"Jadi, kamu tidak tau kalau dia anak pemilik kampus ini? Lalu kamu mengenalnya dari mana dong? Bahkan kamu tau namanya." Yesi masih dengan tanyanya. Penasaran sekali dengan apa yang diketahui oleh Yelin, sang sahabatnya, keduanya dari sekolah sudah bersahabat dan selalu terbuka, makanya kalau ada apa-apa pastinya saling menegur dan saling bertanya, mengusut pertanyaan sampai ke akar.
"Dari mimpi, sudah ah ... aku pikirkan nanti saja, intinya nanti aku akan mencoba meminta maaf kepada Raj," ucapan Yelin itu membuat Yesi mengernyitkan dahinya karena rasanya sungguh sangat tidak masuk akal, ia kira ucapan Yelin itu bohong dan asal-asalan saja, tapi ternyata benar adanya, terlihat dari raut wajah Yelin yang begitu datar, kalau dia berbohong pastinya wajahnya sedikit memerah dan banyak guratan di dahinya, begitulah Yesi yang sangat paham sifat Yelin, jadi selalu bisa menebaknya. Namun, Yesi tidak bertanya lagi, ia tau kalau Yelin pastinya sungguh bingung sekarang, kalau dia semakin bawel bisa-bisa dibentak oleh Yelin karena menambah pikirannya dengan terus bertanya. Dia sebagai sahabat hanya bisa mendampingi Yelin dan mencoba menenangkannya.
"Ya sudah, sabar ya ... santai, aku temani kamu kok, oke!" Yelin mengangguk. Menoleh ke arah Yesi yang sudah menggenggam tangannya. Mereka terus berjalan ke arah ambulance yang sudah datang itu. Memasukkan Raj ke dalamnya dan ikut menemani Raj di dalam ambulance bersama dengan pak Yupi.
Mereka hanya hening, tapi sesekali pak Yupi menatapi Yelin dengan sangat tajam, membuat Yelin bergidik ngeri dibuatnya, bahkan bulu kuduknya terasa berdiri. Kalau tatapan pak Yupi seperti itu, tandanya dia dalam masalah dan harus mempertanggungjawabkan nanti, tapi keinginan Yelin hanya 1, lelaki itu sembuh dan dia mau membantunya agar aman di dalam kampus itu, apa bisa? Tapi kalaupun dia dikeluarkan dari kampus juga bagaimana lagi? Sudah resikonya kalau seperti ini, Yelin bagaikan terdampar antara jurang dan lautan, ke mana pun perginya pasti hancur kalau tidak ada yang menolongnya, jadinya dia berharap cowok itu membantunya dengan melupakan masalahnya atau mencabut tuntutannya supaya dia selamat.
Lama mereka mengheningkan cipta dengan tangan yang mengatup dan mata terpejam, seperti sedang berdoa di dalam hati. Mereka pun sedikit terkejut dan membuka matanya ketika ambulance sudah terhenti. Itu tandanya sampailah ambulance di rumah sakit.
Yelin, Yesi dan pak Yupi pun turun dan mengikuti brankar yang sudah didorong oleh para suster. Wajah mereka terlihat berbeda-beda expresinya, kalau Yelin jangan ditanya lagi, dia ketakutan setengah mati dan sudah hampir menangis, tapi rasanya air mata tak bisa keluar dan kenapa dikeluarkan? Dia juga bukan seseorang yang spesial, jadi Yelin mau mencoba untuk menangis tetap saja tidak bisa.
"Maaf kalian tunggu di sini saja! Kami akan mencoba menyelamatkannya," ucap dokter yang sudah mendekat ke arah mereka. Supaya mereka tidak lancang ikut masuk ke ruang ICU.
Lampu operasi pun dinyalakan, dan siap untuk dioperasi. Yelin terlihat gelisah, dia mondar-mandir dan terus merapal doa, dengan bibir yang terus berkomat-kamit. Tiba-tiba pak Yupi langsung mencekal tangannya, membuat Yelin pun terhenti, tapi dia menunduk dan tak berani menatapi pak Yupi. Malahan tangan pak Yupi yang masih mencekalnya langsung dilepaskan oleh Yelin. Karena dia memang tidak suka siapa pun cowok memeganginya. Apalagi Pak Yupi, dia sungguh sangat alergi dipegang oleh jaka tua itu.
