Chereads / One Perfect Mistake / Chapter 26 - Selamat Tinggal Ayah

Chapter 26 - Selamat Tinggal Ayah

Hari masih subuh saat aku terbangun karena posisi tidur kami yang tidak nyaman. Kulihat mata Anne juga membuka. Aku berdiri dan melepaskan kemeja yang masih melekat di badanku. Dan Anne juga berdiri lalu aku melepaskan sisa pakaian Anne. Aku tercekat melihat tubuhnya yang terlihat sangat menggoda tidak ditutupi selembar benang pun.

Setelah itu aku mendorongnya duduk kembali ke sofa dan aku berjongkok di depannya. Aku menelusuri dadanya dengan jariku, turun ke perutnya, turun lagi ke bawah.

Anne menggigit bibirnya sambil menutup matanya. Aku menambahkan bibirku dalam penelusuranku. Anne menggelinjang penuh nikmat. Nafasnya pendek pendek dan sesekali mengerang seksi.

Lalu aku membalikkan badannya agar bagian punggungnya yang menghadapku. Lalu aku menyatukan tubuh kami dari belakang. Anne memegang bagian atas sofa sambil bergerak sesuai ritme liar kami. Sampai pada akhirnya kami mencapai tujuan.

Mengingat posisi tidur kami yang tidak nyaman di sofa itu. Aku menggendongnya masuk ke dalam kamar dan kemudian kami pun tertidur.

***

Keesokan paginya aku bangun saat mendengar suara air mengalir. Aku mengambil ponselku yang tergeletak di lantai dekat baju kami yang berserakan. Kulihat baru jam tujuh tapi aku membaca ada beberapa pesan. Dan ada satu pesan dari Bob yang membuatku gembira.

Aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju suara tersebut.

Aku membuka pintu kamar mandi dan Anne memekik kaget. Secara refleks Anne menyilangkan tangannya menutupi dadanya

"James!!"

"Hai Anne, boleh bergabung kan. Kita harus menghemat penggunaan air kan." Kataku cuek. Lalu menutup pintu kamar mandi.

"Ehhmm James… tadi malam itu salah… maksudku… eh… aku tidak bermaksud…"

Aku menutup mulutnya dengan satu ciuman dan meremas pantatnya hingga mendekati badanku.

"Tidak ada yang salah di antara kita Anne. Aku sudah resmi bercerai."

"Jangan bohong James… eh… kita tidak seharusnya begini…"

"Aku tidak bohong Anne. Aku baru saja mendapatkan kabar dari pengacaraku."

"Oh...ehhm…"

"Jadi aku sudah boleh bersamamu kan?" Bisikku ke telinga Anne sambil menjilati air yang mengalir di dadanya.

"Ehmm… kurasa begitu," Anne berkata pelan sambil menundukkan mukanya.

"Baiklah mari kita meresmikan hari jadian kita yang pertama." Aku menurunkan kedua tangan Anne yang disilangkan lalu mengecup pelan lehernya. Kulihat ada banyak bekas ciumanku tadi malam. Aku menambahkan lagi beberapa. Lalu tanganku merabanya pelan sambil menikmati guyuran air shower.

Anne mendesah pelan dan menyentuh dadaku. Aku mendorong tangannya ke arah yang membutuhkan perhatiannya. Anne melotot kepadaku. Dan aku tertawa.

Aku memutar pelan jariku dan Anne merintih pelan. Aku mendorongnya mundur hingga sampai pada dinding dan Anne masih terus merintih. Aku mendekapnya dan membawa kami menuju kenikmatan yang tak terbelenggu apapun. Tidak ada lagi yang bisa menghalangi kami sekarang.

Setelah kami mengeringkan badan dan berganti baju. Kami cepat-cepat makan sebelum berangkat. Waktu kami hanya sedikit pagi ini karena kegiatan tambahan tadi.

"Anne aku akan berangkat ke rumah sakit setelah ini. Kamu mau kuantarkan?"

"Tidak usah James. Aku bisa naik kereta. Dan lagi aku ada perlu sebentar sebelum ke sana."

"Baik, nanti malam aku akan ke sini lagi."

"Oh baiklah." Sahut Anne malu-malu. Aku tertawa membayangkan reaksi Anne di pagi hari dan di malam hari sangat berbeda.

"Jangan lupa ini hari pertama kita." Lalu aku menciumnya pelan dan berangkat lebih dulu.

Aku kembali meminta sekertarisku mengantarkan beberapa stel baju dari rumah. Mike akan langsung menyusulku setelah urusannya selesai.

Sesampainya aku di depan kamar ayah, kulihat ada banyak orang berlari-lari di dekatnya. Hatiku berdegup kencang. Ada sesuatu yang terjadi!

"Permisi suster, ada apa ya? Saya anak dari Bapak Marcus."

"Pak Marcus sedang kritis pak. Kami baru saja membawanya ke ruang operasi."

Darahku mendadak berhenti mengalir, "dimana ruang operasinya?" Aku berlari kencang.

