Pertemuan antar anggota kerajaan—bangsawan. Membahas tentang kerja sama atau pembagian daerah kekuasaan. Kadang hanya sekadar ramah tamah untuk mempererat koalisi seperti saat ini. Walaupun jauh di dalam sana, lebih merujuk pada mencari celah, mengorek-ngorek kesempatan untuk menjatuhkan dan mengambil seluruhnya. Berada di puncak. Manusia tidak pernah puas, sekalipun sudah berada di atas, mereka tetap akan kelaparan, mencari pencapaian-pencapaian yang lain. Yang membedakan adalah serakus apa dirimu menyatap sajian yang bahkan bukan milikmu. Mencuri, menipu dan bersikap manipulatif.
Namun ada beberapa kenyataan yang cukup pahit, seperti, ketika kau berusaha berada di sisi paling baik, akan ada banyak godaan. Saat kau bersikeras tetap bertahan, kau akan menghilang dari orang-orang yang berusaha sampai ke puncak, sebab menurut mereka, kau terlalu lemah. Kau akan diinjak-injak, atau setidaknya, kau harus memilih di kubu mana kau akan berada. Agar bisa tetap bertahan hidup.
Begitulah cara hidup para bangsawan berkerja ; The Royals.
Pangeran Royce berada dalam kamarnya. Berdiri di depan cermin memerhatikan sosoknya sendiri. Merapihkan jas hitam formal dengan dasi yang dipasang pada kerah. Sudah pasti rancangan designer khusus. Para anggota kerajaan sudah seharusnya berpenampilan terbaik dan mewah. Seperti tuntutan, harus terlihat tak terjangkau. Tak tersentuh. Tidak bisa disamakan dan disejajarkan dengan orang-orang biasa. Kadang mereka membeli beberapa merek high end di toko tertentu, atau dibantu oleh personal shopper. Kebanyakan didesain langsung terutama pada acara-acara seperti ini. Merek-merek mahal akan berlomba mengajukan proposal agar dipakai oleh anggota kerajaan. Kalau fotonya terlihat, mereka akan mendapa untung promosi yang tidak bisa sembarang didapatkan. Selebihnya tentu mendapat kesan dari keluarga kerajaan adalah yang terbaik. Menambah pride tersendiri.
Royce terlihat sangat tampan, memang sebenarnya dia selalu tampan. Darah yang mengalir dalam diri mereka dari sang raja, membuat paras mereka hampir mendekati sempurna jika mau disandingkan dengan dewi afrodit. Tampilan sempurna untuk pertemuan ramah tamah antara anggota bangsawan, yang sebenarnya sangat dia benci. Royce Manayaka lebih memilih tidur di dalam kamar, atau ke kelab meminum belasan gelas gin sampai mabuk dan melepas segala masalah dalam kepala. Atau kalau perlu, dia ingin dapat membuang dirinya sendiri—hal yang dia pertahankan dan juga paling dia benci. Ia sangat membenci dirinya, tetapi ada beberapa hal yang harus membuatnya tetap bertahan.
Mendengus kesal, Royce berkata, "sebenarnya mengapa kau harus ada di sini sih?" protesnya dengan tatapan tidak suka. Jengah. Sinis sekali. Melirik dari cermin, ada sosok wanita yang dengan santainya duduk di kasur sambil menyilangkan kakinya. Kedua tangan menyangga di kasur dan dagu sedikit naik—angkuh—menatapnya. Tentu saja tidak lain dan tidak bukan adalah saudara tirinya, pemilik tetap marga Manayaka. Anggota kerajaan yang sesungguhnya. Kayari Manayaka.
Perempuan cantik dan seksi yang menyerupai ular berbisa dan penyihir jahat. Namun—sangat memukau. Dimengerti mengapa banyak sekali yang tergila-gila pada Kayari namun tidak mendapatkan apa-apa. Atau mungkin hanya sekadar bersenang-senang. Satu-satunya yang Kayari pedulikan hanyalah kekuasaan.
"Apalagi? Mengawasimu. Memastikan kau tidak memakai baju pengemis seperti biasa. Celana robek-robek. Atau mencegah dirimu menjadi sosok menyeramkan yang seakan hendak mengadakan pemberontakan dengan menutup seluruh dirimu, sampai sulit ada yang terlihat. Kalau kau ingin tak terlihat, sekalian saja menghilang dari dunia ini, Royce. Mati saja. Itu lebih baik." cerocos Kayari tak terkontrol seperti biasa. Selalu tepat seolah menusukkan belati di dada Royce. Pria itu tahu sebenci apa Kayari padanya. Saingan dalam mendapatkan takhta, selain itu, dia adalah anak dari selingkuhan ayahnya. Membayangkan dirinya saja, Royce ingin muntah. Menjijikan.
