Salsha membuka pintu rumahnya lebar-lebar dan mempersilahkan Dinda untuk masuk. Dinda melangkahkan kakinya masuk dan mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Ada yang berbeda dari rumah Salsha itu. Biasanya rumah Salsha selalu rapi dan bersih berbeda dengan kali ini yang tampak kotor dan berantakan. Banyak sampah-sampah snack yang bertebaran dimana-mana. Debu yang menghiasi perabotan rumah itu.
"Sha, rumah lo kotor banget," kata Dinda sembari mengusap debu di meja hias dan bergidik geli.
Salsha memasuki rumahnya dan mengedarkan pandangannya juga ke segala arah. Takut jika ada barang-barang Aldi yang tertinggal diruang tamu dan menimbulkan kecurigaan Dinda. Salsha mengambil asbak yang berisi debu rokok dan menyembunyikannya.
"Banyak banget sampah. Kayak nggak di urus gitu."
Salsha mencoba tenang dan tidak terlihat gelisah agar Dinda tak curiga. "Lupa ngebersihinnya."
"Tante Helen kemana? Biasanya rumah lo nggak pernah se kotor ini. Pasti selalu rapi." Dinda melihat ke sekitarnya.
"Mama gue lagi nginep di rumah Tante gue. Gue jadi tinggal sendiri disini. Lo tau 'kan gue anaknya nggak bisa beres-beres," alibi Salsha.
Memang selama tinggal berdua dengan Aldi, rumah ini sangat jarang di bersihkan. Bahkan bungkus kemasan makanan yang mereka makan pun selalu tertinggal disana. Salsha sendiri malas dan tidak bisa membersihkan rumah sedangkan Aldi merasa itu bukan pekerjaannya.
"Bisa kali pas Mama lo nginep dirumah Tante lo gue tidur disini. Soalnya sepupu gue lagi nginep di rumah gue. Nggak enak banget," kata Dinda. Dinda tak akur dengan sepupunya membuatnya ia malas jika harus serumah dengan sepupunya itu beberapa hari.
Salsha menggaruk rambutnya yang tak gatal. Alasan apalagi tang harus ia katakan agar Dinda tak datang kerumah atau bahkan berniat menginap. Otak udang Salsha benar-benar harus bekerja cepat sekarang.
"Ahh nggak bisa," kata Salsha cepat. "Mama gue nanti malam pulang kok. Kapan-kapan aja ya lo nginapnya disini."
Dinda mengerucutkan bibirnya. Matanya tak sengaja melihat bungkus rokok di atas sofa. Dinda bergerak maju dan mengambil bungkus rokok itu dan membukanya. Bungkus rokok itu sudah tidak berisi lagi.
"Sha, ini bungkus punya siapa?" tanya Dinda heran. "Nggak mungkin lo yang ngerokok 'kan? Apa jangan-jangan lo bawa cowok kerumah lo pas Tante Helen pergi. Jangan macem-macem deh, Sha."
Salsha segera mendekati Dinda dan meraih bungkus rokok kosong itu. Sudah bisa di pastikan jika bungkus rokok itu adalah milik Aldi. Aldi teledor.
Salsha mengambil bungkus itu dan membuangnya. Ia harus memikirkan alasan lagi yang bisa membuat Dinda berhenti bertanya dan curiga.
"Itu punya sepupu gue," kata Salsha gelagapan.
"Sepupu lo yang mana?" tanya Dinda penasaran.
Salsha berpikir sejenak. "Nico, iya Nico. Pas dia jemput Mama gue kesini, dia sempat ngerokok. Mungkin karna udah kosong makanya di letakin gitu aja." Salsha membalikkan badan Dinda dan mendorongnya menuju undakan tangga. Dinda harus cepat-cepat di masukkan kedalam kamar sebelum ia melihat lebih banyak barang-barang yang aneh lagi. "Ke kamar gue aja, yuk."
*****
Aldi melirik jam di tangannya, sudah lebih dari empat jam ia berada di cafe dan hanya memesan kopi panas saja. Aldi mengerti apa maksud ucapan Salsha tadi siang di sekolah dan tak pulang kerumah itu sebelum Dinda pulang.
Aldi menatap ke sekitarnya. Rasa bosan menghantui dirinya. Mungkin jika Bella belum berpacaran dengan Farel, ia akan meminta gadis itu untuk menemaninya disini. Tetapi kali ini berbeda, Aldi seperti orang asing di kota ini. Tidak ada yang ia kenal dan di ajak bicara. Aldi jadi merindukan suasana Bandung. Dulu saat di Bandung tidak pernah sedetikpun ia merasa kesepian. Selalu ada Iqbaal dan Tania yang menemaninya setiap saat. Kadang Aldi mengutuk takdirnya yang harus seperti ini. Jauh dari orang-orang yang di sayanginya.
"Tinggal dua bulan lebih lagi. Gue harus sabar." lirih Aldi pelan.
Aldi jelas tidak sabar untuk menunggu saat-saat dimana ia bebas dan kembali ke Bandung. Terbebas dari perjodoham konyol yang membuatnya harus berpisah sejenak dengan Tania. Sampai saat ini, tidak ada hal yang membuat Aldi harus menerima perjodohan ini dan melepaskan Tania. Tania lebih segalanya dari Salsha.
