Matahari sudah hampir naik sepenggalah. Tapi Cheery, baru saja terbangun dengan tubuhnya yang terasa sakit. Seakan ia telah melakukan kerja berat sepanjang malam.
Cheery hendak bangkit dari ranjang walau matanya enggan sekali terbuka. Namun, rasa perih di area pangkal paha dan sekitaran area sensitif miliknya membuat Cheery membuka mata lebar.
"Ahk, sakit sekali!" pekiknya kesakitan.
'Tapi kenapa daerah sensitifku begitu sakit? Tadi malam aku baik-baik sa–' gumamnya dalam hati terhenti.
"Ah, tidak mungkin!" desahnya tidak percaya.
Potongan-potongan adegan dirinya bersama pria asing mulai muncul di kepalanya saat Cheery kembali mengingat kejadian tadi malam setelah dirinya menghabiskan anggur di dalam botol.
'Semalam, sepertinya Vano datang, tapi itu tidak mungkin. Dia menelponku dan tidak tahu kalau aku memesan kamar ini! Lalu siapa yang bersamaku tadi malam?'
Wajah Cheery langsung memucat setelah yakin kalau dirinya sudah bermalam dengan pria yang bahkan tidak diingat olehnya.
***
"Katakan padaku, siapa pria yang masuk ke kamar 306 yang aku tempati?" desak Cheery pada penerima tamu, "Bagaimana hotel semegah dan sebesar ini melakukan kesalahan sefatal itu? Apa kalian tidak malu dengan pelayanan dan keamanan hotel seburuk ini?" lanjutnya lagi yang tidak terima.
"Maaf, Nona. Saya yakin tidak ada yang memasuki kamar Nona selain Nona sendiri. Saya rasa Nona telah salah paham," Wanita penerima tamu tersebut mencoba meyakinkan Cheery, namun raut wajahnya begitu gugup.
Tentu saja penerima tamu itu gugup menghadapi Cheery setelah petugas kebersihan melaporkan kalau dirinya telah melakukan kesalahan fatal pada Cheery.
Pasalnya, saat petugas kebersihan dipanggil untuk mengantarkan Cheery ke kamar 306, ia malah membawa Cheery masuk ke kamar 305, kamar pribadi Trian, karena waktu itu dirinya baru saja selesai membersihkan kamar tersebut dan mengira kalau kamar tersebut adalah kamar yang akan ditempati Cheery.
"Tapi aku merasa ada yang janggal di kamarku dan aku tidak bisa mengatakan apa yang terjadi pada kalian!" jelas Cheery lagi.
"Kalau Nona tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi, bagaimana kami bisa memberikan jawaban atas pertanyaan yang Nona ajukan?" balas resepsionis itu.
Cheery terlihat bimbang.
Meski yang ia alami sangat nyata, tapi Cheery tidak mungkin bercerita kalau dirinya telah bermalam bersama pria asing yang ia tidak tahu siapa. Lagipula, ia juga tidak memiliki bukti yang cukup untuk menggugat apapun pada mereka.
"Sudahlah, lupakan saja! Aku akan pergi!" ucap Cheery sebelum pergi.
Cheery harus rela meninggalkan tempat sial tersebut dengan perasaan hancur.
'Bagaimana hidupku setelah ini? Apa yang harus kulakukan dan kukatakan pada Vano? Apa aku harus mengatakan padanya kesucianku terenggut orang lain yang bahkan aku tidak tahu siapa?' batinnya lirih menangis sambil memperhatikan hotel megah tersebut dari luar.
Lamunannya buyar saat ponsel di dalam tas kecilnya berbunyi. Dan saat Cheery melihat nama si pemanggil, air mata langsung turun dengan derasnya.
Dengan keadaan setengah tenang Cheery mengangkat panggilan tersebut.
"Cheery, kamu ada di mana, Sayang? Aku sudah tiba di bandara!" ucap Vano yang terdengar antusias saat ini.
Berbeda dengan Vano, Cheery malah semakin murung mendengarkan suara sang kekasih yang begitu dicintainya itu.
"Aku di perjalanan pulang ke rumah mama. Jangan menjemputku. Kamu langsung saja ke hotel. Kita akan bertemu di sana," jawab Cheery lirih.
