Salsha membuka pintu kamarnya sedikit dan mengintip keluar, mencari tau apakah Aldi ada di rumah atau tidak. Karena semenjak tragedi pembentakan Aldi tadi, Salsha tidak mendengar suara lelaki itu lagi.
Salsha keluar dari kamarnya dan menutup pintu itu dengan sangat pelan. Berjalan pelan menuju dapur. Salsha belum mau bertemu dengan Aldi. Pasti lelaki itu akan mencemooh dan meledeknya karena terlalu cengeng.
"Akhirnya lo keluar juga."
Salsha terkejut mendapati Aldi di dapur yang tengah memasak nasi goreng. Salsha diam, tak menanggapi ucapan Aldi itu. Salsha membuka kulkas dan mengambil jus dari dalamnya dan menuangkannya ke dalam gelas.
"Gue minta maaf."
Aldi mendekatkan piring berisi nasi goreng, di atasnya ada telor ceplok yang di hias seperti orang yang tersenyum menggunakan saos. Salsha terdiam dan menatap Aldi dengan datar.
"Gue masakin lo nasi goreng sebagai permintaan maaf gue karena tadi gue udah bentak lo," kata Aldi pelan dan ragu.
Aldi tak henti berpikir bagaimana caranya agar bisa meminta maaf kepada gadis itu. Aldi tidak pernah di ajari untuk menyakiti hari perempuan apalagi sampe membuatnya menangis. Makanya, saat melihat airmata Salsha, ia langsung menyesal atas perkataannya tadi.
Salsha masih diam terpaku di tempatnya. Menatap Aldi dan nasi goreng tersebut secara bergantian. Lebih mementingkan egonya, Salsha memilih meminum jusnya daripada menjawab ucapan Aldi tadi.
Melihat respon Salsha yang hanya diam, Aldi menggaruk tengkuknya. "Lo nggak mau maafin gue?"
Salsha menghela nafasnya. Bentakan Aldi tadi masih terasa di hatinya, tetapi Salsha juga merasa salah karena telah menganggu lelaki itu tadi.
"Tadi pikiran gue lagi kacau. Makanya pas lo ganggu gue jadi gue respon ngebentak lo." Aldi mencoba menjelaskan.
Salsha menatap Aldi lagi. Ekspresi lelaki itu sangat merasa bersalah, membuat Salsha ingin tertawa jadinya. Seminggu serumah bersama Aldi, baru kali ini Salsha melihat ekspresi muka Aldi itu. Biasanya lelaki itu selalu nyolot dan tak mau kalah berdebat dengannya. Tapi kali ini, lelaki itu mau meminta maaf kepadanya. Uhh, manis sekalii.
Salsha duduk di kursi meja makan. Mengambil sendok dan mulai mengacak-ngacak nasi goreng buatan Aldi itu.
"Lo nggak campurin aneh-aneh kesini, 'kan?"
Mendengar ucapan Salsha membuat Aldi dengan segera duduk di depan gadis itu. "Nggak la. Cobain aja, pasti enak rasanya."
"Kalo nggak enak, gue nggak mau maafin lo." Salsha menyuapkan sesendok nasi goreng buatan Aldi itu kemulutnya.
"Pasti enak dong." Aldi harap-harap cemas melihat Salsha mengunyah nasi goreng itu.
Salsha mengunyah perlahan nasi gorengnya dan menatap Aldi dengan datar.
"Gimana?" tanya Aldi penuh harap.
Bukannya menjawab, Salsha memakan nasi gorengnya dengan lahap. Masakan Aldi ini sangat lezat, sayang jika di lewatkan.
Aldi berbinar melihat masakannya di makan lahap oleh Salsha. Akhirnya apa yang ia lakukan tak berakhir sia-sia. Salsha mau memaafkannya.
"Masakan gue enak kan?"
Salsha menghentikan sejenak aktifitas makannya dan menatap Aldi datar. "Sebenarnya nggak enak, sih tapi berhubung gue lapar jadi gue makan aja."
Aldi berdecih, padahal ia yakin Salsha sangat menikmati masakannya. "Yakin nggak enak? Lo lahap banget makannya."
"Ngehargai usaha lo aja," elak Salsha tak mau mengakui jika masakan Aldi enak.
"Banyak gaya lo. Ngaku aja apa susahnya, sih." Aldi mulai merasa kesal lagi.
"Lo mau gue maafin, nggak?" ancam Salsha.
"Jadi lo maafin gue, 'kan?" tanya Aldi lagi. Perasaannya akan lega jika Salsha mengatakan iya.
"Maafin nggak, ya?" Salsha mengetuk-ngetuk jarinya di dagu.
Aldi semakin kesal dan menoyor kepala Salsha. "Lo makin kurang ajar ya."
Salsha mengelus-ngelus kepalanya dan menatap tajam Aldi. "Baru juga lo minta maaf udah bikin salah lagi."
"Nggak jadi gue minta maaf sama orang nyebelin kayak lo!" ucap Aldi sembari menarik piringnya dan memakan nasi goreng yang masih tersisa setengah.
"Ehh nasi goreng guee," Salsha berusaha menarik lagi piring tersebut dari hadapan Aldi.
