Chereads / Kekasih Brondongku / Chapter 5 - Bertemu Gin

Chapter 5 - Bertemu Gin

Tiga hari pun berlalu, Zoe sudah di perbolehkan pulang, namun tidak dengan bayi nya, karena berat badan yang rendah, serta bulan lahir yang kurang, bayi laki-laki yang di beri nama Alvin itu terpaksa harus tertahan di rumah sakit dan harus di letak kan di box pemanas, demi mengurangi bilirubin yang berlebihan. Jika di biarkan maka anak akan memiliki resiko penyakit down sindrom.

"Kau istirahat lah dulu, besok pagi kita ke rumah sakit lagi untuk menengok Alvin, kau tidak perlu khawatir, dokter dan perawat yang menangani bayi kita adalah tenaga profesional." Dave mencoba menenangkan Zoe yang sejak kepulangannya tadi masih terus saja memasang wajah muram.

"Dimana Tifani? Aku kangen padanya?" 

"Dia bersama Leni di rumah ibu ku, nanti aku akan menjemput nya. Sekarang, kau harus makan dan minum obat mu." Dengan sabar, Dave membimbing wanita itu menuju sofa ruang tamu mereka dan mendudukkannya di sana. Kemudian segera membuka kotak makanan yang sengaja ia beli sebelumnya. "Buka mulut ku, kau harus makan banyak, supaya kau segera pulih, mengurus dua anak pasti akan sangat melelah kan, kau harus kuat." Dave dengan telaten menyuapi  Zoe. 

Membuat Zoe lagi-lagi merasakan hal itu, rasa nyaman yang mulai menelusup dan sekuat tenaga ia tahan. Ia tidak ingin melupakan niat awal nya untuk bercerai meskipun Dave sudah jauh berubah lebih baik. 

Bukan bermaksud ingin keras kepala, namun kaca yang sudah retak mungkin bisa di susun kembali, tapi jelas bentuknya tidak akan lagi sama. Nah seperti itulah gambaran hati Zoe saat ini.

Untuk sementara waktu, biarlah semua berjalan dengan apa adanya, ia tak mungkin memaksakan kehendak dengan tetap nekad mengajukan cerai, Zoe berusaha berpikir realistis, dia baru saja melahirkan, dia juga tidak mungkin dapat bekerja dalam waktu dekat seperti rencananya. Putri pertama nya juga masih sangat kecil, dia harus bersabar sedikit lagi sampai waktu nya tiba. Zoe juga tidak ingin di sebut sebagai ibu yang egois dan suka menelantarkan anak. Dia akan menunggu sampai anak-anak nya tumbuh sedikit lebih besar agar bisa di titipkan pada pengasuh saat ia sudah bekerja nanti. 

Iya... Dia hanya butuh bersabar sebentar lagi. Setelah nya dirinya pasti akan mendapatkan kebebasan seperti yang telah dia idamkan selama ini. 

***

Hari demi hari silih berganti, berubah menjadi Minggu, menjadi bulan dan berganti tahun. Tanpa terasa pernikahan Zoe dan Dave sudah memasuki tahun ke 4. Namun Zoe belum melupakan keinginannya untuk berpisah dari suaminya. 

Saat ini Tifani putri pertama mereka genap berusia 3,5 tahun, dan si bungsu Alvin 1,5 tahun bulan kemarin. Tadinya Zoe sudah tidak sabar ingin mewujud kan niat nya mencari kerja, namun dia merasa iba pada putra nya yang seperti nya masih ingin menyusu padanya. Terpaksa ia harus menunggu sedikit lagi.

Seperti biasa, Zoe tengah berbelanja di sebuah super market di kota saat dia bertemu sesosok pria yang membuat nya terpesona pada pandangan pertama.

Pria yang terlihat lebih muda dari nya, namun terlihat sangat elegan dengan kemeja hitam yang di kenakannya. Wajah nya yang inosent merupakan tipe ideal yang di sukai oleh Zoe.

Kebetulan saat itu Zoe sedang berbelanja sendiri, dia menitip kan kedua anak nya pada Nyonya Dila ibu mertuanya. Meski kini Zoe sudah hampir menginjak kepala tiga, tapi tubuh nya belum terlihat jauh berubah, meski dia juga sudah pernah melahirkan sebanyak dua kali. Tubuh nya masih langsing seperti gadis remaja beursia 20 tahunan. Di tambah lagi wajah nya yang terlihat inosent dan awet muda, jika dia mengaku berusia 10 tahun lebih muda dari usianya, pasti tidak akan ada yang mencurigainya kalau dia sedang berbohong.

