Aldi barusaja sampai dirumah setelah mengantar Dinda pulang. Aldi memang kurang kerjaan, mengantar Salsha terlebih dahulu baru mengantar Dinda dan kembali lagi kerumah Salsha. Tapi, Aldi hanya malas saja jika harus berduaan dengan Salsha di dalam mobil.
Aldi melepaskan sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu. Berjalan santai menaiki undakan tangga. Saat Aldi ingin masuk ke kamarnya, ia melihat Salsha sedang mengemil sembari menonton siaran televisi. Aldi iseng, ia pun menghampiri Salsha dan duduk di samping gadis itu.
"Capek banget," keluh Aldi.
Salsha melirik Aldi sekilas kemudian kembali menonton televisi. "Kirain mau sekalian makan malam sama Dinda."
Aldi meraih snack yang ada di tangan Salsha dan memakananya dengan rakus. Salsha mendelik dan kembali merebut makanannya.
"Kalo laper ambil di dapur. Nggak usah ganggu gue lo!"
"Sumpah, capek banget." Aldi merenggangkan kakinya dan menaikkannya ke atas kaki Salsha. "Pijat, dong."
"Nyari masalah lo sama gue!" Salsha menjauhkan kaki Aldi dari atas kakinya. "Bisa nggak ganggu sekali aja nggak, sih."
"Nggak bisa." Aldi memeletkan lidahnya ke arah Salsha. "Hobi gue sekarang itu bikin lo kesal."
"Taik lo!" dumel Salsha. "Gimana di mobil tadi sama Dinda?" Salsha melirik Aldi pelan. "Lo kurang kerjaan sih ngantar gue duluan."
Aldi menelisik wajah Salsha. "Lo cemburu gue berduaan sama Dinda di mobil?"
"Siapa bilang?" sahut Salsha cepat. "Mimpi kali lo gue cemburuin lo sama Dinda."
"Tapi Dinda anaknya asyik juga, ya." Aldi memuji Dinda. "Beda sama lo."
"Lo suka sama Dinda?" tanya Salsha penasaran.
"Kalo iya kenapa?" tanya Aldi berniat menggoda Salsha. "Lo nggak suka?"
Salsha gelagapan, tak tahu harus menjawab apa. 'Ya kan lo udah punya pacar. Kasihan sahabat gue kalo dia di kasih harapan palsu sama lo."
"Kasihan sama sahabat lo atau lo nggak rela gue dekat sama Dinda karna lo cemburu?" Goda Aldi. Ia berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Baru dua langkah, Aldi berhenti dan berbalik. "Apa jangan-jangan lo udah mulai suka sama gue?"
Salsha mendengus kesal. Ia mengambil bantal sofa dan melemparkannya ke arah Aldi. "Jangan mimpi lo. Gue sukanya sama Farel bukan sama lo."
"Ngomong-ngomong soal Farel. Mending lo lupain dia," kata Aldi. "Sekarang dia udah sama Bella. Nggak punya kesempatan lagi lo."
"Siapa bilang? Gue masih punya kesempatan buat dapatin hati Farel," ucap Salsha penuh percaya diri.
Kini Aldi yang melempar Salsha dengan bantal sofa. "Bisa-bisa lo yang disebut pelakor karena udah gangguin Farel. Cukup predikat cewek nggak tau malu karna udah ngejar-ngejar cowok aja ada di lo, predikat pelakor jangan lagi."
Aldi tertawa keras sembari berjalan meninggalkan Salsha dan masuk ke dalam kamarnya. Salsha pias, ia melemparkan bantal lagi ke arah Aldi.
"Bangsat! Mati aja lo sono!"
*****
Aldi melemparkan handuk yang barusaja ia pakai dengan asal di atas meja. Aldi meraih ponselnya dan membaca chat dari Tania, pacarnya di bandung.
Tania
Makin lama kamu makin gak ada waktu ya sama aku. Keasyikan sama cewek itu sampe lupa sama pacar sendiri?
Aldi menghela nafasnya. Ia baru saja selesai mandi dan ingin beristirahat karena merasa lelah seharian. Tetapi Aldi malah mendapat pesan berisi tuduhan seperti itu. Aldi tadi mengabari Tania, mengatakan jika ia kerja kelompok. Pulang pun Aldi bilang kepada Tania. Memang Aldi sadar, intensitas komunikasiannya dengan Tania sudah berkurang, tidak seperti ketika ia baru datang ke Jakarta. Tapi harusnya Tania mengerti jika dunia Aldi bukan hanya Tania saja. Aldi punya dunia dan kesibukan lain.
