Chereads / Kekasih Brondongku / Chapter 3 - Mendapatkan pekerjaan

Chapter 3 - Mendapatkan pekerjaan

Tiga bulan hamil anak ke dua, kabar baik itu datang, Dave sangat bahagia lamaran kerjanya di terima. Ia tak sabar untuk memberitahukannya pada istri tercinta. Walaupun sikap Zoe selalu ketus padanya, Dave tak pernah menyerah untuk mempertahankan rumah tangga mereka. Dave bersi keras ingin bertahan, dan Zoe bersi keras ingin berpisah. Tinggal tunggu siapa yang jadi pemenangnya. Tapi tahu kan? Ini bukan lah kompetisi. 

Dave mempercepat laju mobil nya untuk bisa cepat tiba di rumah. Ia berharap Zoe akan senang mendengar berita baik ini sama seperti dirinya. Apalagi perusahaan tempat nya bekerja saat ini sangat lah bonafit, dan ia langsung bisa menduduki posisi sebagai manager pemasaran. Sungguh keberuntungan yang besar, Dave menamainya sebagai rejeki anak, karena saat ini Dave sudah tahu kalo Zoe sedang mengandung anak kedua mereka.

Gairah hidup yang sempat hilang, kini terpancar lagi di wajah Dave. Ia ingin mewujudkan impian Zoe agar mereka bisa membeli rumah mereka sendiri dan berhenti menggantung kan hidup pada orang tua mereka masing-masing. Selama ini mereka hidup seperti anak kecil yang selalu merepotkan orang tua. Selain tampang mereka berdua yang kekanak-kanakkan, perilaku mereka juga sangat kekanak-kanakkan. 

Selama ini, susu, popok bayi, bahkan makan untuk sehari-hari masih di sokong oleh orang tua mereka. Namun setelah mendapatkan pekerjaan ini. Dave yakin semuanya akan berubah. Impian nya ingin membangun rumah tangga dan hidup menua bersama Zoe masih sangat besar. Ya... Meski pun kenyataan lagi-lagi mengingatkannya, bahwa Zoe tak mencintainya lagi, tapi Dave berpikir itu karena Zoe masih marah padanya, dan ia yakin suatu saat cinta istrinya itu akan kembali padanya. 

"Sayang! Lihat ini, aku mendapat kan pekerjaan dengan posisi bagus dan tentu saja dengan gaji yang besar!" Dave terlihat antusias saat ia sudah tiba di rumah dan menemui Zoe di kamar nya. Ia menunjukkan surat tanda tangan kontrak kerjanya pada wanita itu.

Sejenak Zoe belum bisa mencerna dengan baik kata-kata dari suaminya itu. Apa ini? Kenapa malah seperti ini? Pikir nya. Apa ini artinya rencana cerai nya akan gagal lagi kali ini? 

Mata Dave berbinar, wajah nya berseri-seri, Dave sedang merasa senang, dan Zoe diam-diam tidak tega merusak kebahagiaan pria itu. Dengan sangat terpaksa ia pendam lagi keinginan terdalamnya. Mungkin saat ini bukan lah saat yang tepat. Mungkin dia harus menunggu saat yang tepat itu tiba, tapi entah itu kapan? 

"Bagus, selamat," ucap Zoe datar sembari memaksa tersenyum.

"Kau tenang saja, mulai bulan depan kita tidak akan bergantung pada orang tua kita lagi, dan dengan gaji ku ini, kita bisa mulai mencicil rumah, bahkan lebih besar dari rumah yang kita tinggali sekarang ini. Rumah kita sendiri, kamu senang, kan, sayang? Oya... Aku juga bisa mulai mencicil mobil untuk mu supaya kamu bisa membawanya mengantar anak-anak kita ke sekolah."

Mendengar pernyataan suaminya, sebenarnya Zoe merasa sangat terharu dan sampai ingin menitikkan air mata. Tapi ia menahannya. Ia hanya merasa, kenapa Dave seolah tak pernah membencinya, padahal sikap nya selalu ketus pada pria itu, dan bahkan sudah ribuan kali meminta cerai, tapi kenapa Dave seolah tak pernah merasa sakit hati padanya. 

Zoe kembali memikirkan rencana nya untuk bercerai lagi dengan pria itu, apakah benar selama ini keinginannya itu salah? 

Tapi tidak, penghianatan yang di lakukan Dave waktu itu tidak benar. Dan itu membuat rasa cinta nya juga kepercayaannya terkikis pada pria itu. 

Jadi, untuk sementara, biar lah seperti ini. Zoe berusaha memberi kesempatan untuk Dave, untuk mereka bisa kembali memulai lembaran baru, meski luka itu masih menganga. Masih ada rasa tidak rela, setidaknya Zoe ingin melakukannya demi masa depan anak-anak mereka. Ia hanya perlu menyampingkan sedikit egonya. 

