"Ada sesuatu yang membutuhkan perhatianku, itulah sebabnya aku tidak bisa menemuimu beberapa hari ini Anne."
"Yah aku tahu James dan aku tidak keberatan. Hanya saja aku mengkuatirkanmu."
"Benar begitu?" Aku menaikkan alisku.
"Tentu saja. Kau baru saja kehilangan ayahmu setelah perceraianmu."
"Lalu kenapa kamu bahkan tidak mengirimkan pesan atau datang ke pemakaman ayah?"
"Aku...ehm… kurasa aku masih belum pantas datang kesana."
"Baiklah aku memahami maksudmu Anne. Tapi kau bahkan tidak mengirimkan sebuah pesan!" Suaraku meninggi. Dan ternyata jauh didalam lubuk hatiku haus akan perhatian Anne.
"Yah… ehm aku… aku pikir kau masih membutuhkan waktu sendiri James."
"Tidak semua orang ingin sendirian saat mendapatkan masalah Anne. Aku bahkan membutuhkanmu lebih dari semuanya saat ini."
"Maafkan aku James. Aku juga membutuhkan waktu untuk berpikir tentang…"
Aku memegang tangan Anne yang ada di atas meja dan meremasnya pelan.
"Apa yang perlu kau pikirkan Anne? Bukankah kita berdua sudah cukup" kata-kata ayah mulai membayangi pikiranku.
"Tapi kamu juga memiliki seorang anak James. Aku tidak ingin hubungan kalian rusak hanya karena aku."
Aku mendesah. Kata-kata Anne ada benarnya. Aku harus meminta pendapat Mike sebelum hubungan ini berlanjut. Mike sudah terlalu banyak didiamkan.
"Aku akan mencari waktu untuk berbicara dengannya."
Anne menunduk, "maafkan aku James. Seandainya saja kita tidak bertemu lagi."
"Anne. Lihat aku!"
Anne melihatku dengan bola mata coklatnya yang dalam. Hidungnya yang mungil berpadu sempurna dengan wajahnya yang tirus.
"Anne ini semua bukan salahmu. Aku sudah lama tidak mencintai Lucy. Kami hidup bagaikan orang asing selama belasan tahun."
Anne menatapku penuh kerinduan.
"Seandainya saja kita bersama dua puluh tahun lalu Anne. Semuanya tidak akan serumit ini." Tanganku menyentuh pipinya pelan.
"Seandainya James." Anne menangkupkan tangannya ke atas tanganku. Tangannya terasa begitu hangat.
Ada gelora yang menggebu-gebu dalam diriku yang aku yakin dirasakan juga oleh Anne. Selama beberapa saat mata kami berpandangan dan bercerita tentang banyak hal yang telah terlewatkan.
"Anne, ayo kita pulang."
Anne mengangguk dan memahami maksudku. Kami berjalan kaki ke arah mobil dan aku mengarahkan mobilku ke rumah Anne. Aku mengikutinya masuk. Kami tidak berbicara sedikitpun selama di jalan karena sibuk dengan pikiran kami sendiri.
Setelah aku masuk ke dalam rumah, Anne menutup pintu depan rumahnya dan aku menuntunnya masuk ke dalam kamar.
Aku membuka rok Anne dan mulai mencium bibirnya. Kali ini tidak ada perlawanan dari Anne. Aku membuka masuk mulutnya dan menemukan lidahnya. Aku menciumnya hingga Anne tersengal-sengal. Saat kaosnya kutarik lepas, Anne telah sangat siap menerimaku. Dadanya membusung penuh dan aku menikmatinya selama beberapa saat. Anne mengerang dan membuka kakinya.
Aku melepas semua pakaianku dan merebahkannya ke atas tempat tidur. Anne memiliki titik sensitif di beberapa area yang telah aku ketahui. Aku menggerakkan jariku ke beberapa area dan Anne mengerang sambil menarik rambutku. Aku terus menyiksanya hingga terus merintih.
"James… kumohon James."
"Ini hukumanmu karena tidak menelponku Anne." Aku menggigit ujung dadanya.
"Dan ini hukumanmu karena tidak mengirimkan pesan." Lidahku menjilati perutnya yang datar dan terus turun ke bawah. Menikmati setiap lekuk tubuhnya
"James… tolonglah… James…"
"Katakan dengan jelas Anne. Apa yang kau inginkan?" Aku berbisik di telinganya sambil menggerakkan tubuhku ke arahnya.
"Aku menginginkan dirimu James!!"
"Apa yang kau inginkan?"
"Dirimu James… seutuhnya… seluruhnya."
Aku menyatukan diriku dengannya. Kami bersama-sama berpegangan tangan hingga mencapai puncak. Dan kami berteriak penuh kepuasan. Aku melihat sebutir airmata keluar dari mata Anne dan aku memegang pipinya.
Aku memeluknya dalam kegelapan. Aku tidak akan meninggalkannya. Aku harus mencari jalan untuk bisa terus bersama Anne. Dua puluh tahun lalu aku meninggalkannya tapi kali ini aku tidak akan membiarkannya sendirian lagi.
