Chereads / Bumi dan Langit Melawan Takdir / Chapter 14 - Bab 14 - Mogok!

Chapter 14 - Bab 14 - Mogok!

Kalo diceritakan pasti kedengarannya seru dan keren. Bayangin aja. Sebuah mobil, dikejar dua mobil lain, saling menyalip, saling menggocek, dua mobil pengejar berusaha menghentikan, tapi satu mobil yang di depan ngebut sekuat tenaga berusaha lolos. Berkali kali mobil yang di depan hampir kesalip, terbanting ke kanan kiri, nyaris masuk jurang, beberapa kali nabrakin bahu jalan, tapi berhasil ke tengah lagi dan terus melaju. Udah kayak fast and furious aja nggak sih?

Tapi yang dirasakan Bumi nggak kayak gitu. Bahkan, Bumi nyaris nggak merasakan apa apa. Yang ada di benaknya hanyalah dia dan Langit harus lolos dari Billy, atau entah apa yang akan terjadi pada mereka berdua. Saat Billy menurunkan kaca jendela mobilnya tadi, Bumi melihat sorot mata cowok itu kayak nggak beres. Caranya menatap Bumi, bukan cuma marah yang ada di sorotnya, tapi seperti ingin menghancurkan. Seperti tatapan cowok psiko yang siap mencabut nyawa korbannya. Well, Bumi nggak pernah ketemu sama cowok psiko betulan sih, tapi sebagai aktor dia banyak nonton film, baik film Indonesia maupun film luar, dan tatapan Billy, entah perasaannya aja atau bukan, rasanya mirip sama mereka.

Bukannya Bumi takut, sama sekali nggak. Satu lawan satu, dia yakin bisa menang melawan Billy. Tapi mobil teman Billy tadi, yang menggocek gocek mobil Bumi dari kiri, Bumi sempat liat isinya penuh, yang berarti ada 4 orang teman Billy di dalamnya. Lima lawan satu, kesempatan Bumi untuk menang jelas kecil. Dan jika dia kalah, apa yang akan terjadi pada Langit? Tadi aja cowok itu sudah hampir menusuknya. Gimana kalo dia betulan melakukannya? Bukannya Bumi peduli sama Langit, sama sekali nggak, sudah dia jelaskan kan tadi? Dia cuma nggak mau terjadi apa apa sama lawan mainnya ini, dan sinetronnya berakhir sebelum sempat tayang karena terjadi sesuatu sama salah satu peran utamanya. Jadi, salah kalo ada yang menganggap dia sedang menyelamatkan Langit sekarang. Salah besar. Karena satu satunya yang sedang berusaha dia selamatkan sekarang adalah mata pencahariannya sendiri.

Karena fokusnya hanyalah kabur, Bumi nggak memperhatikan kemana mobilnya melaju. Tanpa dia sadar, dia sudah meluncur di jalan tol menuju luar kota yang sepi.

"Bumi, kita mau kemana sebenernya?"

"Gue juga nggak tau! Gue cuma berusaha lolos dari Billy!"

"Tapi ini kayaknya udah arah ke Bogor deh," Suara Langit terdengar cemas.

Bumi melirik papan penunjuk jalan dan sadar bahwa Langit benar.

"Jangan kuatir. Nanti kan bisa muter balik," Bumi berusaha terdengar santai.

"Iya. Kalo bensinnya nggak keburu abis."

"Hah?"

"Itu, bensin lo udah di E," Langit menunjuk jarum penanda bensin dan Bumi mendadak dilanda panik.

Bego banget! Dia memaki dirinya sendiri. Kok bisa dia lupa ngisi bensin??? Bumi baru ingat, saat berangkat tadi hal pertama yang seharusnya dilakukannya adalah mencari pompa bensin. Tapi lalu dia malah sibuk menghitung pejalan kaki yang berhasil menyalip mobilnya, dan melihat Langit, dan lupa semuanya.

Dan seperti mengkonfirmasi kata kata Langit, suara ugluk ugluk terdengar dari mesin, lalu dadakan, mobil berhenti.

"Brengsek!" Bumi memaki, sambil mencoba menstarter mobilnya lagi. Tentu aja nggak bisa nyala, karena bahan bakarnya sama sekali kosong.

Bumi menoleh ke belakang dengan cemas. Billy dan teman temannya nggak terlalu jauh tertinggal tadi. Sebentar lagi mereka pasti akan tiba disini. Jadi, nggak ada pilihan lain.

"Kayanya kita harus jalan kaki," sahut Bumi.

"Hah?" Langit menatap sekitar. "Tapi ini di tengah tengah jalan tol. Kita mau kemana?"

"Kemana aja yang penting lepas dari mereka. Ayo!"

Tak memedulikan wajah Langit yang masih tampak ragu, Bumi melompat keluar dan menarik Langit agar mengikutinya.

Mereka jalan hingga tiba di pinggir.

"Kalo kita manjat pagar itu, kita bisa keluar dari tol ini. Dan mungkin disitu ada pemukiman. Nanti kita cari kendaraan dari sana."

Muka Langit seperti mau menyanggah, mulutnya sudah membuka. Tapi lalu ditutupnya lagi.

"Tumben lo nggak protes?" tanya Bumi heran.

"Tau ah. Terserah lo aja. Pusing otak gue nggak bisa buat mikir."

Seandainya mereka berada di situasi yang lain, mungkin Bumi akan tertawa melihat muka Langit yang kusut dan suntuk, kayak baju yang lupa disetrika. Well, Kalo mau jujur, sebenarnya bukan Cuma Langit yang pusing. Dia juga. Harusnya dia lagi ngedate sekarang, makan enak di restoran privat yang mewah, bersama seorang gadis cantik, tapi kenapa dia malah terdampar di pinggiran tol, bersama pacar orang (atau mantan pacar orang?), dikejar kejar pacar atau mantan pacarnyanya orang yang kabur sama dia dan teman temannya, yang semuanya sangat marah dan ingin menghabisinya?

Tapi nggak ada waktu buat banyak berpikir..

"Lo duluan. Sini, naik ke bahu gue! Nanti gue angkat," Bumi berjongkok dan menepuk bahunya.

Langit seperti tercekat. Tapi sepertinya sadar juga waktu mereka terbatas, jadi dia cuma mengangguk dan menurut. Bumi bisa merasakan kaki gadis itu menginjak bahunya. Jaket kesayangannya pasti kotor sekarang. Tapi nyawa lebih penting daripada jaket kan? Jadi harusnya nggak masalah. Lagian kalo sampai rusak, dia kan bisa beli yang baru?

Langit sekarang sudah berhasil menggapai puncak pagar tol itu dan memanjatnya, lalu dengan lincah dia melompat ke seberangnya. Saat itu, Bumi melihat dua mobil meluncur ke arah mereka dari kejauhan. Kencang. Yakin bahwa itu pasti mobil Billy dan teman temannya – Bumi nggak buang buang waktu lagi. Cepat dia memanjat dan melompati pagar itu. Dan menggandeng tangan Langit menjauh dari sana.