Saat menjalani hubungan LDR seperti ini Aldi tahu jika hubungannya pasti di terjang banyak masalah. Selalu ada saja hal spele yang membuat mereka jadi berantam. Seperti saat ini, hanya karena telat mengabari membuat Tania marah lagi kepada Aldi.
Aldi kembali meletakkan ponselnya di atas nakas. Ia sudah cukup lelah hati ini. Aldi tak mau menguras tenaga lagi dengan berdebat via telfon dengan Tania. Nanti saja jika keadaan keduanya sudah membaik, Aldi pasti akan memberikan pengertian kepada Tania agar ia tak perlu khawatir. Tidak ada yang perlu di takutkan oleh Tania. Aldi tidak mungkin beralih mencintai Salsha. Salsha bukan tipenya. Apalagi Bella, ia sudah menganggap Bella itu sahabatnya. Perasannya hanya untuk Tania.
*****
Tania meremas ponselnya saat tak mendapatkan balasan dari Aldi. Padahal lelaki itu sudah membacanya. Tania geram, ia selalu curiga kepada Aldi dan cewek yang di jodohkan dengan pacarnya itu. Tania takut, jika Aldi khilaf dan melakukan hubungan terlarang dengan gadis itu.
"Lihat, Baal, teman lo itu udah nggak nganggap gue." adu Tania kepada Iqbaal.
Iqbaal adalah sahabat Aldi dan Tani di Bandung. Mereka sudah bersahabat dari masuk sekolah menengah atas. Tania dan Aldi sendiri sudah berpacaran hampir dua tahun lamanya dan tak pernah sekali pun mereka putus.
Iqbaal mematikan rokoknya dan menatap Tania. "Aldi masih nganggap lo, Tan."
"Nganggap darimana?" tanya Tania. "Sekarang aja dia nggak balas chat gue. Padahal di baca lo."
Iqbaal mendekati Tania dan merangkul bahu gadis itu. "Mungkin Aldi sibuk atau dia capek. Bisa aja 'kan?"
Tania melepaskan rangkulan Iqbaal di bahunya. "Tapi tetap aja, harusnya dia itu ngabarin dulu kalo mau ngapa-ngapain. Kalo gini bikin gue nggak tenang."
"Lo bisa lebih santai dikit nggak, Tan." Sebenarnya Iqbaal sudah lelah mendengar semua keluhan Tania. Gadis itu tidak pernah percaya kepada Aldi. "Aldi juga nggak mungkin selingkuh sama cewek itu."
"Lo bisa pastiin itu ?" Tania menaikkan sebelah alisnya. "Mereka tinggal serumah, Baal. Bukan nggak mungkin mereka bakal baper satu sama lain. Bukan nggak mungkin juga Aldi khilaf dan ngelakuin hal mesum sama dia."
"Itu artinya lo nggak kenal betul sama Aldi!" tandas Iqbaal. "Lo udah berapa lama sih kenal sama Aldi. Lo lebih dulu kenal sama Aldi daripada gue, tapi kayaknya gue yang lebih kenal sama dia. Aldi itu tanggung jawab, Tan. Aldi selalu megang omongannya. Kalo dia bilang dia nggak mau di jodohin itu artinya dia nggak mau. Trus apalagi yang lo takutkan? Takut kalo Aldi berpaling? Aldi pasti ingat kalo dia punya pacar di Bandung."
"Tapi tetap aja gue nggak tenang." Tania pun tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan. Ia hanya takut Aldi jatuh ke pelukan orang lain. "Gue nggak siap untuk Ldr."
"Itu berarti masalahnya ada di elo, bukan di Aldi."
"Lo nggak paham apa yang gue rasain, karna lo nggak pernah pacaran, Baal. Lo nggak pernah tau gimana rasanya takut kalo orang yang lo cintai jatuh cinta sama orang lain."
Iqbaal menelan ludahnya susah payah. Mungkin Iqbaal memang tidak pernah pacaran, tapi bukan berarti ia tidak menaruh perasaan kepada siapapun. Iqbaal mencintai gadis cantik di Jakarta. Gadis yang harus ia tinggalkan karna ia tak bisa mendapatkan gadis itu. Iqbaal takut kehilangan gadis itu bahkan biarpun gadis itu bukan miliknya
Iqbaal berdiri dari duduknya dan meraih jaket yang terletak di sofa. Sebelum pergi Iqbaal berkata. "Nggak ngerti lagi gue masalah lo sama Aldi. Gue angkat tangan."