Zoe merasa bingung dengan dirinya sendiri, kenapa pemuda yang saat ini mengalihkan perhatiannya itu begitu menarik di matanya. Membuat hati  yang dia kira sudah mati, kini justru berdenyut hebat. Wajahnya tiba-tiba merona tanpa bisa ia tahan. Ini memalukan, kenapa ia jadi bertingkah seperti gadis remaja yang sedang kasmaran.

"Maaf... Boleh kah saya minta tolong pada anda untuk ambil kan itu untuk saya?" Dengan percaya diri nya Zoe mencoba membuka percakapan, berpura-pura memilih barang di rak teratas yang tidak bisa terjangkau oleh nya.

Awalnya pemuda yang di ajak nya bicara itu tampak kebingungan, dia terlihat sedikit canggung, namun detik berikut nya ia menarik sudut bibir nya tersenyum. "Yang ini?" Saat mengatakan itu, tangannya sudah berusaha meraih benda yang di ingin kan Zoe, sebuah spatula. 

Di rumah, Zoe sudah memiliki banyak spatula, namun dia butuh spatula itu mendekati seorang pemuda. Apakah dirinya sudah tidak waras?

Terserah, Zoe hanya ingin mengikuti kata hatinya. Senyum pemuda itu membuatnya makin terpesona, terlebih lagi dengan keramah tambahan yang di tunjukkan. Seperti nya ini akan menjadi mudah untuk Zoe.

"Terimakasih." Zoe menerima spatula itu dari tangan si pemuda, dengan keberanian yang dia kumpulkan, Zoe tiba-tiba mengulur kan tangan, "Kenal kan, nama ku Zoe." Zoe juga tidak mengerti darimana rasa percaya dirinya itu muncul, dia baru saja mengajak kenalan seorang pria.

"Hai... Aku Gin." Tak di sangka sambutan pria itu pun begitu hangat. Membuat dada Zoe turut menghangat. Ada rasa sesak yang memenuhi rongga dadanya, namun menyenangkan. Sudah lama sekali Zoe tidak merasa sebahagia ini.

"Kau belanja sendiri?" Sepertinya pemuda bernama Gin itu benar-benar tidak curiga kalau Zoe sebenarnya adalah seorang mama muda. Dia senang kalo pemuda itu nyatanya menganggap dirinya gadis remaja seusia nya atau bahkan lebih muda darinya.

"Iya... Aku sendiri, kalau kau?" Zoe bicara dengan sedikit canggung, rasa nya dia ingin terus tersenyum sepanjang waktu karena saking senang nya. Kenapa pemuda ini seolah bisa membangkitkan kembali gairah hidupnya.

"Sama, aku juga sendiri," percakapan berjalan canggung, namun keduanya seolah belum ingin mengakhirinya. Bolehkah Zoe merasa kalau Gin juga terlihat sedikit tertarik padanya. Pemuda itu juga tak hentinya meanatao ke arah nya. Membuat Zoe tersipu malu.

Tiba-tiba ponsel yang berasal dari saku celana Gin berdering memecah keheningan. "Maaf, aku mau angkat telepon dulu." Pamitnya kemudian pada Zoe. 

Zoe hanya mengangguk tanda mempersilakan. Gin pun mengangkat panggilan teleponnya dan tampak bicara serius dengan seseorang di seberang sana. "Seperti nya aku harus pergi, aku tinggal dulu, ya?" Gin berkata ragu-ragu. 

Zoe tak bisa berbuat banyak, lagi-lagi dia hanya mengangguk mempersilakan. Saat Gin sudah menjauh dari pandangannya, barulah Zoe menyadari sesuatu, harusnya dia meminta nomer telepon Gin agar mereka ada alasan untuk bertemu lagi. Tapi bagaimana pun dia adalah seorang wanita, mau di taruh di mana harga dirinya jika dia yang meminta nomer ponsel duluan pada seorang pria. 

Zoe hanya bisa mendesah lelah sembari memandangi Gin yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Kapan kita bisa bertemu lagi?

BERSAMBUNG