Setelah aku menemukan ruang operasinya, aku menunggu diruang tunggu di dekatnya. Ada sebuah monitor yang tergantung di dindingnya. Ada status pasien yang sedang berada di ruang operasi. Saat ini hanya ada nama ayah disitu.

Aku melihat perkiraan lama operasi tidak dituliskan disitu. Aku berharap semua baik-baik saja. Aku terus duduk di situ hingga siang tapi masih belum ada tanda-tanda operasi selesai.

Aku sudah berganti baju dan Mike pun ada disitu tapi operasi masih terus berjalan. Hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul dua siang, pintu kamar operasi terbuka.

Aku langsung mengarahkan pandangan ke mata dokter utama yang memimpin operasi. Aku langsung tahu siapa orangnya karena bajunya paling berbeda dibandingkan dengan personil lainnya. Saat aku melihat matanya, aku tahu operasinya gagal.

Aku mempersiapkan diriku dan bertanya walaupun itu tidak perlu, "bagaimana dokter?"

"Maaf Pak, kami tidak berhasil menyelamatkannya. Ada gumpalan darah di otak yang menyebabkan serangan kedua sangat berbahaya. Kami turut berdukacita." Dia mengangguk sebentar dan lalu meninggalkan kami sendiri.

Aku langsung terduduk dan tidak bisa mengucapkan apapun. Mike pun duduk di sebelahku.

Aku tahu usia ayah sudah tidak muda lagi dan aku harus siap dengan segala hal yang mungkin terjadi. Tapi aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi setelah ayah berbincang dengan istriku. Aku merasa kematiannya terlalu tragis. Seandainya aku tidak menikahi Lucy apakah hal ini akan terjadi?

Air mataku turun pelan mengiringi kesedihan hatiku yang mendalam. Selamat jalan ayahku, guruku, mentor. Aku bisa melakukan dan mendapatkan banyak hal karena dirinya. Dan kematiannya yang tiba-tiba sangat memukul hatiku.

Aku terdiam selama beberapa saat. Lalu makan bersama Mike di restoran di dalam rumah sakit. Setelah itu aku mengumpulkan tenaga dan memberi kabar pada keluarga besar ayah dan ibu, teman dekat mereka dan staf di kantor. Ada puluhan nomor yang harus dihubungi. Dan aku memberikan beberapa nomor lain pada sekertarisku untuk mengirimkan berita duka ini. Beruntungnya aku memiliki sekertaris yang bisa diandalkan untuk saat-saat seperti ini.

Aku juga mengirimkan pesan pada Anne karena malam ini aku tidak bisa menemuinya. Aku harus mulai mengurus rumah sakit dan pemakamannya. Anne mengirimkan pesan turut berduka cita. Dan kata-kata penghiburan.

Tapi hari ini tidak akan pernah terjadi bila aku tidak membuat keputusan yang salah bukan? Aku tidak mengirimkan pesan pada Lucy. Dia bukan lagi bagian dari keluarga kami. Dan aku mempunyai alasan kuat untuk membencinya saat ini. Apa yang kira-kira mereka bicarakan pada hari keberangkatan Lucy sehingga membuatnya jatuh sakit?

Suara orang-orang di sebelahku terdengar begitu jauh. Untunglah ada Mike di sebelahku. Dia terus menemaniku dan memaksaku makan untuk mengumpulkan tenaga.

Malam itu aku tertidur di dalam kamar ayah di rumah sakit. Walaupun badan ayah sudah dibawa ke rumah kematian, aku masih enggan meninggalkan kamar terakhir ayah masih hidup.

***

Paginya aku bangun merasa lebih tenang dan segar. Aku merasa siap membalas beberapa pesan dan telepon yang masuk. Aku berangkat ke rumah kematian dan berjaga di sana bersama Mike.

Aku bangga pada Mike. Di saat-saat seperti ini dia benar-benar bersikap tenang dan terkendali. Tidak sekalipun aku melihatnya merengek cape. Padahal Mike menjaga ayah sejak operasi berlangsung. Dia bahkan membantuku menjawab telepon yang masuk di ponselku saat aku masih terpukul.

Benar-benar anakku. Bahkan sifat dan pembawaan kami sangat mirip. Aku bersyukur Mike tidak seperti Lucy. Satu-satunya hal baik yang kudapatkan setelah menikah adalah Mike.

Lucy.

Aku langsung jijik mengingat nama terkutuk itu. Perempuan jahanam. Apapun yang disentuhnya akan hancur karena kejahatan hatinya. Atau mungkin dia memang tidak memiliki hati. Mengingat caranya merebut warisan Mike, aku seharusnya sadar lebih cepat kalau wanita itu adalah iblis.

Saat Lucy telah kembali ke kota. Aku akan bertanya tentang hari di saat ayah jatuh sakit. Aku bersyukur sekarang sudah resmi bercerai darinya. Walaupun perceraian kami tidak mulus tapi pada akhirnya hubungan di antara kami selesai sudah. Aku muak kalau teringat-ingat semua tentangnya. Hidupku sia-sia hanya karena menikah dengan orang yang salah. Puluhan tahun seakan terbuang sia-sia.