Chereads / Bumi dan Langit Melawan Takdir / Chapter 15 - BAB 15 - First Kiss???

Chapter 15 - BAB 15 - First Kiss???

Langit memandangi tangannya yang digenggam erat oleh cowok bernama Bumi yang jujur aja, belum terlalu dikenalnya ini. Iya, mereka memang udah beberapa minggu ketemu tiap hari, syuting bareng. Dia tau cowok ini jago acting, punya pemahaman bagus terhadap skenario, nggak banyak ngomong tapi sekali ngomong kata katanya kadang pedas, keliatannya sombong dan agak rese, tapi ya cuma itu yang dia tau. Di matanya, cowok ini seperti buku yang baru terbit yang dijual di toko buku. Pernah dia liat, pernah dia sentuh, dia tau seperti apa covernya, tapi buta soal isinya karena belum pernah dibacanya.

Yang membingungkan, kenapa dia biarkan cowok ini membawanya kemana mana seperti ini? Gimana kalo dia ternyata lebih brengsek daripada Billy, dan punya maksud busuk? Oke dia seorang artis, public figure, tapi itu bukan jaminan dia nggak akan tega berbuat jahat kan? Banyak kok diluar sana, artis artis serigala berbulu domba, yang dari luar baik, tapi ternyata bejat. Dan sekarang mereka berada di jalanan yang sangat sepi, kanan kiri nggak ada siapa siapa. Gimana kalo tiba tiba cowok ini melakukan sesuatu yang jahat terhadapnya?

Sejenak Langit merasa terbelah. Apa sebaiknya dia lepaskan aja genggaman tangan yang kokoh ini, dan kembali pada Billy? Tapi apa itu pilihan? Gimana kalo Billy meledak lagi dan berusaha menusuknya seperti tadi? Belakangan ini Billy agak sering lepas control, dan pelan pelan Langit terpaksa mengakui, dia jadi sedikit takut sama cowok itu.

Di tengah kebingungan yang menyerbunya, tiba tiba Langit malah merasa tubuhnya seperti melayang, dan detik berikutnya, dia sudah berpindah ke balik sebuah pohon, dengan lengan Bumi melingkari bahunya dan tangan cowok itu membekap separuh wajahnya, kuat tapi lembut, membuat Langit sulit bicara, tapi nggak sampai sulit bernafas.

"Ada apa?" Langit refleks bertanya, tapi karena tertahan telapak tangan Bumi yang menempel rapat di bibirnya, suara yang keluar hanya terdengar mirip gumaman.

"Billy dan temen temennya," Bumi berbisik persis di telinga Langit. "Liat itu. Mereka menuju kesini."

Langit sekarang bisa melihatnya. Billy, Nino, Kevin, Willy, dan Ryan, mereka berlari lari di sekitar tempat Langit dan Bumi sembunyi, sambil celingukan mencari cari.

"Semuanya berpencar," perintah Billy. "Pokoknya jangan sampai mereka lolos."

Mereka berpencar, dan Bumi bicara lagi, "Tenang. Asal kita nggak bergerak, mereka nggak bakal temuin kita kok."

Asal kita nggak bergerak? Nggak bergerak sampai berapa lama??

Menyadari posisi mereka sekarang yang nyaris tanpa jarak, tiba tiba Langit merasa sangat canggung.

Dia dan Bumi memang pernah berpelukan sebelumnya, saat syuting promo. Tapi nggak sedekat ini. Nggak seerat ini. Sampai sampai Langit bisa mendengar nafas Bumi. Bisa merasakan hembusannya menggelitik ujung telinganya. Dan mereka nggak boleh bergerak? Sama sekali? Sampai berapa lama?

Langit masih menebak nebak ketika tiba tiba Bumi mengingkari kata katanya sendiri. Tiba tiba saja dia bergerak!! Wajahnya beringsut maju sampai pipinya menempel di pipi Langit!!

Langit kaget sampai nyaris marah, tapi lalu dia mendengar suara berkerusek dan menyadari, Nino ternyata sudah sangat dekat dengan mereka, dan posisi itu, adalah satu satunya cara agar mereka berdua bisa tersembunyi sempurna di balik dedaunan pohon yang menjuntai tempat mereka bersembunyi.

Karena nggak menemukan apapun, Nino menjauh dan bergabung kembali dengan Billy dan yang lainnya. Dan mereka berjalan menjauh.

Langit lega sekali, dan segera mau melepaskan diri dari Bumi. Tapi cowok ini, sama sekali nggak mengendurkan pelukannya. Bahkan pipinya tetap dia biarkan menempel di pipi Langit. Langit mulai ketar ketir. Apa dia sengaja?

"Bumi, lepasin aku," Langit meronta. Tapi Bumi yang kaget malahan limbung dan mereka berdua terjatuh dengan posisi yang membuat nafas Langit nyaris putus. Dia terbaring di tanah, telentang, sementara Bumi di atasnya, menindihnya, setiap jengkal tubuh mereka dari ujung kaki sampai dada saling menempel, bukan nyaris tanpa jarak lagi, tapi betul betul tanpa jarak.

Dan yang terburuk – bibir cowok itu... bibir cowok itu menempel di bibirnya...

Untung hanya sepersekian detik mereka berada di posisi memalukan itu, karena berikutnya, tangan Langit yang terbiasa bergerak lebih cepat dari otaknya, melayang dan menggebuk pipi Bumi keras sekali.

"Ouch!!!" teriak Bumi kesakitan. "Lo udah gila ya?! Kenapa lo tonjok gue hah?"

"Lo cowo bejat! Berani beraninya ngelecehin gue?"

"Eh, gue jatoh gara gara lo. Dan lo tuduh gue lecehin lo?! Lo pikir gue cowo apaan?"

