Salsha keluar dari ruangan musik dan mendengus kesal. Tentu saja Salsha kesal melihat kemesraan Bella dan Farel. Salsha belum bisa move on sepenuhnya dari Farel.
"Udah selesai latihannya?"
Salsha tersentak kaget saat melihat Aldi tiba-tiba berada di depannya. Salsha memasang wajah datarnya dan menjawab. "Udah."
"Cepat banget," kata Aldi ragu.
Salsha menghendikkan bahunya acuh dan kembali berjalan. Aldi pun mengikuti langkah gadis itu. "Udah hapal?"
Salsha masih enggan menjawab. Hatinya di penuhi oleh rasa cemburu yang memuncak.
"Nanti pulang sekolah kita ngerjain makalah di cafe," kata Aldi lagi karena sebelumnya Salsha tak menjawab ucapannya.
Langkah Salsha terhenti. Sedikit terganggu dengan ucapan Aldi tadi. "Kenapa nggak dirumah?"
"Bosan di rumah mulu," jawab Aldi seadanya. "Pulang sekolah kita bareng ke cafenya." Setelah mengucapkan kata itu, Aldi melangkahkan kaki nya meninggalkan Salsha.
Salsha menghentakkan kakinya kesal. Lelaki itu semakin bertingkah seenaknya kepadanya. Tetapi tak ada yang bisa Salsha lakukan kecuali menurut atau tidak ia harus siap mendengar ucapan kasar Aldi kepadanya.
"Aldi ngomong apa sama lo?" tanya Dinda yang baru saja datang.
Lagi-lagi Salsha terkejut karena mendengar suara Dinda. "Nggak elo, nggak Aldi sama-sama ngagetin tau, nggak!"
Dinda menyengirkan giginya. "Yaa, maaf. Tapi gue penasaran, Aldi ngomong apa aja sama lo?"
"Dia ngajakin ke cafe ntar pulang sekolah buat ngerjain makalah," jawab Salsha seadanya.
"Gue boleh ikut?" pinta Dinda. Ini kesempatan buat Dinda lagi untuk bisa lebih dekat dengan Aldi.
Salsha memasang wajah herannya. Biasanya Dinda selalu menghindar dari tugas yang akan di kerjakan. "Lo kerasukan apa? Tumben pengen ikut."
"Kan ada Aldi." Dinda memasang wajah sok imutnya. "Biar gue bisa pedekate sama Aldi."
Salsha bergidik geli dan kembali melangkahkan kakinya yang tertunda. "Terserah lo aja."
*****
Seperti janji di sekolah tadi, kini Aldi, Salsha dan Dinda sudah berada di cafe. Dinda memaksa ikut biarpun Aldi menolaknya. Dan alhasil karena tak ingin berdebat terlalu lama, Aldi mengizinkan Dinda untuk ikut. Sebelumnya, mereka mengambil laptop milik Salsha ke rumah gadis itu.
"Emang masih banyak?" tanya Dinda memulai percakapan. Ia merasa bosan karena sedari tadi Aldi dan Salsha fokus dengan tugas mereka. Sementara Dinda hanya menonton saja.
"Masih," jawab Aldi cuek sembari mengetik. Sementara Salsha mencari bahan untuk makalah mereka itu.
Dinda mulai bosan, tak ada yang ia lakukan di tempat ini selain melihat Aldi dan Salsha fokus dengan tugas mereka.
"Kayaknya ini nggak usah di buat, deh." intrupsi Salsha setelah membaca ulang kalimat-kalimat yang baru saja ia dikte kepada Aldi.
Aldi menghentikan jarinya yang bergerak di keyboard dan menatap Salsha kesal. Tangannya sudah pegal karena terlalu lama mengetik. "Lo yang jelas dong. Udah capek nih gue ngetiknya."
"Ya, maaf," kata Salsha polos. 'Tapi coba baca, deh. Nggak nyambung sama paragraf yang di atas."
"Kenapa nggak ngomong dari tadi!" ketus Aldi.
"Awalnya gue pikir nyambung, tapi ternyata nggak nyambung," jawab Salsha. "Ganti sama yang ini aja."
Dinda yang melihat wajah lelah dan berkeringat Aldi mengambil tisu di atas meja dan mendekatkan ke Aldi dan berniat untuk mengusap keringatnya.
Aldi yang melihat pergerakan Dinda mengerutkan keningnya. "Mau ngapain?"
"Mau ngusapin keringat lo," jawab Dinda dengan cengiran khasnya. "Kasihan lo kecapekan."
Aldi mengambil tisu dari tangan Dinda dan mengusap keringatnya sendiri. "Gue bisa sendiri."
Wajah Dinda mendadak murung. Ia pikir ia bisa bermesraan dengan Aldi disini. Tetapi nyatanya Dinda hanya di jadikan sebagai pajangan saja.