***
Pagi hari sinar matahari yang masuk melalui jendela begitu menyilaukan. Aku memicingkan mata dan mencoba membuka mata tapi mataku sangat berat.
Tiba-tiba ada sensasi kenikmatan yang amat sangat datang dari daerah yang amat kukenal. Aku mengerang dan mencoba membuka mataku. Aku melihat sesosok gadis dengan pandangan nakal sedang duduk di sebelahku. Aku mengangkat sebelah tanganku dan mengusap pelan mataku agar bisa melihat lebih jelas.
Gadis itu berambut hitam dan panjang dan dadanya yang mengundang, terpampang jelas di depanku. Tangannya yang satu mengusap dadaku sedangkan tangan satunya memegang daerah yang lain, berputar pelan dan membuyarkan segala usahaku untuk berpikir tenang dan rasional seperti biasanya.
"Ahh Anne jangan lakukan ini."
Anne tertawa dan suaranya begitu menggoda.
Dia mendekatkan dadanya ke arah wajahku dan dengan senang hati aku menjilatinya.
"Aku tidak tahan lagi Anne. Jangan…"
Aku kehabisan kata-kata saat Anne terus menyiksaku dengan usapan lembutnya.
"Anne aku sudah memperingatkanmu." Aku mencoba terdengar tegas tapi sulit berbicara dengan tenang saat ada orang lain memegang kendali atas dirimu.
Anne mengarahkan bibirnya ke sana. Dan aku tidak tahan lagi. Aku menarik Anne ke atasku dan menyatukan tubuh kami. Kali ini Anne yang bergerak sesuai keinginannya. Aku membiarkannya memegang kendali.
Rambut Anne yang panjang menutupi buah dadanya yang bergoyang saat dia di atasku. Tangannya meremas dada dan bahuku untuk mencari pegangan. Aku menaruh tanganku di bokongnya yang sintal untuk memberikan dorongan. Hingga akhirnya kami mencapai klimaks.
Lalu kami kembali berpelukan. Anne tersenyum begitu dalam. Aku merasa amat bahagia bersama dirinya. Aku mengenal Anne lebih baik setiap harinya. Dan semakin aku mengenalnya, semakin aku menyukainya.
Seolah-olah aku merasa ingin selalu bercinta setiap berada di sebelahnya. Tapi semua ini bukan hanya tentang nafsu seks membara.
Di umurku sekarang aku bisa membedakan cinta dan nafsu. Dan yang kurasakan kali ini lebih daripada nafsu semata karena aku peduli padanya. Apabila ini hanya nafsu semata, aku akan meninggalkannya saat aku selesai melampiaskan nafsuku. Tidak mungkin aku memikirkan senyum atau perasaannya, bila ini semua hanya tentang seks.
Ada sesuatu dalam relung hatiku yang terisi saat aku bersamanya. Tapi Anne jarang sekali menunjukkan perasaanya. Aku tidak tahu apakah Anne mencintaiku ataukah aku hanya teman bermain seks semata. Di usianya sekarang, bukan tidak mungkin bila Anne memiliki seorang partner seks. Tapi aku menginginkan lebih dari hanya menjadi partner seksnya.
"Apakah kau menikmatinya?"
Anne hanya tertawa.
"Kalau kamu hanya tertawa aku akan mencoba melakukannya lagi," aku memegang dadanya dan menggodanya.
"Ah James… hentikan. Kita harus bersiap-siap kerja."
"Aku tidak mau. Aku mau bolos kerja hari ini." Kali ini aku memegang bokongnya dan mencubitnya pelan.
"Tidak bisa James." Katanya tegas sambil tersenyum.
"Kenapa?" Aku menciumi dadanya.
Anne mendesah, "ehmm yah kita harus James. Kita… ehm…" Anne mulai merasa nikmat dan menelan ludah.
"Hari ini kita tidak usah bekerja ya…" aku memohon.
Anne kembali sadar lalu dia berdiri dan tertawa. "Ayo bangun James. Kita tidak boleh bolos kerja. Lagipula kita masih bisa bertemu nanti malam."
Aku tertawa dan akhirnya mengikutinya masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa menit setelahnya kami cepat-cepat sarapan dan aku mengantar Anne ke tempat kerjanya dan mengarahkan mobilku ke tempat kerja dengan hati puas dan riang.
Aku mengirimkan pesan singkat pada Mike untuk bertemu esok hari saat akan mengantarnya ke asrama. Malam ini aku akan menginap di rumah Anne.
Aku tidak sabar menunggu hingga sore dan segera melarikan diri ke restoran Anne. Hari ini lalu lintas begitu padat. Aku berusaha sampai disana sebelum pukul empat.
Telah lama aku memikirkan permintaan ayah untuk tidak menikah lagi. Tapi jaman sekarang kita tidak perlu menikah hanya untuk bersama seseorang. Anne bisa pindah bersamaku dan menemaniku selamanya. Aku akan menjelaskan semuanya kepada Anne agar dia mau mengerti.
Hari ini aku akan memastikan perasaan Anne kepadaku. Kami telah cukup mengenal sebelumnya sehingga kurasa tidak berlebihan untuk bertanya tentang perasaannya padaku. Aku bersiul riang saat sampai di sana dan Anne telah menungguku di luar.