Bella menggoyang-goyangkan kakinya di tanah. Bukan kelas tujuannya dan Aldi melainkan taman. Bella lagi-lagi merutuki sikap yang ia ambil di depan Farel. Bella bukan orang yang munafik, mengatakan tidak padahal ia ingin kepada Farel. Hanya saja ia tidak ingin berebutan 'lagi' dengan Salsha.
Bella menghela nafasnya gusar. Sejak tadi ia tak tenang. Pikirannya jelas tertuju kepada Farel. Sedangkan Aldi yang duduk tenang di sampingnya mulai merasa terganggu.
"Lo lagi ada masalah?" tanya Aldi.
Bella menggeleng sembari menatap Aldi sendu. "Lo mau jadi pacar gue?" tanya Bella tiba-tiba.
Aldi tak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya. Ada yang tidak beres dari Bella. Dan Aldi makin yakin ada yang gadis itu sembunyikan.
"Lo serius?" Aldi tak percaya. "Gue datang sama lo cuma sebagai teman. Lagi pula gue punya pacar di Bandung."
"Gue tahu," Bella hilang semangat. "Tapi gue mau lo bantuin gue."
"Bantuin apa?" tanya Aldi sembari mengernyitkan keningnya.
Bella kembali menatap Aldi dengan penuh harap. "Jadi pacar pura-pura gue di depan Farel dan Salsha. Dengan begitu Farel nggak akan ganggu gue lagi."
Aldi tahu apa yang menjadi penyebab kegundahan hati Bella dari tadi. "Lo yakin pengen Farel berhenti gangguin lo?"
Bella mengangguk tak yakin. "Iyaa."
"Bukannya lo suka sama dia?" tebak Aldi.
"Guee...." Bella tak mampu melanjutkan kalimatnya.
"Nggak usah tutupin. Gue tau kalo lo suka sama Farel," kata Aldi. "Yang gue heran, kenapa lo bertingkah seakan-akan kalo lo nggak suka sama dia."
Bella menghela nafasnya. Mungkin ini saatnya ia mengakui tentang perasaannya kepada Aldi. Bella percaya, Aldi adalah lelaki yang bisa di percaya.
"Karena Salsha suka sama Farel. Gue nggak rebutan cowok sama dia."
Aldi menggeleng tak percaya mendengar alasan yang di lontarkan oleh Bella. "Lo terlalu polos, Bel. Satu hal yang gue tahu dari lo sejak pertama kali kita kenal, lo itu terlalu mikirin perasaan orang lain. Sebenarnya gue udah tau sikap lo yang cuek sama Farel bukan semata-mata karena lo nggak suka sama dia. Lo itu tertekan sama sikap yang lo ambil ke dia. Lo terlalu mikirin perasaan Salsha makanya lo cuek ke Farel. Salsha nyindir lo, tapi lo diam aja. Bukan karena lo nggak bisa ngebalas, tapi karena lo nggak mau nyakitin perasaan dia, 'kan?"
Bella terdiam. Semua yang keluar dari mulut Aldi adalah kenyataan. Bella bahkan tak punya pembelaan atas semua kata-kata itu.
"Boleh gue kasih masukan?" tanya Aldi. Bella mengangguk. "Nggak usah terlalu mikirin orang lain. Pikirin diri lo sendiri dulu, baru pikirin orang lagi. Jangan karena lo terlalu mikirin perasaan orang lain sampe bikin lo lupa sama perasaan dan kebahagiaan lo sendiri."
"Kalo lo emang suka sama Farel, terima dia. Masalah Salsha mau marah atau nggak terima itu urusan dia. Lagipula lo nggak ngerebut Farel. Lo dan Salsha cuma suka sama satu cowok dan kebetulan itu cowok suka sama lo." Aldi mengusap pundak Bella. "Apa lo siap kalo suatu saat Farel berhenti ngejar lo, sementara lo suka sama dia?"
Bella menggeleng, ia tidak siap jika hal itu terjadi.
"Respon Farel sebelum terlambat."
******
Salsha menghempaskan tubuhnya di sofa. Seharian ia menghabiskan waktunya dengan hangout bersama Dinda. Mulai dari belanja di mall, makan di cafe, jalan-jalan di taman. Salsha mulai merasakan hidup yang damai dan tenang lagi hari ini. Setelah Aldi datang, memang Salsha merasakan hidupnya jauh dari kata tenang dan damai.