Tak mau kalah, Aldi menghabisi nasi goreng itu dengan cepat. Sudah cukup ia menurunkan harga dirinya untuk meminta maaf kepada gadis itu.
"Bete ah gue!" Salsha mendengus kesal memasang wajah cemburutnya.
Setelah menghabiskan sisa nasi goreng dan minum air putih, Aldi menatap Salsha. "Di maafin, 'kan?"
"Nggak!" jawab Salsha cepat.
Aldi terkekeh, raut wajah cemberut Salsha terlihat sangat lucu. "Nggak di maafin juga nggak papa. Pokoknya gue udah minta maaf."
"Nyebelin banget sih lo jadi cowok!" jengkel Salsha. Ia meletakkan gelas dengan keras di atas meja.
Tiba-tiba Aldi teringat satu hal. Dengan tatapan memicing, Aldi bertanya kepada Salsha. "Lo bilang Dinda mau pedekate sama gue, kok dia belum nge chat gue?"
Salsha mendadak terdiam. Ia mengusap tengkuknya. Nomor Aldi belum ia berikan kepada Dinda. "Mungkin aja dia udah sadar kalo ternyata lo nggak sekeren yang dia pikir."
"Yakin?" Aldi tak percaya. "Apa jangan-jangan lo nggak ngasih nomor gue sama Dinda?"
"Apaan sih lo!" Salsha salah tingkah. Jangan sampai Aldi tahu jika ia memang belum memberikannya kepada Dinda. "Udah gue kasih, ngapain juga gue nahan-nahan nomor lo. Nggak penting."
Aldi berusaha percaya dengan ucapan Salsha. "Oke deh."
"Tapi, emang lo mau nanggepin Dinda? Lo kan udah punya pacar," tanya Salsh ragu-ragu.
"Mau-mau aja kalo Dinda mau," jawab Aldi asal. "Selingan."
"Bangsat lo!" maki Salsha sembari memukul lengan Aldi. "Temen gue jangan lo sakitin."
Aldi melenguh kesakitan akibat pukulan Salsha. "Disukai sama banyak cewek itu anugrah. Bukan salah gue."
"Terserah lo aja!" Salsha ingin menyudahi obrolan tak bermutu ini. "Pokoknya jangan lo mainin Dinda. Awas aja kalo sampe lo nyakitin dia."
Setelah mengatakan itu, Salsha pergi meninggalkan Aldi. Sudah cukup rasanya berada di tempat yang sama dengan lelaki itu, Salsha tak mau terlalu sering bersama dan berbincang dengan Aldi.
*****
Helen meminum secangkir teh manis ditemani Mellina, sahabatnya. Sudah seminggu mereka memberikan kesempatan untuk anak-anaknya saling mengenal. Tentu saja ada keraguan di hati Helen, ia sangat menghawatirkan keadaan Salsha.
Tinggal berdua bersama Aldi tanpa pembantu dan tanpa siapapun. Meski percaya sepenuhnya terhadap Mellina dan anak sahabatnya itu tetapi Helen masih punya ketakutan sendiri. Ia takut jika Aldi bersikap kurang ajar dan melakukan hal di luar batas kepada Salsha.
"Kamu kenapa sih, Hel. Kayaknya lagi ada pikiran," tanya Mellina yang sedari tadi melihat Helen termenung.
Helen menatap Mellina dan tersenyum tipis. "Aku cuma kepikiran sama anak-anak. Gimana ya kabar mereka."
"Udah kamu nggak usah khawatir. Mereka pasti baik-baik aja." Mellina berusaha menenangkan Helen.
"Tapi aku takut aja mereka kenapa-napa. Gimana kalo mereka berantam." Ketakutan-ketakutan itu jelas di rasakan oleh Helen. "Anakku itu manja, nggak bisa apa-apa. Aku takutnya nanti Aldi nggak bisa nyesuaikan dirinya."
"Aku yakin mereka pasti baik-baik aja, kok." Mellina tau anaknya. Aldi tipe orang yang bertanggung jawab, apalagi setelah diberi amanah. "Kalo mereka ada masalah yang nggak bisa mereka selesaikan, pasti Aldi atau Salsha ngadu sama kita."
Ucapan Mellina ada benernya juga. Selama seminggu ini Salsha tidak pernah mengadu yang buruk-buruk tentang Aldi kepadanya. Biasanya jika ada yang mengganggunya atau membuatnya tak nyaman, Salsha selalu mengadu. Semoga saja memang hubungan Aldi dan Salsha baik-baik saja di Jakarta.
"Tapi aku takut Mel, gimana kalo mereka tetap nggak suka satu sama lain," tanya Mellina.
"Kita kan udah ngasih peluang dan kesempatan untuk mereka bisa dekat. Kalo memang nyatanya mereka nggak ngerasa cocok, yaudah nggak usah di paksakan," jelas Mellina sembari tersenyum. "Kita cuma mendekatkan mereka, bukan memaksa. Yang penting kita udah mencoba, masalah hasilnya kita lihat nanti, ya."
Helen menggangguk. "Tapi aku tetap pengen loh besanan sama kamu."
"Aku juga, Hel. Semoga ya anak-anak kita jodoh nantinya."