***

"Halah... si Zoe di manjakan  suaminya, di belikan barang-barang branded dan mahal-mahal itu kan karena suaminya selingkuh, kasihan, ya, dia." 

Kata-kata itu terasa tajam menusuk di telinga Zoe. Entah darimana para tetangga itu mendengar gosip tentang rumah tangga nya padahal ia tidak pernah sekalipun bercerita pada siapapun. Tidak mungkin juga ibu mertuanya yang melakukannya, beliau adalah orang yang sangat agamis. Entah lah, dari siapa, Zoe juga tidak ingin terlalu menggubrisnya.

"Iya, di belikan mobil baru juga, enak, ya si Zoe, suaminya sepertinya sayang sekali padanya." 

"Sayang apa nya, itu pasti karena suaminya sebenar nya selingkuh." 

Zoe makin tidak tahan mendengar kasak-kusuk mengenai tentang dirinya. Ia pun buru-buru membayar sayur hasil belanjanya dan buru-buru masuk ke dalam rumah.

Hatinya seperti teriris, ia tak sanggup lagi membendung air mata yang sejak tadi mendesak ingin keluar. Itu lah yang di takut kan oleh Zoe. Rumah tangga nya terasa seperti palsu, semua orang sepertinya sudah mencium apa yang terjadi di dalam rumah tangganya meski tidak sepenuhnya benar. Dave memang pernah berselingkuh, tapi dia tidak pernah mengulanginya lagi, dan pria itu tidak pernah mencintai wanita lain selain dirinya. Tidak punya wanita idaman lain seperti gosip yang beredar di sekitaran rumah tempat nya tinggal. Para tetangga itu suka sok tahu dan suka melebih-lebih kan saja. 

Zoe tahu, mereka semua mungkin sedang iri dengan kemajuan yang di alami Dave belakangan ini. Tapi untuk apa juga menjelaskan semua itu pada mereka. Tak ada gunanya. 

Tapi bagaimana pun, perasan Zoe tetap terasa sakit, orang-orang seolah menganggapnya wanita tidak mampu, mau saja bertahan dengan pria peselingkuh. Harga dirinya terasa terhina. Meskipun kenyataanya adalah, Dave lah yang selalu bersikeras tak ingin melepaskannya.

"Pokoknya, nanti ketika anak-anak kita sudah agak besar, dan aku mampu untuk mandiri, aku ingin kita tetap bercerai." Zoe merasa tidak tahan dengan gejolak hatinya sendiri. Selama ini ia sudah meredam keinginan itu demi kebaikan bersama. Namun karena tadi pagi mendengar selentingan tidak mengenakkan di telinganya. Keniginan itu akhirnya kembali mencuat.

Dave yang baru saja pulang bekerja hanya bisa mendesah lelah. "Kau kenapa lagi? Kenapa kau tiba-tiba jadi begini lagi? Kau itu sedang hamil besar, hati-hati kalo bicara?" Meski lelah, Dave masih berusaha bicara dengan lembut. 

Sebenarnya, Zoe sangat kesal dengan omongan para tetangga itu. Namun ia tak bisa mengutarakannya dengan benar, dan malah melampiaskan kekesalannya pada Dave yang notabennya tidak tahu apa-apa.

"Aku cuma merasa, kalau pernikahan kita ini palsu, kita seperti sedang pura-pura baik-baik aja." Zoe makin terdengar emosional. Perasaan nya pada pria yang ada di hadapannya saat ini masih snagat meragu. 

Dulu, saat kejadian tiga tahun yang lalu, saat pertama kali ia memergoki Dave berselingkuh dengan wanita penghibur. Hatinya sempat hancur dan jiwa nya terguncang. Semua orang panik, Zoe hampir gila dan harus segera di tangani oleh psikiater. Mungkin dari kejadian itu para tetangga jadi menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. 

Saat itu, Zoe ingat, betapa Dave dengan sangat sabar merawatnya. Laki-laki itu baik, Zoe bahkan tidak percaya jika suaminya yang sangat mencintainya itu tega menghianatinya. Zoe terus saja berusaha menyangkalnya. Ia ingin sekali mempercayai kalau Dave memang lah pria baik, tapi kenapa tiba-tiba di harus salah pergaulan? Itu yang membuat nya kecewa dan tak mengerti hingga saat ini. 

Bahkan setelah sering Zoe membentaknya, dan tak segan berbuat kasar, mengajukan cerai ribuan kali, Dave masih mau bersikap baik padanya. Di antara rasa benci dan rasa kasihan ini, bagaimana ia harusnya bersikap? Zoe sungguh bingung.

BERSAMBUNG.