Hari ini adalah hari sabtu sehingga aku tidak perlu masuk ke kantor. Tapi sebagai pemilik sekaligus direktur perusahaan, hampir tidak ada hari libur untukku. Aku menerima segala konsekuensi dari pilihanku. Dengan hidup yang nyaman dan berkecukupan, selalu ada harga yang harus dibayarkan.
Aku bisa saja menyewa kantor manajemen dan menjalankan perusahaan ini seperti yang dilakukan Rey atau dianjurkan Lucy. Tapi aku merasa tidak berguna apabila hanya duduk diam di rumah menikmati fasilitas yang ada. Aku akan mati karena kebosanan.
Dari sejak kecil aku dididik untuk ikut bergerak dan bekerja bersama bukan hanya menjadi penonton saja. Jadi menyewa kantor manajemen bukan pilihanku saat ini.
Ada bunyi pesan masuk di ponselku, dari Anne.
Aku mengajaknya untuk bertemu dan makan siang bersama hari ini. Pesan yang masuk dari Anne menyatakan kesediaannya.
Aku berganti baju dan mengenakan kaos polo putih serta celana panjang jeans. Kulitku yang kecoklatan tampak kontras dengan kaos poloku. Aku melihat sekilas ke arah cermin. Tampak pria berumur empat puluhan dengan bahu bidang dan kaki panjang. Belum ada tanda-tanda perut membesar dan kebotakan. Aku masih berada di puncak kondisi prima saat ini.
Hari ini aku mengemudikan mobil sport dua pintu yang jarang kupakai. Bukan karena aku ingin pamer tapi karena aku kuatir mobilku akan berakhir di gudang besi tua kalau aku jarang menggunakannya.
Dulu aku membeli mobil ini untuk Mike saat dia lulus ujian izin mengemudinya. Namun kemudian Mike tidak pernah menggunakannya karena dia lebih sering menghabiskan waktu di dalam kamar dan bermain game online.
Dan sekarang Mike lebih senang mengendarai mobil wagon hitamku karena teman-temannya banyak. Dengan mobil sport seperti ini akan sulit membawa banyak penumpang.
Suara mobil sport yang menderu-deru kencang akan terdengar sangat sok. Tapi banyak orang tidak tahu kalau semakin besar tenaga mesin mobil maka suaranya akan semakin keras. Karena tenaga mesin yang besar memang dipersiapkan untuk lari yang kencang. Mobil seperti ini cocok dipakai di perjalanan jauh highway.
Dalam waktu singkat aku telah sampai di depan Star Noodle. Di jaman yang semuanya serba efektif dan efisien, banyak kantor yang meliburkan karyawannya. Tapi biasanya bisnis yang bergerak di bidang hospitality seperti: hotel, restoran, cafe tidak libur di hari sabtu dan minggu. Salah satunya adalah depot Anne.
Hari ini kami berjanji untuk bertemu di Star Noodle karena Anne ada urusan di sana sebentar.
Aku mendorong pintu masuknya yang terbuat dari kaca tebal. Dan aku melihat Anne sedang bercakap-cakap dengan Debby di meja kasir. Saat melihatku Anne akan berdiri tapi Debby membisikkan sesuatu ke telinga Anne. Muka Anne langsung memerah dan menatapku dengan salah tingkah. Anne buru-buru berjalan sambil mengambil tasnya di meja.
Aku tersenyum ke arah Debby dan dia tersenyum sambil melambaikan tangan dari tempat duduknya. Aku melihat ada tongkat kruk di sebelah kursinya. "Have fun ya. Titip Anne."
Aku memegang siku Anne dan menuntunnya masuk ke dalam mobil. Hari ini rambut Anne dibiarkan terurai. Rambutnya tebal lurus dan panjang sepunggung. Dia hanya menggunakan bando kecil polos sebagai aksesori. Gaunnya nude pink-nya panjang selutut tidak berlengan dan dia memakai sabuk kecil di pinggangnya yang mempertegas pinggangnya yang kecil. Sepasang sneaker putih melengkapi penampilannya yang sporty hari ini.
"Mau kemana kita hari ini?"
Mukanya yang bulat dengan mata besar penuh perhatian sangat cantik. Anne memakai make up tipis hari ini untuk mempertegas garis matanya. Dan lipstik pink yang lembut.
"Sepertinya masih terlalu pagi untuk makan siang ya. Bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu."
"Boleh juga."
Aku mengendarai mobilku menuju ke Wonderful Theme Park. Sesampainya disana kami membeli tiket masuk dan Anne terlihat amat girang.
Udara hari ini tidak terlalu terik bahkan cenderung mendung. Ada awan gelap tapi tidak banyak jadi cukup untuk melindungi kami dari sinar matahari siang yang menusuk.
Di dalam theme park banyak wahana-wahana permainan untuk anak-anak kecil dan remaja. Kulihat pengunjungnya juga kebanyakan membawa anak mereka untuk bersenang-senang.
