Hari belum terlalu malam saat aku pulang tapi perutku sudah terlalu kenyang untuk makan malam lagi karena makan siang yang terlambat tadi.
Aku membaca rincian aset yang dikirimkan Bob, akuntanku. Aku melihat banyak juga aset maupun dana yang sudah kuberikan kepada Lucy atau keluarganya. Dengan adanya rincian tersebut, aku memutuskan tidak akan memberikan tunjangan lebih dari yang seharusnya. Aku harus menjaga asetku yang kelak akan kuberikan pada Mike. Sedangkan Mike sudah mendapatkan beberapa aset dari ayahku saat ulang tahunnya yang ke tujuh belas.
Dalam pandanganku, tidak akan ada yang bisa memuaskan orang yang selalu merasa kurang. Bahkan setelah menghisap habis inangnya hingga tewas, sebuah parasit tidak akan tetap merasa kurang.
Aku mengirim pesan singkat pada Bob untuk mengabarkan aku sudah membaca rinciannya.
Hari ini berlalu dengan sangat cepat. Besok adalah hari minggu. Aku sudah membuat janji dengan Mike untuk membeli beberapa barang yang akan dibawanya ke asrama. Kali ini aku ingin menghabiskan waktu bersama Mike karena selama ini aku seringkali menghindarinya.
Sekarang Mike telah dewasa dan tidak lama lagi Mike akan meninggalkanku dan tinggal di asrama selama kuliah. Kesempatanku untuk bersamanya hanyalah pada saat liburan panjang.
Aku membayangkan Mike kecil yang biasanya bermain dengan pengasuhnya. Mike dulu adalah anak yang sangat aktif hingga seringkali membuat pengasuhnya kewalahan.
Pipinya yang montok dan kemerahan. Badannya selalu tampak lebih jangkung dibandingkan anak seumurannya. Aku sering melihatnya dari jauh saat dia masuk ke dalam sekolah.
Aku terlalu takut untuk terlibat lebih dalam dengannya padahal Mike adalah anakku. Jauh di dalam hatiku yang terluka karena Lucy, telah membuatku menjauhi Mike juga. Padahal semua yang terjadi bukanlah salah Mike. Aku bertekad akan memperbaiki semuanya. Tidak ada kata terlambat sebelum kita menutup mata dan berangkat ke dunia selanjutnya.
Aku tertidur sambil membayangkan betapa menggemaskan Mike dulu.
***
Paginya aku bangun dan mendapati Lucy sudah duduk di kursi meja makan. Beberapa hari ini tingkah Lucy terlihat seperti istri dan ibu yang baik.
Aku langsung duduk tanpa berkata apapun dan menuangkan kopi Arabika yang berbau seperti buah-buahan ke dalam cangkirku sebelum Lucy menawarkannya. Aku menghirup aromanya yang khas. Aku menyesapnya sedikit dan rasanya yang asam dan segar amat tajam di lidahku. Tidak semua orang menyukai kopi jenis ini karena aftertaste nya yang asam.
Aku mengambil beberapa potong kue kecil yang tersusun cantik pada sebuah nampan perak. Kue-kue yang disusun memiliki ukuran kecil sehingga cukup praktis dan cukup untuk sekali lahap. Aku menikmati rasa manis yang berpadu dengan keasaman kopiku.
Aku memutuskan untuk mengambil lagi beberapa potong setelah mencicipi rasanya. Dan tak sengaja kulihat Lucy sedang mengamat-amati diriku. Aku tidak berkata apapun untuk memecahkan keheningan di antara kami. Lucy lah yang memutuskan untuk bicara terlebih dahulu.
"Aku sudah membaca ulang dokumen yang kau kirimkan James."
"Dan?"
"Sepertinya kamu sudah sangat murah hati"
"Aku senang kamu berpikiran begitu. Berarti tidak ada masalah lagi kan."
"Oh tidak tidak James. Sebaliknya aku sangat berterima kasih padamu." Katanya dengan penuh perhatian. Anting-antingnya yang besar menggantung di telinganya. Harga berlian yang menempel di anting-anting itu kuperkirakan harganya sama dengan harga satu mobil wagon.
Aku mengangguk menanggapi ucapannya.
"Perhatianku saat ini lebih ke arah Mike," katanya sambil mengambil sebuah kue kecil yang ada di piringnya dengan ibu jari dan telunjuknya dan memakannya. Lalu Lucy menjilati jari-jarinya.
"Kenapa dengan Mike?"
"Well sekarang Mike sudah dewasa, aku seharusnya lebih menaruh perhatian kepadanya."
Aku mulai tidak mengerti ke arah mana pembicaraan Lucy. Tapi untuk beberapa alasan, tiba-tiba aku merasa tidak enak.
"Lucy, apa sih maksudmu! Tidak usah berbelit-belit."
"Mike memutuskan untuk mengalihkan propertinya yang telah menjadi haknya kepadaku James. Tidakkah kamu berpikir kalau dia anak yang baik?"
Tiba-tiba aku merasa semua isi perutku kembali naik ke atas. Aku merasa ingin muntah.
"Apa maksudmu?"