Salsha menghela nafasnya, melepaskan sepatu beserta kaos kakinya. Kemudian Salsha berdiri dan berjalan menaiki undakan tangga menuju kamarnya. Sebelum sampai di kamar, Salsha melihat Aldi tengah asyik bermain Ps. Salsha berpikir untuk menjahili Aldi.
Salsha duduk di samping lelaki itu dan mengambil paksa stik Ps dari tangan Aldi. "Tumben lo pulangnya cepat."
"Ganggu lo!" Aldi mencoba mengambil stik Ps dari tangan Salsha tetapi gadis itu menjauhkannya. "Balikan stiknya."
Bukannya menuruti kemauan Aldi, Salsha malah berdiri dan mematikan Tv. Salsha berkacak pinggang di depan Aldi.
"Listik rumah gue nanti habis kalo lo main Ps mulu!"
"Cewek gila, lo!" maki Aldi. Malas berdebat dengan Salsha, Aldi pun memilih memainkan game di ponselnya.
Tapi bukan Salsha namanya jika ia membiarkan hidup orang lain tenang. Salsha mendekati Aldi dan menyenggol-nyengol bahu lelaki itu.
Aldi tentu saja terganggu. "Jauh-jauh lo dari gue!"
Salsha tak mendengarkan ucapan Aldi, ia malah meraih ponsel lelaki itu dan memasukkannya ke dalam tasnya. Aldi menggeram kesal, ia mengepalkan tangannya dan melotot ke arah Salsha.
"Balikin hp gue," kata Aldi dengan datar.
Salsha menggeleng dan melipatkan tangannya di depan dada.. "Kalo gue nggak mau, gimana?"
"Balikan hp gue," ulang Aldi. Ia mengulurkan tangannya ke depan Salsha. "Gue lagi nggak mood buat becanda."
"Nggak mau!" Salsha bersikeras.
"BALIKAN HP GUE, SALSHA!" bentak Aldi yang sudah merasa emosi.
Salsha terdiam, matanya mulai berkaca-kaca. Seumur hidup ia belum pernah di bentak. Bahkan orang tuanya sekalipun tidak pernah membentaknya.
Salsha mengambil ponsel Aldi dari dalam tasnya dan meletakkannya di atas meja dengan sedikit keras. Salsha menatap Aldi sembari mengusap airmatanya dengan kasar.
"Sekarang gue tahu ya sifat asli lo gimana. Baru di gituin aja lo udah marah, udah main bentak-bentak gue." Salsha berdiri. "Kayaknya Mama gue salah udah jodohin gue sama cowok pemarah kayak lo!"
Salsha pergi meninggalkan Aldi dan masuk ke kamarnya, tak lupa ia menutup pintu kamarnya dengan keras. Aldi mengusap wajahnya dan menyesal atas apa yang sudah ia lakukan. Tak seharusnya ia membentak Salsha seperti tadi. Tapi masalahnya, Salsha bercanda tidak tau situasi, Aldi lagi kesal dengan Tania yang tiba-tiba saja menjadi gadis yang pemarah dan pencemburu semenjak ia pindah ke Jakarta. Pikiran Aldi kalut memikirkan Tania, di tambah Salsha yang membuatnya kesal. Pantas saja ia menjadi seperti tadi.
Aldi menggaruk tengkuknya, sekarang apa yang harus ia lakukan. Diam dan membiarkan Salsha menangis karna ulahnya atau meminta maaf kepada gadis itu. Mellina, Mamanya selalu mengajarkan kepada Aldi untuk tidak membuat perempuan menangis atau menyakiti hati perempuan. Mellina selalu menerapkan kepada Aldi untuk melindungi perempuan. Jika Aldi membuat salah, lelaki itu harus meminta maaf.
Tapi jika Aldi meminta maaf kepada Salsha, ia yakin gadis itu akan merasa menang. Aldi tentu saja tidak mau hal itu terjadi. Tapi jika membiarkan dan melupakannya pun Aldi tidak akan bisa. Ia pasti akan terus kepikiran. Kalaupun Aldi harus meminta maaf, ia tidak tau harus meminta maaf dengan cara apa.
"Gue harus gimana," ucap Aldi frustasi.