Hari minggu adalah hari bermalas-malasan bagi sebagian orang termasuk Aldi. Seperti sekarang ini, jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, tetapi Aldi baru terbangun dari tidur lelapnya.
Aldi memandang langit-langit kamarnya dengan kekehan ringan, "Serindu itu gue sama Salsha? Sampai-sampai gue mimpi kalo dia datang dan kita pelukan. Tapi kenapa mimpinya kayak kenyataan? Asli banget gitu?"
Ternyata, akibat kelamaan tidur membuat Aldi menjadi ngingau seperti itu. Ia menyangka jika bertemu dengan Salsha adalah sebuah mimpi belaka. Padahal tidak, Salsha benar-benar sudah berada di Jakarta. Dan tadi malam mereka menghabiskan waktu sampai tengah malam.
Ponsel Aldi tiba-tiba berdering, Iqbaal menelfonnya. Dengan sangat malas, Aldi mengangkat telepon itu dan menempelkan ke telinganya.
"Halo..."
"Ald, gue punya tugas nih buat lo, lo mau nggak?"
Aldi mendengus, di hari minggu ini Aldi malas melakukan tugas atau kegiatan apapun, "Ogah gue. Gue mau istirahat. Capek."
Terdengar helaan nafas di seberang sana, "Seriusan lo nggak mau? Padahal tugasnya itu gampang banget dan bikin lo senang."
"Apapun itu gue nggak tertarik!" tegas Aldi.
"Dengar dulu, Ald. Padahal gue mau lo jemput Salsha di rumahnya dan bawa ke basecamp. Tapi lonya gak mau!"
Aldi membelalakkan matanya lebar-lebar. Menjemput Salsha? Jadi, tadi malam itu sungguh dan bukan ilusi semata.
"Salsha udah balik?"
"Lo bodoh apa gimana, sih? Udah jelas-jelas tadi malam Salsha datang di reuni. Yaudah, deh. Kalo lo nggak mau, biar gue aja yang jemput dia."
"Kagak-kagak!" Aldi menolak dengan tegas dan keras, ia langsung bangkit dari tidurnya, "Biar gue yang jemput dia. Lo tunggu disitu aja."
Dan tanpa menunggu respon Iqbaal, Aldi mematikan sambungan telefonnya sepihak. Melemparkan ponselnya ke kasur dan lari terbirit-birit ke kamar mandi. Ia tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan gadisnya, Salsha.
****
Hanya perlu waktu kurang lebih setengah jam dan Aldi sudah berada di depan pagar rumah Salsha. Ia sudah rapi dengan kemeja kotak-kotaknya dan celana jeans panjang. Serta tak lupa topi yang menutupi rambutnya. Aldi memang suka menggunakan topi di kesehariannya.
Aldi keluar dari mobilnya, membuka pagar rumah Salsha dan berjalan menuju rumah gadisnya itu. Aldi tersenyum saat melihat Salsha sudah duduk di teras rumahnya.
"Lama banget sih, Ald. Iqbaal bilang kamu jemput aku jam 10."
Aldi menggarui tengguknya, "Maaf, Sha. Akunya terlambat bangun."
Salsha terkekeh, "Kebiasaan. Kita berangkat sekarang, yuk."
Salsha berdiri, dan dengan segera, Aldi menggenggam tangan Salsha. Mereka berdua saling bertatapan sembari melempar senyum manis.
Tak bisa di gambarkan bagaimana rasa bahagia yang keduanya rasakan. Ada rasa memiliki dan takut kehilangan yang menggebu di hati keduanya.
Sesampainya di depan mobil Aldi, lelaki itu lantas saja membukakan pintu kepada Salsha. Salsha tersenyum manis dan masuk ke dalam mobil Aldi. Aldi menutup pintu itu pelan dan berjalan mengitari mobil tersebut.
Aldi masuk ke dalamnya dan belum juga menyalakan mesin mobil itu. Aldi malah menatap Salsha dengan sangat intens. Tangannya bertopang pada dagunya.
Salsha yang di tatap seperti itu lantas salah tingkah, ia menepuk pundak Aldi dan berkata, "Apaan sih, Ald. Kamu lihatin aku gitu banget. Ada yang salah dari aku?"
Tetapi, Aldi hanya diam. Lelaki itu malah memegang tangan Salsha dan menggenggamnya. Masih dengan menatap Salsha, lelaki itu malah mencium tangan Salsha dengan lembut.
Salsha terpaku, hatinya seperti berdetak mendapat perlakuan seperti itu. Aldi berubah menjadi sosok laki-laki yang manis dan lembut.
Salsha membetulkan rambutnya ke belakang telinga, benar-benar tidak menyangka di perlakukan seperti ini. Awalnya, Salsha mengira jika Aldi akan membencinya dan tak ingin bertemu dengannya lagi. Namun semua berbanding terbalik dengan apa yang terjadi.
"Apa sih, Ald. Kamu aneh banget,"
Aldi menatap Salsha intens dan lembut, "Aku cuma nggak nyangka aja kalo kamu ada di samping aku sekarang. Jangan pergi lagi, Sha."
"Ald, please," Salsha memohon, "Jangan buat aku semakin ngerasa bersalah karena udah ninggalin kamu dan nggak ngedengarin penjelasan kamu."
Aldi menghembuskan nafasnya lelah, mengacak rambut Salsha sejenak lalu menyalakan mesin mobilnya.
Selama di perjalanan, hanya keheningan yang menemani mereka berdua. Aldi dan Salsha seakan larut dengan pikirannya masing-masing. Sesekali, Salsha memang melirik Aldi. Melirik mata tajam yang kini tengah fokus menyetir.
