Bumi selalu menyukai pantai. Mendengarkan debur ombak yang memecah saat bertemu pasir dan menatap keindahan cakrawala yang seperti tanpa batas, entah kenapa bisa membuat semua kelelahan dan beban di hatinya menguap. Karena itu dia sengaja datang lebih awal dari waktu yang diharuskan, supaya dia punya waktu sesaat untuk sendiri, hanya ditemani kesunyian di sekitarnya.
Banyak orang benci kesunyian, tapi buat Bumi, sunyi adalah temannya. Jauh dari keramaian, biarpun untuk sesaat, baginya adalah kebutuhan. Biarpun kadang Bumi menyukai keramaian, tapi terlalu lama berada di keramaian entah kenapa membuat pikirannya jadi penat.
Denting notifikasi chat di hpnya membangunkan Bumi dari lamunannya. Ada pesan dari Rania, pacarnya, yang saat itu tengah melakukan pemotretan untuk salah satu brand yang mengendorse-nya. Rania juga artis sekaligus foto model. Namun biarpun baik Bumi maupun Rania sibuk dengan pekerjaan masing masing, mereka selalu menyempatkan waktu untuk bersama. Bumi membalas chat dari Rania, mengatakan dia sudah tiba sejak tadi dan sedang menunggu yang lainnya tiba. Lalu menutupnya dengan beberapa kata-kata mesra.
Kurang lebih sejam setelah chat terakhir dari Rania, sutradara, kru, dan pemain lain berdatangan. Langit diantar oleh pacarnya yang tampan, Billy, dan setelah basa basi sejenak, mereka langsung syuting.
Tidak ada yang istimewa dari syuting promo itu. Seperti biasa, syuting Promo selalu lebih melelahkan dan makan waktu lebih lama karena pengambilan gambar dilakukan dengan sangat detil, berkali kali dan berulang ulang, dari berbagai macam angle. Saat semuanya selesai, nggak ada hal lain yang lebih diinginkan Bumi selain segera Kembali ke villa-nya dan terlelap, tanpa diganggu apapun. Namun mandi rupanya mengembalikan kesegarannya dan bikin dia sadar bahwa perutnya yang belum diisi sejak tadi keroncongan. Jadi Bumi memutuskan untuk makan malam sebentar, daripada dia kelaparan tengah malam nanti.
Saat berjalan menuju restoran villa, tanpa sengaja dia mendengar sesuatu yang nggak seharusnya didengarnya.
"Anjing!" teriak suara itu, tinggi dan kasar, terdengar marah. "Kelakuan kamu itu kayak perempuan murahan tau nggak! Dasar kamu pelacur!!
Cewek di hadapannya berusaha menenangkannya. "Billy, hei, tenang. Kamu nggak boleh emosi kaya gini. Ayo. Atur nafas kamu. Inget semua yang pernah kita pelajari bareng. Kamu harus control emosi kamu. Harus bisa. Pasti bisa. Tarik nafas. Buang. Tarik nafas. Buang."
Billy melakukan apa yang dibilang cewek itu, dan perlahan kemarahannya perlahan reda.
"Nah, begitu. Bagus," sahut cewek itu dengan sabar, supportive.
"Langit, maafin aku. Lagi lagi aku kelepasan emosi," suara Billy terdengar menyesal.
"Nggak apa apa," kata Langit. "Hari ini memang melelahkan. Jadi, Gimana kalo kita lupain aja semua yang terjadi tadi dan ayo kita makan? aku udah laper banget, dan kamu pasti juga kan??
Billy mengangguk dan mereka berdua pergi dari sana. Bergandengan mesra, seakan nggak ada masalah apapun, meninggalkan Bumi yang masih terpaku heran di tempatnya. Apa sebenarnya yang barusan terjadi di depan matanya? Pacar Langit yang terlihat manis dan perhatian, kenapa tiba tiba bisa berubah sekasar itu? Dan kenapa Langit bukannya marah, malah menghadapinya dengan begitu sabar? Kalo Bumi jadi dia, sudah dia tampar dan putusin cowok itu. Menyebut pacar sendiri "anjing", itu bukan sesuatu yang bisa ditoleransi kan?
Berbagai pertanyaan berputar putar di kepala Bumi. Tapi lalu dia sadar, itu bukan urusannya.
Langit hanyalah lawan mainnya. Sebaiknya, jangan terlibat secara emosional dengan lawan main.
Jadi dia memilih pergi dari sana dan makan malam, sambil mengusir kejadian yang barusan dia liat, agar tidak berdiam di benaknya.