Sepertinya sudah cukup Aldi menghabiskan waktunya di cafe sendirian. Dinda juga pasti sudah pulang karena hari yang mulai gelap. Dan Aldi pun memutuskan untuk pulang kerumah Salsha.
****
D
inda memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya sembari menonton drama korea melalui laptop milik Salsha. Sedari tadi yang ia lakukan hanya menonton dan menyemil. Sementara Salsha tidak tenang di tempatnya. Beberapa kali ia mengintip dari balkon kamarnya untuk melihat Aldi datang atau tidak. Salsha takut Aldi datang dan bertemu dengan Dinda.
Salsha melirik laptopnya sekilas yang menampilkan adegan ciuman. Salsha bergidik jijik melihatnya. Salsha belum pernah merasakannya. Paling hanya melihat dari layar ponsel atau televisi.
"Din, lo belum mau pulang, ya?" tanya Salsha.
Dinda yang masih asyik menonton drama korea tidak menghiraukan ucapan Salsha itu.
"Dindaaa, pulang gih. Gue mau bersihin rumah," usir Salsha secara halus.
"Bentar lagi, Sha. Gue masih nonton," kata Dinda. "Kalo lo mau bersihin rumah, bersihin aja. Gue nonton disini."
Salsha menghela nafasnya. Harus dengan cara apa lagi ia menyuruh Dinda pulang. Salsha melirik jam di dindingnya dan menunjukkan pukul lima sore. Secepatnya Salsha harus bisa mengusir Dinda.
"Yah mati," keluh Dinda saat laptop milik Salsha mati.
Salsha segera menutup laptopnya dan menyimpannya. "Udah kan, Din. Mending lo pulang, gih. Gue mau beres-beres, Mama gue bentar lagi pulang."
"Lo ngusir gue?" Dinda mulai kesal karena sedari tadi Salsha selalu menyuruhnya pulang.
"Bukan ngusir," kata Salsha. "Cuma gue mau beres-beres. Udah sore juga 'kan, ntar Mama lo nyariin."
"Tapi gue malas kerumah kalo sepupu gue tidur disana," keluh Dinda. "Tapi yaudah, deh gue pulang aja."
"Bagus-bagus." Salsha mengangguk girang. "Pulang sana, pulang."
"Sabar," Dinda bergerak dari kasur milik Salsha. "Gue ke kamar mandi dulu. Pipis."
"Tapi habis itu pulang 'kan?" perjelas Salsha.
"Iya, Salsha. Lo kenapa sih ngotot banget nyuruh gue pulang. Ada yang lo sembunyiin dari gue?" tanya Dinda sembari masuk ke dalam kamar mandi.
Salsha mendengar suara mobil yang memasuki pekarangan rumahnya. Salsha mengintip dari balkon dan melihat Aldi sudah datang. Jantung Salsha berdebar, takut jika Dinda melihat dan heran dengan kedatangan Aldi kerumahnya. Dengan cepat Salsha berlari keluar rumah dan mencegah Aldi yang ingin masuk kerumahnya.
"Tunggu dulu," cegah Salsha. "Masih ada Dinda dirumah."
"Dinda belum pulang, udah jam 6 gini?" Wajah Aldi terlihat sangat lelah.
"Belum. Lo pergi dulu, deh." Salsha mendorong Aldi untuk menjauh.
"Gue capek, Sha. Mau istirahat." Aldi menolak di usir oleh Salsha. "Gue sembunyi di kamar bawah, deh biar nggak ketemu sama Dinda."
"Nggak bisa. Nanti Dinda curiga kenapa ada mobil disini. Pergi bentar dulu bawa mobil, lo," desak Salsha sembari mendorong Aldi dengan keras. "Gue nggak mau Dinda tahu lo tinggal dirumah gue."
Aldi kembali mengalah. Aldi bergerak menuju mobilnya dan pergi dari tempat itu. Salsha bernafas lega dan kembali masuk kerumahnya. Baru beberapa langkah dari pintu, Salsha sudah di kejutkan dengan kehadiran Dinda.
"Siapa yang datang?" tanya Dinda.
"Nggak ada yang datang, kok," alibi Salsha.
"Ada, Sha. Gue dengar tadi suara mobil trus ngomong juga sama lo." Dinda melangkahkan kakinya keluar dan tak menemukan siapapun. "Kemana orangnya?"
Salsha menggaruk tengkuknya dan memikirkan alasan lagi. "Itu tadi orang yang salah alamat. Dia saudara tetangga sebelah."
Dinda mengernyitkan keningnya dan melihat ada kejanggalan dari ucapan Salsha. Tetapi Dinda berusaha mempercayainya. "Yaudah deh, gue pulang dulu."
Salsha tersenyum semangat. "Hati-hati."
Dinda mengangguk dan kebetulan taxi online yang ia pesan sudah datang. Dengan melambaikan tangannya ke arah Salsha dan masuk kedalam mobil.
Salsha mengusap dadanya karena berhasil menyembunyikan Aldi dari Dinda. Selang berapa lama, mobil Aldi kembali masuk kedalam pekarangan rumah Salsha. Aldi keluar dari mobil dan melangkahkan kakinya menuju rumah.
Wajah Aldi terlihat lelah. "Capek gue kalo gini terus, Sha."