batin Galen Ray.

"Terimakasih Galen Ray," Ucap Briella Amora sembari tersenyum, dan kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya.

Setidaknya kau masih bisa tersenyum, di saat perasaan dan hatimu hancur Briella Amora. Dan hal itu cukup membuatku lega. Karena kau benar-benar bisa menjaga orang-orang yang sangat kau sayangi. Batin Galen Ray masih menatap rumah sederhana di hadapannya yang sudah nampak terlihat gelap.

* * * * *

LUCE CORPORATION.

"Bagaimana? apa kau sudah menemuinya?" Tanya Claude Cavero yang masih menyandarkan tubuhnya di sofa tengah ruang kerjanya.

"Iya Tuan, tapi... Nampaknya Nona Briella Amora masih butuh waktu untuk berfikir." Jawab Aksel Regan masih memijat tengkuk lehernya.

"Berfikir? Memang apa lagi yang harus dia pikirakan?" Tanya Claude Cavero menyenderkan tubuhnya sambil bersidekap.

"Yah, mungkin ada banyak hal yang menjadi pertimbangan Nona Briella, dan saya bisa melihat itu. Di tambah lagi yang saya dengar Nona Briella tidak begitu akur dengan Tuan muda Kenzo," Balas Aksel Regan yang membuat Claude Cavero mengernyit.

"Aku tidak yakin gadis seperti dia bisa tunduk kepada Kenzo, bisa saja Kenzo yang akan menyerah terlebih dulu menghadapi gadis itu." Balas Claude Cavero mengedikkan bahunya.

"Sepertinya begitu Tuan, dan tidak menutup kemungkinan Tuan muda Kenzo bisa jatuh cinta pada Nona Briella," Balas Aksel Regan mengangguk kecil dengan senyum tipisnya.

"Kau yakin selera Kenzo sudah berubah dan menyukai gadis seperti dia?" Tanya Claude Cavero nampak ragu. Sebab ia sendiri tidak begitu mengingat seperti apa rupa gadis yang selalu menutupi wajahnya dengan tudung hoodie tersebut, ia juga sebenarnya tidak peduli, meskipun gadis yang menurut mereka sedikit aneh itu akan menjadi pengasuh putranya.

"Dia gadis baik bermata indah," Balas Aksel Regan nampak serius.

"Yah, aku percaya dengan penilaianmu Aks,"

"Percayalah, Nona Briella tidak seburuk itu." Balas Aksel Regan terkekeh.

"Baiklah. Tapi... Apa yang terjadi denganmu sekarang?" Tanya Claude Cavero saat menyadari kondisi Aksel Regan saat ini, terlebih lagi Claude Cavero bisa mencium aroma matahari yang menyengat, hingga mampu membuat penciumannya terganggu, di tambah lagi dengan kemeja yang sudah tidak terkancing dengan utuh, lengkap dengan wajah memerah terbakar matahari dan rambut yang nampak acak-acakan. Sungguh jauh dari kesan maskulin, dan rapi seperti apa yang sering terlihat di tiap harinya.

"Ah ini... Lupakan saja Tuan, tidak ada yang menarik di balik kondisiku sekarang ini," Jawab Aksel Regan yang enggan menceritakan kisanya kepada sang Dirut yang masih menunggu jawaban darinya.

"Lalu apa gadis itu setuju dengan makan malam kita nanti?" Tanya Claude Cavero lagi.

"Iya Tuan, tentu saja, Nona Briella sudah mengiyakan." Jawab Aksel Regan.

"Baiklah, kita akan menjemput Rey di sekolah." Ucap Claude Cavero yang langsung beranjak dari duduknya.

Namun langkah kakinya terhenti saat dengan tiba-tiba Trixie Viviane sudah berdiri tepat di depan pintu masuk dengan senyum manisnya seperti biasa.

"Xie?"

"Bisakah aku ikut bersamamu Clau? Untuk menjemput Rey di sekolah?" Ucap Trixie Viviane penuh permohonan.

"Kau? Kenapa?" Tanya Claude Cavero.

"Yah, aku hanya ingin melihat sekolah Rey yang baru, lagi pula sudah sangat lama aku tidak menjemput Rey ke sekolah." Balas Trixie Viviane meraih pergelangan tangan Claude Cavero untuk di genggamnya.

"Tapi... "

Rey tidak akan menyukai ini, astaga. Kelu Claude Cavero membatin sambil mengurut keninganya.

