Chereads / Selembar Surat Undangan / Chapter 9 - Selembar Surat Undangan

Chapter 9 - Selembar Surat Undangan

Berhari-hari ela berada dalam keterpurukan mengetahui kekasihnya akan menikah dengan orang lain. Sayatan pedang patah hati semakin terasa, apalagi setelah di diamkan beberapa hari yang menyebabkan infeksi.

Hari-hari ela terasa jenuh, sakit, sepi bahkan seperti orang yang kehilangan arah. Tidak tau kemana kaki harus melangkah dan tidak tau harus bercerita kemana. Semuanya terasa hampa. Dalam tangis ela terisak dengan syahdu, seperti alunan-alunan lagu patah hati yang menemani jiwanya saat ini.

Harapannya pupus, mimpinya musnah, ternyata dalam hitungan menit melihat beranda facebook dan telpon bisa menghancurkan seluruh bagian kehidupannya.

Ela tetap saja mengeluh dan terpuruk dalam keadaan. Menyalahkan diri sendiri dengan kalimat-kalimat yang menggoyahkan kekuatan diri.

''Aku patah, aku sakit, kenapa secepat ini aku ditinggalkan. Kenapa tidak ada pemberitahuan dia pergi. Kenapa ketika masuk ke dalam hati dia mengetuk pintu dengan lembutnya ucapan salam cinta. Tetapi kenapa dia pergi tanpa kata pamit?'' Tanya ela dengan tangis kepada sahabatnya iwik.

''Sabar bebh, namanya tidak jodoh.Jujur saya tidak tau mau berkomentar apa, karena aku takut akan membuatmu semakin sakit'' Balas iwik yang ikut terlarut dalam sayatan luka sahabatnya.

''Dengarkan saja aku, biarkan ku luapkan rasa patah dan sakit ini, tidak bisa ku bayangkan diri ini jika harus datang ke pernikahannya. Bagaimana aku menahan isak tangisku, bagaimana caranya aku ikhlas?'' Ucapnya lagi dalam isakkan tangis dan memeluk sahabatnya.

Kini ela terlarut dalam tangis patah hati di pelukan sahabatnya iwik. Entah jalan apa yang harus di ambil, akan kan dia menyakiti dirinya sendiri, atau akankah harus pergi ke tempat yang jauh, bahkan membunuh perasaan dan diri sendiri.

Pikiran-pikiran negatif itu muncul, semakin menumbuhkan rasa putus asa dan harapan dalam diri ela.

''Bebh, jangan berpikiran macam-macam, apa lagi melakukan sesuatu yang bisa menyebabkan kehilangan nyawa, semua itu tidak ada artinya. Semua itu hanya akan menyakiti diri sendiri. Lihat aku bebh, aku disini untukmu'' ucap iwik menguatkan sambil memeluk sahabatnya ela dan menatap matanya.

''Iya bebh, tapi saat ini aku patah banget. Semua hampa dan tidak terarah. Tapi tenang, pikiranku mungkin melayang tapi kesadaranku tidak akan membawaku jatuh ke dalam arahan nafsu yang akan semakin melukaiku'' Jawab ela dengan berpura-pura kuat di depan sahabatnya.

Mereka berdua berpelukan dengan rasa yang terikat satu sama lain.

---------------------------------------------------------------------------

Hari yang di tunggu ali pun datang, yah, semua rencana sudah di sepakati tentang acara pernikahannya dengan yanti yang tanpa sadar sangat melukai perasaan ela. Semua persiapan sudah selesai, tinggal menyebarkan undangan ke teman-teman dan sanak saudara.

Tanpa rasa bersalah, ali kembali menghubungi ela dengan maksud mengantarkan undangan. Ela yang patah hati dan sakit sengaja tidak mengangkat telepon karena belum sanggup menerima keadaan.

Pada sore harinya tanpa rasa malu dan bersalah, ali tetap kembali menelpon ela. Karena bosan, akhirnya ela memberanikan diri mengangkatnya.

''Dek lagi dimana?'' Tanya ali dari kejauhan.

''Di kos kak, kenapa, ada yang bisa di bantu?'' jawab ela dengan pura-pura menguatkan diri.

''Enggak ada dek, kakak mau kesana nganter undangan buat adek sama iwik, sekalian ketemu sama adek. Enggak apa-apa kan?'' Tanyanya dengan nada sangat biasa tanpa memperdulikan perasaan ela yang sakit.

''Iya enggak apa-apa, saya akan datang Demi kebahagiaan kakak, saya tunggu undangannya, Assalamu'alaikum''Jawab ela dengan nada kecewa dan sakit hati, dia pun mengeluarkan tangisnya sambil menunggu undangan. Kali ini rasanya lebih perih, lebih sakit, seperti luka yang di taburi garam.

-------------------------------------------------------------------------

Beberapa menit kemudian dalam sesak tangis ela. Ali sampai di depan kos ela dan menelpon.

''Dek kakak sudah di depan'' Dengan nada tanpa rasa bersalah.

''Iya, ini adek keluar'' Jawab ela berpura-pura baik kemudian menghapus air matanya, mencuci muka dan pergi menemui kekasihnya yang sebentar lagi akan menjadi istri orang lain. Sesampainya di luar.

''Dek, maaf yaa. Kakak tidak bermaksud apa-apa, tidak bermaksud ninggalin adek. Kakak minta maaf. Kakak tidak tau juga kenapa ini bisa terjadi'' Ucap ali sambil menatap kedua mata ela.

''Iya enggak apa-apa kak. Itu namanya tidak ada jodoh'' Jawab ela dengan pura-pura kuat.

''Oh yaa, terimakasih yaa kak, kado ulang tahunnya indah banget. Susah but di lupain'' timpal ela lagi dengan tersenyum.

''Maafkan kakak dek. Ini undangan but adek, adek dateng yaa. Bawa pacarnya, ajakin iwik juga suruh bawa pasangan. Kakak minta maaf. Kalau begitu kakak pamit, Assalamu'alaikum'' Pamitnya dengan langsung menstater motor dan meninggalkan ela sendirian.

Melihat hal itu ela semakin jatuh dan patah, air matanya sudah berkali-kali jatuh tanpa henti. Dia menguatkan diri tapi tetap tumbang dalam tangisan. Sesak dalam dada semakin terasa saat membuka surat undangan kekasihnya dengan orang lain.

Memang *Sekuat-kuatnya kita berusaha sesuatu yang bukan takdir akan pergi* hanya itu kata-kata yang menguatkan ela saat ini dan sampai pada akhirnya ela memutuskan pergi untuk memenuhi undangan kekasihnya.