Salsha yang melihatnya berusaha menahan tawanya. Dalam hati Salsha tertawa bahagia melihat kesialan Dinda.
"Mampus!" batin Salsha.
Namun bukan Dinda orangnya jika langsung menyerah. Dinda beralih mengambil gelas berisi jus jeruk yang mereka pesan tadi dan menyodorkannya ke arah Aldi. "Minum dulu."
Aldi meraih gelas dari tangan Dinda menyeruput isinya. Kemudian kembali fokus pada laptop di depannya.
"Habis itu apalagi?" tanya Aldi dengan datar.
Salsha kembali fokus pada bacaan di ponselnya dan mendiktenya kepada Aldi. Kali ini Salsha lebih teliti, ia tak ingin salah lagi dan membuat Aldi kembali kesal. Salsha juga ingin tugas mereka ini cepat selesai.
Dua jam kemudian tugas yang mereka kerjakan akhirnya selesai. Aldi memindahkan file dari laptop ke flashdisk dan menyerahkannya kepada Salsha.
"Udah selesai, tinggal lo print trus fotokopi," kata Aldi.
"Kenapa gue? Lo aja!" jawab Salsha tak setuju.
"Biar gue aja!" Dinda mengambil flashdisk yang tergeletak dimeja itu dan menyimpannya kedalam tas. Dinda tak ingin terjadi perdebatan lagi disini.
"Yaudah lo aja," kata Salsha tak peduli.
"Tapi lo jangan lupa nge printnya. Soalnya tugasnya di kumpul besok," peringat Aldi.
Dinda mengangkat tangannya dan menghormat. "Siap, Pak bos."
Salsha memutar bola matanya malas dan mengambil tasnya kemudian berdiri. "Udah selesai, 'kan? Gue pulang duluan."
Salsha pergi meninggalkan Aldi dan Dinda tanpa menunggu jawaban mereka. Kini tinggallah Dinda dan Aldi di cafe itu.
Aldi merapikan barang-barangnya sementara Dinda mesem-mesem tak jelas. Dinda membayangkan jika Aldi mengantarnya pulang dan di jalan mereka bercanda gurau.
"Lo mau pulang apa masih disini?" tanya Aldi saat tak ada pergerakan dari Dinda.
Dinda menggaruk tengkuknya dan menyengirkan giginya. "Pulang, tapi anterin, ya."
"Lo sendiri yang minta ikut kesini, jadi lo pulang sendiri. Jangan manja dan jangan nyusahin," tolak Aldi dengan nada datarnya kemudian melangkahkan kakinya ke kasir untuk membayar makanan yang mereka pesan tadi.
Dinda menghentakkan kakinya kesal. Dari tadi, ekspektasinya selalu dikalahkan oleh realita yang ada. Yang ia bayangkan, ia bisa bermesraan dan lebih dekat dengan Aldi tetapi kenyataannya malah sebaliknya. Dinda hanya diam dan menonton saja. Dan sekarang, untuk mengantarnya pulang pun Aldi tak mau.
"Aldi laknat!"
*****
"Mampus nggak lo ditolak sama Aldi!"
Salsha tak mampu menghentikan tawanya saat mendengar cerita Dinda tentang Aldi tadi sore via videocall. Dinda bercerita jika Aldi menolak untuk mengantar Dinda pulang.
"Lo udah tau kan sifat dia gimana, masa lo masih mau sama dia."
Dinda disebelah sana memanyunkan bibirnya kesal. Tadi sore, Dinda harus bersusah payah mencari taxi untuk mengantarnya pulang.
"Bisa aja dia lagi ada masalah makanya nggak sempat nganterin gue pulang."
Salsha menghentikan tawanya dan merengut kesal. Salsha pikir Dinda akan berhenti menyukai Aldi karena sifat lelaki itu. "Terserah lo, deh."
"Pokoknya gue yakin, secepatnya gue bakal jadi pacarnya Aldi."
Tiba-tiba Salsha mendengar suara merdu orang yang bernyanyi dari kamar sebelah. Lagu batak yang berhasil membuat nyaman telinga Salsha. Bukan hanya Salsha, tetapi Dinda yang jauh di seberang sana pun menikmati suara merdunya.
"Sha, itu suara siapa?" tanya Dinda penasaran.
Salsha berpikir sejenak. Dirumah ini hanya ada ia dan Aldi. Berarti suara itu adalah suara Aldi. Wajah Salsha berubah menjadi gugup. Ia takut Dinda mengenali suaranya.
"Suara sepupu, gue," kata Salsha cepat. "Udahan dulu, ya. Gue mau makan dulu. Byeee."
Dan tanpa menunggu persetujuan Dinda, Salsha mematikan sambungan telepon sepihak. Salsha mengelus dadanya yang berdetak kencang karena takut Dinda mengenali orang yang bernyanyi itu.
"Suaranya bagus juga," puji Salsha tanpa sadar.