"Cowo yang suka cari cari kesempatan dalam kesempitan? Jangan jangan lo sengaja ya, dari tadi peluk peluk gue, mepet mepet gue, dengan alesan sembunyi, biar nggak ketauan?"

Wajah Bumi berubah merah padam. Matanya menatap Langit seakan ingin membakarnya. Dan mendadak Langit merasa kelewatan sudah menyemburkan semua kata kata tadi. Cowok ini dari tadi menolongnya, kenapa malah dia maki??

"Jadi kaya gitu pendapat lo soal gue?" Bumi yang marah kini bicara dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya. Dan matanya menyiksa Langit dengan tatapannya yang tajam dan menusuk. "Fine!! Billy toh udah pergi. Sekarang harusnya udah aman. Jadi, dari sini, silakan lo jalan sendiri. Nanti di depan mungkin ada orang. Lo bisa tanya dimana penjual bensin terdekat. Harusnya ada yang jual bensin dalam jerigen. Lo beli terus isi ke mobil gue dan silakan pergi naik mobil gue." Bumi keluarin kunci mobilnya dan kasih ke Langit. "Ini kunci mobil gue. Tar Senin pas kita ketemu di lokasi, baru lo balikin mobil itu ke gue."

Lalu cowok itu melangkah pergi dari sana.

Saat itu, Langit betul betul merasa nggak enak. Bumi sekarang lagi marah banget, tapi bisa bisanya masih memberikan kunci mobil padanya? Padahal, dia bisa pergi begitu aja. Tapi dia masih meninggalkan mobilnya. Yang artinya, dia masih mikirin keselamatan Langit. Langit jadi merasa sikapnya keterlaluan.

"Sori."

Bumi nggak berhenti. Terus berjalan menjauh. Sampai Langit terpaksa mengejarnya.

"Bumi Stop!"

Tapi Bumi nggak berhenti.

Langit lari lari menjejerinya.

"Aduh aduh, jangan kenceng kenceng dong. Gue cewek nih. Susah ngejarnya."

Bumi cuek. Terus jalan. Tanpa memperlambat langkahnya.

"Bumi, gue barusan minta maaf. Jangan pura pura nggak denger gitu lah!"

Bumi terus jalan sambil diam.

"Bumi.. hellow? Gue minta maaf. I'm so sorry. Plis maafin gue yaa.. Gue pasti terlalu kaget tadi. Makanya jadi nyerocos yang enggak enggak. Tapi gue tau kok, lo nggak kayak gitu. Lo kan cowo baik baik. Sopan. Bermartabat."

Bumi melirik Langit jengkel banget.

"Memang lidah nggak ada tulangnya ya."

"Iyalah! Kalo ada tulangnya, namanya Iga. Enak tuh dibakar terus dicocol sambel terasi."

"Nggak lucu."

"Emang gue nggak lagi ngelucu sih. Tapi lagi ngerayu."

Bumi mendengus.

"Tepatnyaa.. gue lagi ngerayu cowok keren di samping gue. Biar mau maafin gue."

Bumi mendengus makin keras.

Tapi Langit nggak menyerah. Gadis itu sekarang malah menatap Bumi dengan memelas.

"Bumi.. lo cowok kan??

"Iyalah!"

"Harus gentleman dong."

"Lo pikir?"

"Dan cowok gentleman, nggak boleh loh, ngambekan .. tar dibilang kaya cewek lagi. nggak malu?"

Saat itu Bumi merasa sangat heran. Ada ya cewek kaya gini. Habis maki maki, terus ngerayu abis abisan?

"Jadi.. maafin ya? Kalo nggak maafin, bukan cowok gentleman loh Namanya. tapi cowok pendendam. Nggak keren ah. Nanti usaha lo buat selametin gue dari tadi.. jadi nggak ada nilainya..."

"Siapa yang butuh nilai? Nggak ada."

"Fine. Nggak apa apa lo nggak butuh nilai. Tapi gue tetep butuh maaf nih. Jadi plis. Maafin ya? Kalo dimaafin, gue janji nggak akan nuduh yang nggak nggak lagi deh."

Bumi tetap diam.

"Bumi.. pliss.."

Bumi tetap diam.

"Gue akan ngomong terus sampai lo maafin gue."

Bumi tetap diam.

"Bumi??? Bumi... Bumiiii!! BUMIIIIII!!"

Langit memanggil Bumi dengan berbagai nada.

Lalu dia mengubah nadanya seperti suara ambulans.

Lalu dia mengubah nadanya lagi, seperti mobil pemadam kebakaran.

"Bumibumibumibumibumibumibumi!"

"Mibu-mibu-mibu-mibu-mibu-mibu-mibu!"

"Mimibu-mimibu-mimibu-mimibu-mimibu!"

"Berisik!!"

"Gue akan diem kalo dimaafin... mimibu-mimibu-mimibu-mimibu!"

Bumi nggak tahan lagi.

"Oke oke! oke! Gue maafin. Tapi nggak ada suara aneh aneh lagi keluar dari mulut lo. Bisa?"

"Siap bossque!"

Langit mengangkat tangannya, menghormat ke Bumi.

"Lo pikir gue tiang bendera?" tukas Bumi.

Gadis itu sambil terkekeh menurunkan tangannya.

Entah kenapa, Bumi jadi ingin ikut terkekeh.

Tapi ditahannya. Takut gadis rese di sampingnya ini nanti besar kepala.

-----------------------------------------------------------------------------------

Makasih buat semua yang udah baca :)

Jangan lupa baca bab berikutnya yaa...sy usahain update tiap hari.

Jangan lupa juga vote dan tinggalin koment...