"Bagaimana bisa kamu ceroboh, Yelin? Kalau dia meninggal bagaimana? Apa yang menjadi jaminan buatmu, apa! Itu juga soal pertaruhan nyawa, kenapa kamu sungguh sangat ceroboh sekali sih! Untung saja keluarga pak Raj ada di luar negeri juga, jadi pastinya mereka tidak tau, kalau tau pastinya kamu langsung akan dituntut, keluarganya kan terkenal tegas dan tak bisa mentolerir apapun itu!" sentak pak Yupi yang membuat Yelin semakin ketakutan. Tangannya dikatupkan tanda minta maaf. Ia pun membatin.
'Bukankah ini juga salahmu, Pak, kenapa terus memakiku sih ... heran aku dengan jaka tua ini! Salah tapi juga tak menyadarinya, coba kalau orang telat tidak dihukum sedemikian rupa, pastinya tidak akan bahaya, perasaan dulu untuk yang telat-telat dihukum hanya bersih wc, bersih halaman dan itu-itu saja, tapi dia sungguh aneh, katanya biar keren dan berbeda, tapi kalau sudah seperti ini apa keren, jelasnya mahasiswanya yang akan disalahkan, dia memang tak terkalahkan, sungguh aku ingin meracuninya saja, pokoknya setelah ini nantinya aku akan membalasmu, Pak dan menjahilimu biar kapok!'
Yang dilakukan Yelin hanya membatin saja, dia mau memprotes pak Yupi tapi takutnya malah akan berdebat, karena dia sudah pernah mendebatnya malahan Yelin yang kalah dan membuat dia sakit kepala, karena kebanyakan mendengar ocehan dari pak Yupi. Sedangkan Yesi dia hanya melirik ke arah Yelin dengan menahan tawanya, dia juga sangat muak dengan pak Yupi, tapi melihat expresi Yelin yang sungguh ingin murka, itulah yang membuat Yesi ingin tertawa karena lucunya sahabatnya itu.
"Iya, Pak, Yelin mengaku salah, Yelin akan menebus semuanya nanti dengan Raj kalau dia sudah terbangun, Bapak tidak usah mengkhawatirkan itu, tapi saya mohon jangan mengabari keluarganya dulu ya, saya sungguh sangat takut," mohon Yelin dan kini dia mulai menangis, entah air mata buaya atau mata kucing, yang jelas Yelin sekarang bisa menangis, dia membayangkan semuanya nasib yang buruk bermunculan di otaknya.
"Lancang! Raj, Raj, panggil dia, Bapak! Seenak jidatnya saja memanggil namanya, dasar! Tidak sopan! Lagian siapa juga yang mau melapor, mana saya tau nomor keluarganya, saya kan bukan kepala sekolah, tapi bukan alih wewenangku kalau nantinya kepala sekolah melapor, sudah deh saya mau pergi melanjutkan mengajar saya, anda tunggu di sini saja sendirian! Saya mengizinkanmu tidak masuk mata kuliah, ayo Yesi!" Yelin tak bisa berkata-kata lagi, lidahnya terasa kelu, mau menyangkal apalagi, kalau sudah seperti itu, malahan sahabatnya diajak pergi, jelasnya dia akan sendiri dan kesepian di rumah sakit ini.
"Ta—tapi, Pak, saya mau ikut di sini bersama Yelin untuk menenangkannya," tolak Yesi yang tak mau meninggalkan sahabatnya. Namun, dengan tatapan pak Yupi yang ganas itu, akhirnya Yesi mengangguk dan ikut pak Yupi saja.
"Aku tidak apa-apa, pergilah!" seru Yelin ketika melihat Yesi yang menantapinya. Yesi mengangguk dan mengangkat kepalan tangannya ke udara tanpa Yelin harus semangat. Yelin mengangguk dan kini duduk di kursi tunggu.
Menundukkan kepalanya dan mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Ia berharap semua badai ini cepat berlalu dan Raj berbesar hati memaafkannya. Apalagi kuliahnya juga hasil beasiswa jadi dia sadar diri kalau sewaktu-waktu pastinya akan dicabut dan siap dengan konsekuensinya. Salah sedikit saja sudah sangat menyeramkan, peraturan memang sungguh tegas di kampus mewah dan terkenal ini.
Ceklek.