"Ada apa? Kenapa suaramu begitu sedih? Padahal kita akan segera bertemu dan bersama untuk seterusnya!" tanya Vano sedikit panik.
"Tidak, aku tidak sedih. Aku hanya terlalu senang hingga air mataku keluar," jawab Cheery yang isakannya sesekali terdengar.
"Dasar bodoh! Aku pulang dan tidak akan pergi lagi! Jangan menangis seperti itu. Dan awas saja kalau matamu seperti panda saat aku melihatmu nanti! Karena aku hanya ingin melihat wajah tunanganku yang amat cantik itu," ancam Vano dibarengi dengan candaan.
"Baiklah kekasihku yang tampan! Tuan putrimu akan berdandan cantik malam ini. Tunggulah aku di pintu masuk hotel nanti atau akan ada mata jahat yang mengintipku dan menginginkan tuan putrimu ini!" Cheery membalas candaan kekasihnya itu sambil menghapus air matanya dan tersenyum.
"Milikku akan tetap milikku. Aku tidak takut mata jahat apapun karena aku tahu, kekasihku tidak akan berpaling dariku!" jawab Vano percaya diri, "Cheery, aku begitu merindukanmu, Sayang. Cepatlah datang, karena aku sudah tidak sabar ingin memelukmu," pinta Vano sebelum memutuskan sambungan telepon mereka.
Tak lupa juga, Vano mengucapkan kalimat cinta pada Cheery yang berhasil membuat air mata kembali turun dengan derasnya.
"Maafkan aku, Vano! Aku menghianati hubungan ini! Aku begitu bodoh hingga satu hal berharga yang selama ini kujaga untukmu direnggut pria lain. Maaf, Vano. Maaf!" ucap Cheery lirih sambil meremas kuat ponsel di genggamannya.
***
Di sebuah rumah sederhana yang terlihat indah, Cheery melangkahkan kakinya, dan masuk ke dalam rumah tersebut.
Tidak ada sapaan ceria ataupun senyuman manis yang dihadirkan Cheery saat memasuki rumah.
Hal itu menyebabkan ibunya, Nyonya Lisa, mengerutkan dahi dan menghampiri puteri tunggalnya yang murung itu.
"Kenapa murung seperti ini? Bukannya semalam kamu pamit untuk menyambut Vano? Lalu ke mana Vano? Apa dia tengah bersiap untuk nanti malam?" banyak pertanyaan yang dilontarkan nyonya Lisa pada puterinya tersebut. Namun, satu kata pun tidak keluar dari bibir mungil Cheery.
"Ada apa, Sayang? Kenapa seperti ini? Apa kamu tidak ingin menceritakannya pada mama?" tanya mamanya lagi.
"Ma, apa aku harus menikah dengan Vano?" Pertanyaan Cheery itu membuat nyonya Lisa tertegun penuh tanda tanya.
"Bukankah itu yang kalian rencanakan sejak lama? Kalian sudah berpacaran bertahun-tahun, bukan? Dan kamu begitu tergila-gila dengan Vano. Lalu kenapa masih bertanya?" balas nyonya Lisa dengan pertanyaan juga.
"Aku hanya takut tidak bisa membahagiakan Vano setelah kami menikah, Mam. Aku takut Vano kecewa padaku nanti," ucap Cheery murung, "dan lagi, aku tidak ingin meninggalkan Mama sendirian di sini," lanjutnya.
"Gadis bodoh! Tentu saja kamu harus pergi mengikutinya setelah menikah. Dan apa yang tadi itu? Kecewa? Memangnya apa yang kamu perbuat sampai Vano kecewa padamu, Nak?" tanya sang mama dengan penuh perhatian.
Menatap wajah sang mama membuat Cheery semakin bersedih. Tidak mungkin ia mengatakan kejadian yang menimpanya tadi malam pada sang mama.
"Lupakan, Mam. Mungkin aku hanya canggung karena sekian lama tidak bertemu dengannya. Entah aku terlihat lebih jelek atau bagaimana di matanya saat ini. Itulah yang membuatku merasa tidak pantas bersanding dengannya," jawab Cheery miris.
"Sudahlah, itu hanya perasaanmu, Nak! Setelah bertemu dengannya nanti malam, resahmu akan hilang saat melihatnya," ucap sang mama meneduhkan hatinya.
Bersambung...