Royce Manayaka sudah lebih dari muak mendengar ribuan caci maki yang keluar dari mulut gadis itu. Berpikir bagaimana membungkamnya karena sekalipun dibalas tetap saja akan terus berapi-api. Padahal bisa dibilang selama ini dia tak terkalahkan dalam menancapkan belati melalui kata-kata.
Kayari mendengus kesal melihat kakak tirinya yang benar-benar terlihat menyedihkan itu. Merasa setengah kasihan dan setengah malu. Akhirnya dia memutuskan bangkit. Mendekat berdiri di belakang Royce. Menyentuh punggung dan memutar tubuh pria itu hingga mereka berhadapan.
"Sampai kapan kau tidak bisa memasang dasi dengan benar, Pangeran Manayaka?!" sarkas Kayari, namun tetap saja tangannya membantu untuk membenarkan. Memasangkan. Menjangkau kerah Royce dan membuka dasi pria itu. Lalu memasangkannya lagi seperti awal dengan benar.
Tertegun sesaat, jantung Royce berdebar. Bagaimana ya—dia itu pria dengan orinetasi seksual straight. Tertarik secara seksualnya pada wanita. Sekalipun ia tak menyukai Kayari, tapi jarak mereka begitu dekat. Maju sedikit saja, bibir penuh yang merah dan sedikit basah itu, akan jatuh pada lumatannya. Matanya bahkan tidak dapat beralih dari Kayari, ada sesuatu yang hendak naik sampai menyebar ke seluruh tubuhnya.
Beberapa detik kemudian, semua hancur ketika Kayari mulai membuka suara seperti biasa. Mustahil akan baik-baik saja, ada saja kalimat pedas wanira itu. "Mendongak! Napasmu mengenai kulit tanganku. Nanti aku bisa kena penyakit kulit!" ujar Kayari tak nyaman. Raut wajahnya benar-benar terlihat sinis dan menunjukkan kejijikan. Tipikal Kayari. Orang akan langsung tersinggung jika diperlakukan seperti itu oleh Kayari. Bahkan hanya ditatap dengan normal saja, mereka menganggap Kayari sangat sinis. Dingin, namun itu pesonanya. Lain lagi kalau Kayari sudah tersenyum, semua akan luluh. Pesonanya cukup luar biasa untuk seolah ratu. Banyak juga yang menyukai sampai dia memiliki club penggemarnya sendiri.
Lantas semua yang ada di kepala Royce langsung buyar. Sulit memang menciptakan afeksi khusus dalam waktu lebih dari sepuluh detik jika berhubungan dengan Kayari. Mereka berdua adalah kekacauan. Mungkin kasarnya, mereka memang tidak diciptakan untuk hal melankolis seperti itu satu sama lain. Hanya saling menyerang, atau bekerja sama hanya untuk menjatuhkan orang lain. Sebatas itu. Namun jangkauannya luas jika berbicara tentang ambisi dan kekuasaan.
"Sudah!" Kayari menepuk pelan dada Royce. Mulai ada perubahan. Sepertinya dia sudah mulai berolahraga. Kayari merayakan keberhasilannya memasangkan dasi. Tersenyum dengan renyah.
Royce ikut tersenyum. Manis. Senyuman barusan mengingatkannya pada Kayari kecil. Lucu. Renyah mengalahkan kue jahe bikinan nenek pada musim dingin. Tentu kecuali kenyataan dia tidak pernah memiliki hal semacam 'nenek' di kehidupannya. Sejak lahir, dia sudah berada di istana dengan sang ibu menjadi pelayan. Tumbuh besar di sana. Tapi sepertinya lebih baik daripada Kayari yang tidak bisa bergerak bebas sama sekali. Menyedihkan.
"Kenapa kau ikut tersenyum seperti itu? Menyeramkan!" tanya Kayari retorik. Menatap Royce dengan ngeri.
Lagi.
Menghela napas berat, Raut wajah Royce langsung berubah seketika. Tanduk seakan keluar dari kepalanya. "Tentu karena aku senang mempunya pelayan seorang putri," jawab Royce dengan begitu bangga. Sarkasme. Ia baru saja melabeli Kayari pelayannya.
"P—pelayan?" suara
Royce menunjuk dasinya dengan senyum licik. "Terima kasih telah memakaikan dasi tuanmu," tambah Royce. Mereka sekarang seperti sedang berperang dan saling menyerang satu sama lain. Selalu begitu.
Kayari kesal sekali. Geram. Dia tidak suka kekalahan apalagi menyangkut Royce. Meremas tangannya sendiri. Berusaha menahan amarah agar tidak meledak. Tapi Royce hanya tersenyum puas. Melihat punggung gadis itu yang keluar dari kamarnya dengan mencak-mencak.
"Rasakan itu!" gumam Royce puas sekali. []