"Trus ngapain lo berdiri disini?"
Salsha menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bingung harus memulai darimana sekaligus malu untuk meminta bantuan kepada lelaki songong itu. Tetapi karena perut yang mendesak minta di isi, akhirnya Salsha memberanikan diri untuk berbicara.
"Woy jawab, lo ngapain berdiri disini?" desak Aldi.
"Gue lapar," ucap Salsha pelan.
"Hah? Apa?"
"Gue lapar. Gue belum makan dari tadi siang." Salsha menatap wajah Aldi ragu-ragu, menunggu respon lelaki itu.
Hening sejenak, selanjutnya tawa kencang keluar dari mulut Aldi. Lelaki itu tertawa terbahak-bahak. "Kalo lo lapar ya makan. Ngapain pake ngadu ke gue. Bego banget jadi cewek!"
Salsha mendengus kesal, tak terima dengan ucapan kasar Aldi kepadanya. "Kalo ada makanan gue udah makan dari tadi. Masalahnya nggak akan makanan. Gue mau makan apa coba!"
"Bukan urusan gue!" ketus Aldi. Kemudian ia menutup pintu kamarnya dengan keras.
Salsha mengepalkan tangannya. Sikap Aldi benar-benar menguji kesabarannya. Salsha tak akan kuat jika harus tinggal berdua dengan lelaki seperti Aldi.
"Nyebelin banget sih, lo!" kata Salsha sembari memukul-mukul pintu kamar Aldi.
"Bodo!" jawab Aldi dari dalam kamar.
"Awas aja lo, gue ngadu sama Mama kalo lo nggak ngasih gue makan. Kalo lo nelantarin gue dan lo nggak jagain gue!" dumel Salsha. "Gue punya penyakit magh, bego. Gimana kalo magh gue kambuh!"
Pintu kamar Aldi terbuka. Ia menatap sinis Salsha, "Kang ngadu!"
"Dasar cowok nggak ada tanggungjawabnya!" cibir Salsha.
"Lo hamil makanya gue harus tanggungjawab?" cibiran Aldi tak kalah pedas. "Jangankan ngehamilin lo, nikah atau pacaran sama cewek manja kayak lo gue ogah."
Salsha menghela nafasnya, beradapan dengan Aldi membuat ia harus menahan diri untuk tidak merobek mulut pedas lelaki itu.
"Lo pikir gue nggak ogah nikah sama lo? Mending gue jadi perawan tua daripada harus nikah sama cowok mulut lemes kayak lo!" balas Salsha.
Aldi hanya menghendikkan bahunya dan berjalan menuju dapur. Salsha menghentakkan kakinya kesal dan mengikuti langkah lelaki itu dari belakang.
"Lo mau ngapain?" tanya Salsha saat melihat Aldi mengeluarkan kan beberapa bahan masakan dari dalam kulkas.
"Mau masak nasi goreng buat cewek manja yang ngurus dirinya sendiri aja nggak bisa, apalagi ngurus suaminya nanti," ejek Aldi. Sepertinya mengejek Salsha adalah hobi baru lelaki itu sekarang.
"Emang lo bisa?"
"Lo ngeremehin gue?" tantang Aldi sembari memasukkan sedikit minyak kedalam wajan.
Salsha tak menjawab. Berdebat dengan lelaki lemes seperti Aldi hanya akan menguras tenaganya. Lelaki itu tak mau kalah. Jadi hal yang di lakukan Salsha hanya memperhatikan Aldi memasak nasi goreng untuknya.
"Itu bumbunya kurang," komen Salsha.
Aldi menatap tajam Salsha, "Bawel lo! Kayak bisa masak aja. Udah untung gue mau masakin lo. Utang budi lo sama gue."
Salsha menggerakkan mulutnya tanpa suara untuk mengejek lelaki itu. Mulut lemes lelaki itu tak ada duanya, melebihi emak-emak kompleks ketika menggibah.
Masakan selesai, Aldi menaruh nasi goreng tersebut ke atas piring dan meletakkannya di atas meja makan. Lelaki itu mengusap kedua tangannya tanda pekerjaannya telah selesai.
"Masakan buat bos besar udah siap. Silahkan dimakan!" kata Aldi sok lembut. Ia memutar kedua bola matanya dan pergi meninggalkan Salsha.
Salsha tersenyum sumbringah. Rasa lapar yang menyiksanya sedari tadi akan segera lenyap. Ia mencium aroma nasi goreng yang membuat perutnya meronta-ronta minta di isi.
"Bisa di andelin juga lo cowok lemes." kata Salsha sembari memasukkan sesendok nasi kedalam mulutnya. Salsha mencicipi masakan Aldi dengan hati-hati, takut jika lelaki itu mengerjainya dengan menambahkan banyak garam ke dalam masakannya.
Namun, rasa bumbu nasi gorengnya terasa pas di mulut Salsha. Tak ada yang kurang, semua sesuai porsinya. Tak menunggu waktu lama Salsha pun memakan nasi goreng tersebut dengan lahap.
