Beberapa minggu setelah syuting promo, baru Bumi mendapatkan callingan untuk syuting episode awal. Tepatnya, di saat hatinya sedang porak poranda. Kalo nggak ingat tanggung jawab dan kontrak yang sudah dia tanda tangani, rasanya ingin dia lepaskan aja proyek sinetron itu, karena yang ingin dia lakukan saat itu hanya menyendiri di kamar, jauh dari semua orang, dan nggak bicara dengan siapapun.
Tepat beberapa hari yang lalu, di hari jadian setahun mereka, Rania mutusin dia. Katanya, karena nggak ada kecocokan lagi. Well, belakangan mereka memang agak sering bertengkar, tapi semuanya toh cuma masalah kecil? Nggak ada yang benar benar serius. Nggak ada masalah yang besar. Karena itu, Bumi jadi berpikir. Apa Rania sedang PMS makanya jadi sensitive? Bumi berusaha bersikap logis dan mendatangi rumah Rania besoknya, untuk bicara baik-baik.
Dan hatinya terasa seperti diremas saat dia mendapati Rania tidak sedang sendirian. Ada cowok tampan disana, yang sedang berciuman dengan Rania. Berciuman. Di bibir, bukan di kening ataupun di pipi. Mesra. Di teras. Di depan matanya.
Tangan Bumi mengepal, dan biarpun sekuat tenaga dia berusaha menahan emosinya, dia tidak sanggup. Seperti letusan gunung berapi, kemarahannya meledak, dan sebelum dia sadar, kakinya sudah menerjang maju dan kedua tinjunya menghajar cowok itu hingga babak belur.
Berhari hari sudah berlalu sejak kejadian itu, tapi sakitnya belum berkurang sama sekali. Bisa bisanya, dia dikhianati perempuan yang dia cinta, untuk yang kedua kalinya? Pacar pertamanya dulu, Kirana, juga meninggalkannya untuk menikah dengan laki laki lain yang lebih mapan. Dan sekarang, Rania juga? Iya, Bumi sekarang artis dan boleh dibilang sudah cukup mapan. Tapi dia masih laki laki sederhana yang sama seperti dulu, bukan konglomerat yang bisa membeli segalanya. Sedangkan cowo baru Rania tadi, adalah seorang pengusaha tambang. Jelas lebih kaya dan lebih punya masa depan dibandingkan Bumi.
Bermalam malam setelahnya, Bumi sulit tidur. Dia hanya duduk, membiarkan air matanya tumpah dan pikirannya berkelana entah kemana, di dalam kamar yang dia biarkan gelap. Tapi bahkan setelah berhari hari lewat, sakit di hatinya belum juga berkurang. Malah rasanya bertambah dalam.