"Anggap saja untuk menebus kesalahanmu karena sudah membatalkan acara makan malam bersama Ayah." Sambung Trixie Viviane yang masih bergelayut di lengan Claude Cavero yang sesaat mengalihkan pandangannya kearah Aksel Regan yang hanya mengedikkan bahu dengan satu alis terangkat ke atas.

"Ha? Yah... Baiklah... " Balas Claude Cavero mengiyakan dan langsung melangkah keluar dari ruangannya, yang di susul oleh Aksel Regan.

Hingga 30 menit kemudian, sporcar type Sweeptail Rolls Royce milik Claude Cavero sudah terparkir tepat di depan gerbang sekolah, bahkan dia sudah melihat putranya yang tengah berdiri dengan tangan yang masih di genggam oleh Mis Hellena sang wali jelas.

Dengan senyum yang terlihat bahagia, Reynand Ray menyambut kedatangan sang Ayah yang langsung mengulurkan tangannya dan meraih tubuh putranya untuk di gendongnya. Namun tiba-tiba senyum itu luntur seketika saat melihat Sekretaris sang Ayah yang ikut turun dari mobil dan langsung menghampiri mereka berdua dengan senyum manisnya yang terlihat menawan.

"Lihatlah... Sungguh keluarga yang bahagia, Ayah dan Ibunya sungguh pasangan yang serasi."

"Mungkin sebentar lagi Tuan Cavero akan menikahi Sekretarisnya. Bukankah sekretarisnya itu terlihat sangat cantik?"

"Sepertinya wanita itu sangat menyayanginya, anak yang sangat beruntung."

Suara-suara sumbang dari mulut para orang tua murid mulai memenuhi pendengaran Reynand Sky saat ini, meskipun ia berpura-pura tuli dan mengabaikan semua ucapan-ucapan itu, namun tetap saja, perkataan itu terasa memenuhi telinganya dan membuat remaja seusianya merasa sangat tidak nyaman.

"Selamat siang Rey," Sapa Trixie Viviane seraya mengusap rambut Reynand Sky yang masih berada di gendogan Claude Cavero.

"Siang Bibi," Balas Reynand Sky yang masih berusaha untuk mengeluarkan senyumnya dengan mata yang terus menatap orang-orang yang tengah berbisik dengan senyuman mereka masing-masing saat melihat adegan saat ini.

"Daddy, bisakah kita pergi sekarang?" Tanya Reynand Sky yang sudah mulai tidak nyaman dengan keadaan di sekitarnya.

"Baiklah, Daddy akan mengantar Rey terlebih dahulu sebelum kembali ke perusahaan." Ucap Claude Cavero yang langsung menuju mobil. Yang disana sudah menunggu Aksel Regan dengan pintu mobil terbuka.

"Bisakah Bibi duduk di depan saja bersama Paman Aksel?" Tanya Reynand Sky lagi saat melihat Trixie Viviane yang sudah siap masuk ke dalam mobil samping Claude Cavero, bahkan kaki kanan Trixie Viviane yang sudah masuk kedalam mobil terpaksa ia keluarkan kembali.

"Ah iya... Tentu saja sayang, biar Bibi duduk di depan saja." Balas Trixie Viviane dengan senyum di buat semanis mungkin untuk menutupi kekesalannya, dan langsung membuka pintu depan dan duduk di jok samping kemudi sambil mengatur perasaannya.

Sabar Trixie, kau harus sabar. Ini baru awal, Batin Trixie Viviane seraya menarik nafas panjang dan kembali mengeluarkannya dengan perlahan, dan kali memasang senyum di wajahnya cantiknya.

"Bagaimana kalau kita makan siang dulu, Bibi yakin Rey pasti lapar kan?" Tanya Trixie Viviane saat mereka sudah berada di dalam mobil.

"Rey tidak lapar, mungkin Paman Aksel lapar?" Tanya Reynand Sky balik sambil menatap Aksel Regan yang hanya melongo. Sedang Claude Cavero yang melihat tingkah Reynand Sky hanya bisa menahan senyumnya sambil menggeleng pelan.

"Apa Rey benar-benar tidak lapar?" Tanya Claude Cavero perlahan, mengusap kepala sang putra yang kembali menggeleng kecil.

"Tidak Daddy, Reh hanya merasa capek saja." Balas Reynand Sky menyandarkan tubuhnya di jok mobil.