*****
Selesai makan, Salsha melihat Aldi tengah menonton diruang tamu. Ia pun mendekati lelaki itu dan duduk di sampingnya, ikut menonton.
"Gimana masakan gue? Enak kan!" Aldi memuji dirinya sendiri.
Masakan Aldi memang enak, tapi tentu saja Salsha tidak akan mengakuinya, bisa besar kepala lelaki itu. Salsha menampilkan wajah datarnya dan menjawab. "Jauh dari kata enak. Nasi goreng tadi cocoknya di makan sama kucing. Gue terpaksa ngabisinnya karna laper doang. Coba kalo nggak lapar, nggak bakal gue makan, tuh!"
Bukannya sakit hati dengan ucapan Salsha tersebut, Aldi malah tersenyum manis. Salsha yang melihatnya mengernyitkan keningnya bingung.
"Ngapain lo senyum-senyum kayak gitu."
"Udah deh, gue lagi nggak mau debat sama lo. Capek." Putus Aldi akhirnya. Ia ingin malam ini tenang tanpa ada keributan antara dirinya dan juga Salsha.
Suasana hening, baik Aldi maupun Salsha fokus terhadapa tontonan di depannya. Sesekali Salsha dan Aldi saling melirik.
Karena bosan dengan tontonan di depannya. Aldi memainkan ponselnya, membuka aplikasi Instagram dan menarik ulur berandanya. Hingga ia tak sengajak melihat akun instagram milik Bella, teman barunya di sekolah.
Tak terasa sudut bibir Aldi terangkat saat melihat foto Bella yang sedang tersenyum manis di taman. Jika di lihat dengan seksama, Bella memiliki wajah dan senyum yang manis. Senyum yang bisa menghipnotis siapa saja untuk terus melihat senyumnya itu. Senyum yang seperti candu.
"Manis," kata Aldi tanpa sadar.
Salsha yang mendengarnya membelalakkan makanya. Ia menatap Aldi dan mengibaskan rambutnya. "Lo barusan bilang gue manis? Lo lagi kesambet apaan, atau jangan-jangan lo mulai suka sama gue?"
Aldi melirik Salsha dengan malas. Bukan Salsha ya g ia puji manis, tetapi Bella. "Tingkat kepedeaan lo tinggi juga. Siapa yang bilang lo manis dan siapa yang udah mulai suka sama lo? Jangan ngimpi."
"Trus lo muji siapa? Disini cuma ada gue dan lo. Itu artinya yang lo bilang manis barusan itu gue." Salsha tak mau kalah. Ia yakin jika yang Aldi puji itu adalah dirinya.
Aldi memperlihatkan foto Bella ke hadapan wajah Salsha. Aldi tersenyum miring. "Bella. Yang gue bilang manis itu Bella, bukan lo. Kurang-kurangin halunya, deh. Lo itu jelek, jauh di banding Bella!"
Salsha malu, wajah senangnya berganti dengan wajah menahan amarah. Salsha tak suka jika ada yang membicarakan atau bahkan memuji Bella di hadapannya. Salsha muak, ia benci semua yang berhubungan dengan Bella.
"Manis doang, tapi hatinya busuk buat apa," cibir Salsha. Ia menggeser posisinya agar menjauh dari Aldi.
"Lo kenapa sih, benci banget sama Bella." Aldi bisa melihat jika ada kemarahan di wajah Salsha saat ia mengucapkan nama Bella. Seakan-akan Bella adalah orang yang paling Salsha benci. "Bella ada salah apa sama lo? Setau gue Bella itu baik, dia juga ramah sama semua orang."
"Itukan cuma kelihatannya aja. Apa yang lo lihat di luar belum tentu dalamnya juga gitu. Dia memang kelihatan baik, ramah tapi itu semua cuma topeng buat nutupin kebusukannya." Tanpa sengaja Salsha mengepalkan tangannya. Penghianatan itu masih sangat nyata di pikirannya.
"Jangan bilang ini masalah cowok tadi siang." Aldi mengingat kejadiaan di koridor tadi siang. "Lo nggak suka sama Bella karena cowok yang lo suka malah suka sama Bella. Kalo cuma karena itu, lo kekanakan banget, childish!"
Salsha menutup kupingnya, semua orang akan membela Bella dan menyalahkan dirinya. Padahal bukan ia yang salah, Bella yang salah. Salsha hanya mengungkapkan perasaan sakit yang selama ini masih membayanginya karena Bella.
Salsha menatap Aldi dengan wajah penuh amarah. "Lo baru aja kenal sama gue dan Bella, tapi kenapa lo bertingkah paling tau segalanya? Lo nggak tau apa-apa, lo cuma orang asing yang sok ikut campur kedalam kehidupan gue. Jadi mending lo diem!"
Salsha berdiri, menatap Aldi dengan tajam dan melangkahkan kakinya meninggalkan Aldi yang kini berkutat dengan pikirannya. Ada rahasia besar yang Salsha tutupi tentang Bella. Dan Aldi rasa ia perlu mencari tahu hal itu.