Chereads / One Perfect Mistake / Chapter 31 - Melepas Mike

Chapter 31 - Melepas Mike

Anne tersenyum saat melihatku datang. Dia membuka pintu mobil dan duduk di sebelahku.

"Sudah lama menunggu? Maaf tadi lalu lintas sedikit macet."

"Tidak lama kok. Mau makan dulu?"

"Boleh. Mau kemana?"

"Hari ini kamu yang memilih ya."

"Boleh. Oh aku tahu ada tempat baru yang kamu pasti suka."

Aku mengemudikan mobilku ke arah pusat perbelanjaan. Disana baru saja dibuka tempat menonton bioskop drivethru yang baru dan luas. Aku memesan sebuah paket makan berdua dan popcorn. Lalu kami diarahkan ke tempat kami harus memarkir mobil.

Aku melihat sekelilingku dan tempatnya hanya separuh terisi. Mungkin karena film yang akan kulihat hanya drama romantis biasa. Tapi aku sedang tidak ingin menonton film eksyen, horor atau bahkan komedi. Film yang paling tepat saat kencan sudah tentu adalah drama romantis bukan.

Dalam waktu singkat makanan yang kami pesan telah diantarkan. Baunya begitu menggoda dan kami makan sambil menunggu sejenak sebelum film dimulai. Dan saat film dimulai hanya ada popcorn yang tersisa. Sepertinya acara bercinta beberapa kali dalam semalam sangat menguras energi kami.

Aku memundurkan kursi Anne dan kursiku sendiri agar bisa lebih jelas menikmati film yang diputar. Aku merasa rileks saat menonton. Sudah lama sekali aku menikmati saat-saat seperti ini. Sesekali aku memegang tangannya atau menariknya hanya untuk menciumnya dan berakhir dengan nafas terengah-engah.

Kami berusaha sebisa mungkin berkonsentrasi dan terus menonton film yang diputar walaupun itu sulit sekali.

Kadang-kadang aku mengelus pahanya sekilas dan terbawa suasana hingga roknya naik ke pinggul. Kami tertawa dan mengikik seperti remaja kasmaran. Hal inilah yang normalnya akan terjadi bila aku tidak salah mengambil keputusan saat itu.

Aku mencoba untuk menahan diri tapi aroma Anne yang berputar di sekitarku amat memabukkan. Aku menyadari jarak kami yang dekat dan aku tidak tahan untuk tidak menyentuhnya atau sekedar menyuapinya popcorn.

Saat filmnya selesai, aku merasa sangat kepanasan dan bergairah. Aku menegakkan kursi dan melihat lautan popcorn yang tumpah di lantai mobil. Aku menyeringai saat melihat sorotan penuh tuduhan dari Anne.

Ruangan di dalam mobil tidak bisa memuaskanku. Aku membutuhkan tempat yang besar untuk bercinta dengan leluasa.

Aku mengarahkan mobilku ke sebuah restoran cepat saji dan memesan beberapa paket untuk dibawa pulang.

Sesampainya di rumah Anne. Aku melanjutkan cumbuanku tadi dan akhirnya berakhir di kamar mandi. Aku menikmati acara bercinta dengan Anne. Segalanya terasa begitu mudah dan tidak ada batas di antara kami.

Setelah mandi kami mengeringkan rambut dan duduk di meja makan sambil menikmati makan malam kami yang terdiri dari sekotak besar ayam goreng. Anne melihatku seakan tidak percaya kami bisa menghabiskannya dalam semalam. Aku hanya tertawa pasrah.

Rambut Anne masih agak basah walaupun sudah dikeringkan dan dia tampak luar biasa seksi dalam balutan kaos tua putihnya yang tipis dan celana yang amat pendek. Sebaliknya karena aku tidak membawa baju ganti, aku terpaksa hanya menggunakan sepotong handuk yang menutupi bagian pinggang ke bawah.

Aku menariknya agak duduk di pangkuanku. Aku mulai makan dan menyuapinya. Kami sangat kelaparan. Sesekali Anne menggigit tanganku saat menyuapinya dan aku menarik tangannya mencelupkannya ke dalam saus dan menjilatinya pelan hingga Anne mengerang geli.

"James… kau curang…" protesnya pelan. Lalu saat dia merasakan ada yang berubah dari diriku, Anne menggoyangkan pinggulnya pelan.

Kali ini gantian aku yang mengerang pelan. Aku tidak lagi merasa lapar dan ingin makan. Aku menginginkan hal yang lain. Aku meraba kaos tipisnya dan menggoda ujung dada pemiliknya dengan pelan. Rintihan Anne membuatku lupa daratan. Lalu aku menarik celana Anne agar terlepas dan membuka lipatan handukku. Dan menyatukan diri kami. Anne berpegangan pada ujung meja makan agar bisa bergerak seirama dengan hentakanku.

Rasanya benar-benar luar biasa. Anne begitu lembut dan manis. Sikapnya saat bercinta yang begitu liar sangat menggoda. Kami tercipta begitu serasi satu sama lain.