Kupikir kami akan berjalan-jalan sebentar di sana sambil mengambil beberapa foto kenangan seperti layaknya orang yang sedang berkencan. Namun ternyata Anne ingin mencoba beberapa wahana. Aku menolak saat diajaknya lalu dia mengerucutkan bibirnya dan aku tertawa.
Aku menemaninya menaiki sebuah roller coaster, merry go round atau apalah namanya. Dia terlihat seperti anak kecil yang kegirangan. Berkali-kali dia menunjuk wahana yang ingin dicobanya dan aku berkali-kali menolak.
Kami berjalan kesana kemari bergandengan sambil tertawa-tawa seperti remaja kasmaran. Aku merasa kelaparan, sedangkan Anne masih ingin menjelajah semua sudut di theme park itu. Aku memutuskan untuk membeli es krim dan ooo corn.
Kami menemukan ada bangku kosong di dekat kolam dan kami pun duduk di sana sambil menyesap es krim dan memakan popcorn kami sambil berbincang ringan.
Aku baru tahu kalau terakhir kali Anne pergi ke tempat ini adalah saat dia masih berumur sebelas tahun karena kesibukan ayahnya dan kemudian disusul kelahiran adik-adiknya yang berdekatan sehingga ibunya sibuk mengurus mereka semua.
"Jadi bisa dibilang aku adalah ibu mereka sekarang. Saat mereka akan pacaran, mereka akan mengenalkan calonnya. Saat akan menikah pun, aku yang membantu calon mereka memilih dekorasi dan hal-hal lain yang dilakukan seorang ibu." Katanya sambil menggigit bagian biskuit es krimnya.
"Mereka pasti menyayangimu Anne."
"Adik-adikku adalah satu-satunya yang tidak percaya aku melakukan hal terkutuk itu James."
"Aku juga tidak percaya Anne."
Sekilas aku melihat senyum sinis Anne tapi mungkin itu hanya bayanganku saja karena Anne tersenyum lembut sambil menatapku.
"Terimakasih James."
Aku melihat mulut Anne yang sedang menjilati es krimnya begitu menggoda. Es krimku sendiri sudah lama habis.
Aku menundukkan kepalaku dan menciumnya tiba-tiba sambil merasakan manisnya es krim yang ada di mulut Anne. Aku memutar kepalaku hingga menemukan lidahnya. Anne bergetar sehingga es krimnya terlepas dari genggamannya.
Aku mencium mulut Anne dengan penuh gairah sampai kemudian melepasnya dengan tidak rela. Aku melihat bibirnya memerah dan aku tersenyum tanpa dosa.
"James… kamu… kamu kan sudah berjanji" Anne memukul bahuku.
"Iya… teman kan. Bajumu kotor Anne." Kataku sambil menunjuk bekas es krim yang terjatuh dari tangannya tadi mengenai roknya sekilas sebelum jatuh ke tanah.
"Aduuh… semoga tidak membekas," Anne mengambil sehelai tisu basah dari tas selempang kecilnya dan mengusap bekas es krim itu.
Aku mengambil tisu dari tangannya dan berjongkok di depan Anne duduk. Lalu aku menggosok pelan rok Anne yang kotor dengan tisu basah.
Pelan-pelan bekas tersebut hilang. Dan aku berkata riang, "nah beres kan."
Saat aku mendongak, aku melihat mata Anne berkaca-kaca. Saat mata kami bertatapan, Anne membuang muka. Aku melihat ada air mata menetes di pipinya.
"Anne. Kenapa Anne? Bekasnya tidak parah kok. Lihat ini."
"Bukan itu."
"Ayo kita ke toko pakaian kalau kamu merasa tidak nyaman Anne."
"Bukan itu…" Anne menarik nafas dan menghembuskannya pelan, "hanya saja… ini pertama kalinya ada orang lain yang peduli…"
"Oh Anne…," aku merengkuhnya ke dalam dadaku.
Anne terisak sebentar lalu setelah tenang, dia berkata, "tidak apa-apa James. Kamu sudah bisa melepasku sekarang."
"Tapi aku tidak mau."
"James, orang-orang melihat kita."
"Biarkan mereka melihat. Aku tidak peduli."
Aku semakin mempererat pelukanku. Mencoba mempelajari baik-baik aroma badan Anne.
Lalu setelah beberapa saat aku melepaskannya. Anne sudah bisa tersenyum sekarang.
Orang-orang disekitar kami mengamati dengan penuh rasa ingin tahu. Mungkin mereka beranggapan kami habis bertengkar dan mengamat-amati kami siapa tahu Anne butuh diselamatkan dari kekasihnya.
Cuaca semakin mendung dan kami memutuskan untuk makan siang di luar theme park karena restoran di sekitar kami sangat penuh. Di hari libur seperti ini hampir semua tempat hiburan akan penuh terisi. Kami menginginkan restoran yang lebih tenang.