"Baiklah. Mungkin lain kali Xie." Ucap Claude Cavero menatap wajah Trixie Viviane lewat kaca spion.

"Iya Clau, tidak masalah." Balas Trixie Viviane yang hanya bisa tersenyum garing saat menerima penolakan halus dari Reynand Sky.

"Daddy, bagaimana dengan kakak Malaikat?" Tanya Reynand Sky menatap wajah sang Ayah.

"Coba tebak," Jawab Claude Cavero dengan senyumnya.

"Apa Kakak Malaikat bersedia menjadi pengasuh Rey?" Tanya Reynand Sky dengan wajah berbinar.

"Kita bisa mengetahui jawabannya besok, tapi... Malam ini kita akan makan malam dengannya." Jawab Claude Cavero lagi.

"Benarkah?" Tanya Reynand Sky semakin berbinar. Bahkan terlihat sang bahagia.

"Tentu saja Nak, Daddy juga masih berutang terimakasih padanya." Sambung Claude Cavero.

"Rey jadi tidak sabar menunggu malam," Ucap Reynand Sky yang terlihat sangat bahagia, bahkan reflek memeluk sang Ayah. Berbeda halnya dengan Trixie Viviane yang tiba-tiba berwajah suram saat mendengar obrolan Ayah dan putra tersebut. Hatinya seketika panas dengan kekecewaan yang membuatnya hanya bisa menarik nafas berat untuk mengatur perasannya.

Jadi kau membatalkan acara makan malam dengan keluargaku dan lebih memilih makan malam dengan gadis itu? Apakah kau benar-benar akan melakukan itu Claude? Baiklah. Batin Trixie Viviane yang terus larut dalam lamunannya, perasaannya masih saja merasa gelisah saat melihat ekspresi bahagia Reynand Sky juga senyum dari Claude Cavero, dan sungguh, hal itu membuatnya benar-benar tidak nyaman. Hingga ia kembali tersadar saat mobil sudah berhenti tepat di depan Mansion.

"Selamat siang Tuan muda Rey," Sapa Kenzo Aristide yang saat ini tengah berada di ruang tengah dengan stik PlayStation di tangannya. Bahkan tanpa memalingkan pandangannya sedikitpun dari layar LCD.

"Siang Uncle Ken," Balas Reynand Sky yang langsung menghampiri Kenzo Aristide yang tiba-tiba kaku saat pandangannya tertuju kepada Trixie Viviane di sana.

"Selamat siang Tuan muda Kenzo," Sapa Trixie Viviane tersenyum anggun.

"S-iang Kak Xie," Jawab Kenzo Aristide langsung beranjak dari duduknya.

"Bagaimana kabarmu? lama tidak bertemu, kau semakin tampan," Jawab Trixie Viviane dengan segala pesonanya yang semakin membuat hati Kenzo Aristide tak karuan.

Aahhkkk... Jantungku.. seperti akan meledak. Kelu Kenzo Aristide membatin sambil memegangi dadanya.

"Berhenti menggodanya Xie, wajahnya bahkan sudah terlihat pucat sekarang." Balas Claude Cavero seraya merapikan dasinya. Dan bersiap untuk pergi.

"Uncle Ken sakit?" Tanya Reynand Sky terlihat khawatir.

"Ah, tidak... Uncle hanya sedikit merasakan gerah di sini," Jawab Kenzo Aristide mengusap dahinya yang sedikit berkeringat.

"Gerah? Tapi... "

"Sastt diamlah, ayo temani Uncle makan, bukankah Rey belum makan?" Tanya Kenzo Aristide sambil membekap mulut Reynand Sky dengan telapak tangannya.

"Iya, Rey sangat lapar," Balas Reynand Sky seraya mengusap perutnya yang mulai keroncongan.

"Kak Xie, saya kedalam dulu," Pamit Kenzo Aristide menggenggam telapak tangan Reynand Sky.

"Iya Ken," Balas Trixie Viviane mengangguk dengan senyumnya.

"Daddy akan berangkat sekarang?" Tanya Reynand Sky menatap sang Ayah yang tengah mengenakan jasnya.

"Iya Nak, Rey sama Uncle Ken dulu ya?" Balas Claude Cavero menghampiri sambil mengusap pucuk kepala sang putra.

"Sampai bertemu sore nanti Daddy," Ucap Reynand Sky dengan wajah berbinar.

* * * * *

Bersambung...