Kadang aku benci,
Kadang aku rindu,
Kadang rasa ini tak menentu
Seketika Salsha melirik Aldi yang kini menyenandungkan lagu yang berjudul kiamat kecil hatiku itu. Aldi menyanyikannya dengan penuh penghayatan. Matanya memang masih menatap ke depan, tapi lagu itu di nyanyikannya khusus untuk Salsha.
Masih hanya beberapa bait lagu, tapi Salsha sudah mengetahui apa maksud Aldi menyanyikan lagu itu. Nafasnya tercekat, tapi ia masih bisa mencoba tersenyum, "Lo nyanyi, Ald? Suara lo jelek gitu."
Bukannya berhenti, Aldi malah melanjutkan bait lagu yang ia nyanyikan itu.
Rasa ini menyiksa ku
Menyiksa setengah mati
Kadang ingin ku akhiri semua
Sampai di sini..
Tak terbayang apa jadinya
Bila nanti kamu bahagia
Tapi bukan bersama diriku,
Ini kiamat kecil bagiku...
Dan Salsha semakin yakin dengan apa yang ia pikirkan. Ini pasti menyangkut Ferrel, lelaki yang selalu menemaninya selama dua tahun selama di Italia.
Setelah menyanyakin penggalan lagu itu, Aldi kembali fokus menyetir, sama sekali tak pernah menatap Salsha dan keadaan kembali hening.
Aldi sendiri tidak mengerti dengan perasaannya saat ini. Tentang Ferrel, Aldi masih sering merasa kesal dan cemburu. Hanya saja, saat ini ia tak terlalu menampakkannya kepada Salsha. Ia tak ingin pertemuan pertama mereka memberikan kesan tak enak.
Salsha menatap Aldi lekat. Ia ingin mengutarakan sesuatu kepada Aldi tentang Ferrel, "Ald,"
Aldi beralih menatap Salsha teduh sembari tersenyum tipis, ia tak ingin karna suasana hatinya yang buruk membuat Salsha tak nyaman berada di dekatnya, "Apa, Sha."
Salsha balas tersenyum, Aldinya masih sama. Masih memanggilnya dengan suara yang lembut, "Jangan cemburu sama Ferrel, ya. Aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa."
Mendengar penjelasan singkat itu membuat perasaan Aldi menghangat. Salsha memang paling peka dengan apa yang terjadi. Buktinya, Aldi belum menanyakan siapa Ferrel tetapi Salsha sudah lebih dulu menjelaskannya.
"Aldi," Salsha memanggil nama Aldi lagi. Kali ini dengan memegang lengan lelaki itu," Aku tahu kamu nggak mau berhubungan sama aku selama di Italia karena Ferrel. Tapi aku berani jamin, Ald. Aku sama Ferrel nggak ada apa-apa."
Aldi memarkirkan mobilnya saat mereka sudah berada di tempat tujuan. Bukan basecamp tapi ke cafe yang sering mereka kunjungi dulu.
Aldi melepaskan seatbeltnya dan memutar tubuhnya menghadap Salsha, "Aku nggak ada bahas cowok itu loh." bahkan untuk menyebutkan namanya saja, Aldi ogah.
Salsha mengerucutkan bibirnya, "Iya, tapi kamu ngode aku lewat lagu itu. Kamu kira aku nggak peka apa."
Aldi menaikkan sebelah ujung alisnya ke atas, " Kapan aku ngode kamu?"
"Iss," Salsha semakin cemburut, "Kamu kira aku bodoh? Lagu Kiamat Kecil Hatiku yang kamu nyanyiin itu buat aku kan? Karena aku lagi dekat sama Ferrel!" tukas Salsha dengan kesal.
"Kamu kepedean," ujar Aldi sembari menoel ujung hidung Salsha dengan gemas.
Salsha semakin cemberut, ia seperti di permainkan oleh Aldi. Dengan kesal, ia menghempaskan lengan Aldi yang sedari tadi ia pegang. Menengakkan tubuhnya sembari menatap lurus kedepan. Tangannya ia lipat di depan dadanya.
Melihat Salsha yang cemberut lantas saja membuat Aldi terkekeh. Lelaki itu meraih tangan Salsha dan menggenggamnya, "Aku bercanda, Salsha. Lagu itu emang buat kamu."
Salsha kembali menghempaskan tangan Aldi, dan melipat kembali tangannya di dadanya. Ia menatap Aldi dengan tatapan tajamnya, "Makin nyebelin. Dua tahun nggak ketemu bikin kamu makin nyebelin!"
Aldi hanya memasang wajah sarkastiknya. Ia tak lagi menggenggam tangan Salsha. Ia membiarkan gadis itu bermain dengan pikirannya sendiri.
Selang lima menit saling membisu, akhirnya Salsha tak tahan untuk tidak mengeluarkan suaranya. Ia memang kesal dengan Aldi, tapi ia juga harus bisa menjelaskan siapa Ferrel. Agar nanti tak ada kesalahpahaman antara keduanya.
Salsha menyamping, menghadap lelaki itu, "Jangan cemburu lagi sama Ferrel, Ald. Cukup dua tahun kamu nyuekin aku. Aku nggak mau kamu nyuekin aku lagi. Sakit." suara Salsha bergetar. Hampir saja ia mengeluarkan airmatanya jika saja Aldi tak langsung memeluk Salsha.
Mendengar suara Salsha yang bergetar menahan tangis tak urung membuat Aldi merasa iba. Lelaki itu langsung membawa Salsha ke pelukannya dan mengusap rambut Salsha dengan lembut.
"Aku tahu. Jangan bahas Ferrel lagi saat sama aku. Aku juga minta maaf udah nyuekin kamu selama di Italia. Kita ulangi semua dari awal. Hanya ada aku dan kamu."
Salsha mengangguk dan membalas pelukan hangat itu dengan erat.
***