Lucy menaruh sebuah map di atas meja. Aku membukanya dan dari halaman pertama aku sudah bisa menyimpulkan apa yang terjadi.
"Kau… kau wanita hina!! Ini semua adalah milik Mike!" Aku membuka halaman demi halaman yang berisikan surat perpindahan nama pemilik atas beberapa aset yang diberikan ayah kepada Mike.
"Braaakkk!!!" Aku membanting map tersebut ke atas meja hingga kopi didalam cangkir tumpah ke meja dan lantai. Tapi aku tidak peduli.
"James, apakah kamu tahu kenapa aku membiarkan diriku diikat oleh lelucon sepertimu? Inilah sebabnya."
"Mike adalah anakmu Lucy… bagaimana bisa kamu memperalatnya seperti ini? Bahkan binatang buas pun masih memiliki insting melindungi anaknya!!"
"Tapi aku bukan binatang kan James."
"Bukan! Kamu bahkan lebih hina daripada binatang! Kamu tidak normal Lucy!!" Aku berteriak sangat keras.
"Hati-hati dengan kata-katamu James." Aku melihat sekilas mata Lucy berkilat.
"Kamu perlu mencari bantuan Lucy. Kamu butuh bantuan dan jangan melibatkan Mike dalam permasalahan ini."
"Semua itu relatif James. Tergantung kamu melihatnya dari sudut pandang yang mana." Lucy perlahan bangkit dari kursinya dan mengancingkan dua kancing blazer merahnya yang ketat di bagian pinggang tapi lebar di bagian pinggulnya.
"Lucy!! Berikan kembali semua yang telah menjadi milik Mike. Itu semua adalah pemberian ayah kepadanya." Aku tergoda untuk menyiramkan kopi panas ke wajah wanita licik di depanku, tapi aku menahan diriku. Aku harus menyelesaikan hal ini dengan tenang demi Mike. Aku tidak mau semakin memperumit masalah apabila aku kehilangan kendali sekarang.
"Katakan itu kepada Mike. Aku ada rapat penting pagi ini James. Nanti kita bicara lagi. Lucy berjalan meninggalkanku dengan senyum penuh kemenangan.
Suara ketukan sepatu Lucy lambat laun menghilang sementara aku terpaku. Sesaat aku tidak bergerak sedikitpun dari posisiku yang masih berdiri di sebelah meja makan. Aku berusaha membayangkan bagaimana tanggapan ayahku apabila mengetahui hal ini. Aku harus memastikan ayah tidak mengetahui hal ini. Aku termangu diam entah berapa lama sampai aku mendengar seseorang menepuk bahuku.
"... ayah… ayah…"
Aku menoleh. Mike berdiri di belakangku. Raut mukanya seperti kuatir dan saat dia melihatku, ada secercah rasa bersalah di wajahnya.
"Apakah itu benar Mike?"
"Well… yah… tadi aku mendengar ada yang berteriak…"
"Apakah itu benar?!" Bentakku
"Ya ayah. Itu benar…"
"Kenapa Mike? Itu semua adalah pemberian kakekmu. Hasil kerja kerasnya dari muda. Yang kau bahkan tidak ikut andil di sana!"
"Well… aku berpikir kalau ibu mungkin lebih membutuhkannya saat ini. Dan lagi…"
"Ibumu adalah wanita yang serakah. Apakah kamu berpikir puluhan juta dolar bisa memuaskannya? Bahkan milyaran juta dolar tidak akan bisa membuatnya puas Mike. Ibumu sakit!" Tukasku tajam.
"Maaf ayah… tapi aku sudah memutuskan. Aku harap ayah mau mengerti."
Aku menghela nafas panjang dan menghitung sampai tiga, "baiklah kalau memang begitu. Jangan pernah menangis dan mengemis uang pada ayah. Karena kamu harus berusaha keras untuk menghasilkan sendiri mulai hari ini!!"
Mike menunduk penuh rasa bersalah, "baik ayah."
"Camkan satu hal Mike. Ayah tidak ingin kakekmu tahu mengenai hal ini."
"Ya ayah. Aku akan menutup mulut rapat-rapat."
Tidak mudah membatalkan keputusan Mike memberikan semua asetnya yang merupakan warisan kakeknya. Apabila ingin memprosesnya secara hukum pun, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit dan dampaknya terhadap perusahaan kami akan signifikan. Belum lagi efeknya terhadap ayah, Mike dan keluarga besar kami. Kami akan mendapat malu besar karena berebut harta.
Dalam pandanganku berebut harta hanya dilakukan orang-orang bar-bar yang tidak bisa menghasilkan sendiri sehingga harus merebut milik orang lain.
Aku terpaksa dengan berat hati harus merelakannya dimiliki wanita serakah licik itu. Aku menyesali keputusanku untuk tidak bercerai dengannya saat pertama kali mengetahui istriku berselingkuh. Hari ini aku mendapati pil pahit itu harus kutelan karena keputusanku belasan tahun lalu.
Untungnya aku masih memiliki perusahaan dan beberapa aset sendiri. Ayah telah memindahkan semua kepemilikan perusahaan kepadaku saat ibu meninggal. Ayah seakan tidak lagi memiliki alasan untuk ikut andil dalam perusahaan.