Tidak pernah dalam hidupku, aku menginginkan sesuatu hingga terasa seperti sebuah obsesi. Ada perasaan ingin menguasai yang kuat sebagai laki-laki namun di saat lain, aku menyadari aku juga ingin dikuasai olehnya.

***

Keesokan harinya aku bangun lebih pagi dari Anne karena aku harus segera bersiap-siap untuk mengantar Mike ke asramanya. Aku harus cepat-cepat pulang agar tidak terlambat.

Aku mandi dengan cepat dan mengenakan baju yang kemarin kupakai. Aku meringis tapi aku memang tidak ada pilihan lain. Aku akan berganti saat pulang ke rumah nanti.

Anne masih tertidur pulas sepertinya dia kecapekan. Kulihat kulit lengannya yang putih sangat kontras dengan selimut merahnya. Rambutnya yang tebal terurai di atas bantalnya dan mukanya saat tidur benar-benar seperti malaikat. Aku mencium pipinya dengan lembut agar dia tidak terbangun.

Anne membuka matanya dengan susah payah, "James pukul berapa ini?"

"Pukul enam tiga puluh. Aku harus mengantarkan Mike ke asrama hari ini. Nanti kita bertemu malam ya. Tidurlah Lagi sebentar."

"Tidak. Aku juga harus bangun."

"Tidurlah lagi. Nanti malam aku akan menyibukkanmu lagi," aku tersenyum nakal.

Dan Anne tertawa terbahak-bahak, "baiklah sampai ketemu nanti."

Aku mencium dahinya dan meninggalkan rumahnya menuju ke rumahku.

Sesampainya dirumah, aku memberikan instruksi agar mobilku dicuci karena kegiatan nonton semalam. Lalu aku naik dan berganti baju. Pukul tujuh tepat aku sudah mengetuk pintu kamar Mike.

"Ayo Mike kita makan dulu."

Mike keluar dari kamarnya dan membawa kopernya serta sebuah ransel di punggungnya. Mukanya terlihat segar. Aku menyukai penampilannya yang lebih berisi sekarang.

"Kita masih ada waktu untuk sarapan. Kamu pasti sangat bersemangat ya?"

"Sangat" katanya sambil memberikan tasnya kepada sopir kami.

Kami duduk di meja makan dan Mike berceloteh dengan sangat riang tentang perkenalannya dengan teman di asramanya saat pendaftaran masuk minggu lalu.

Aku mendengarkannya sambil sesekali bertanya balik kepadanya. Mike akan meninggalkanku hingga liburan akhir tahun nanti. Aku merasa sedikit sedih karena akhir-akhir ini kami telah menjalin hubungan yang mulai akrab.

"Kenapa ayah? Apakah ada masalah di kantor?

"Tidak Mike. Hanya saja… Hanya saja cukup berat melepasmu hari ini."

"Ah ayah… aku akan baik-baik saja. Aku janji aku akan mengurangi waktu bermain game dan tidak lagi mencoba obat-obatan terlarang."

"Bukan itu Mike. Berat melepasmu hari ini karena ayah akan merindukanmu." Aku merasa sangat sulit mengungkapkan perasaanku walaupun terhadap anak semata wayangku. Aku tidak dibesarkan dalam keluarga yang selalu menyatakan rasa kasih dalam ucapan kata-kata dan pelukan.

"Oh… he he he… Well, aku mungkin juga akan merasa seperti itu saat sampai di sana."

"Tidak mungkin Mike. Saat kamu sudah sampai di sana, kamu akan segera melupakan ayah dan rumahmu."

Lalu kami tertawa bersama.

Aku harus mengatasi perasaanku karena melepaskan anak untuk bisa mandiri adalah ujian bagi orang tua juga. Aku tidak bisa selamanya mendampinginya, untuk itu aku harus membiarkannya pergi sendiri sesekali.

Kami menempuh dua jam perjalanan hingga akhirnya sampai di sana. Mike menunjukkan kampusnya dulu lalu kami menuju ke asramanya.

Kampus Mike Southern College adalah salah satu kampus tua di tempat ini. Kulihat bangunannya yang tua dipugar secara berkala sehingga masih terawat dengan baik. Taman dan halamannya bersih dan sekilas kulihat ada beberapa mahasiswa berjalan di dalamnya dan membawa tas ransel.

Asrama Mike cukup besar dan cukup untuk menampung sekitar dua ratus anak. Asrama perempuan dan laki-laki dipisahkan oleh gedung kampus di tengahnya.

Bangunan tiga lantai itu terlihat amat kokoh dan aku mengikuti Mike naik ke arah kamarnya di lantai dua. Saat aku mengikutinya naik, aku melihat ada beberapa mahasiswa sedang duduk di ruang tunggunya di lantai satu melihat kami seolah-olah mencoba memberikan penilaian.

Lorong yang panjang dengan pintu-pintu tersusun di kanan kirinya tampak normal. Mike mengetuk sebuah kamar yang di pintunya ada tertulis tiga nama anak yang akan tinggal disitu termasuk Mike.

Saat ada suara dari dalam, Mike masuk dan aku terbelalak melihat yang terpampang di dalamku.