Agni mematung di tempat dengan tangannya yang masih terkepal erat. Melihat wajah gadis yang pernah menjadi sumber hancurnya di masa lalu jelas membuatnya tidak bisa tidak memunculkan emosi yang saat ini masih bersarang di hatinya.
Lavinka, mendengar nama gadis itu saja Agni rasanya sudah enggan apa lagi kalau harus besitatap langsung seperti.
Tia yang sadar akan situasi langsung mengajak Agni menghampiri Fey yang kondisinya saat ini tidak bisa di katakan baik-baik saja.
"Ehemm...Fey gimana ?" kata Tia membuka suara, rasanya sangat tidak nyaman berada di situasi yang sedikit dingin dan canggung seperti saat ini.
"Menurut lo?" sahut Fey malas sembari memperlihatkan luka-luka bekas cakaran di lengannya. "Gue gak tahu manusia kampret semacam Lavinka bisa juga bikin gue lecet, gue kira dia cuma bisa teriak-teriak manja aja.!" sungutnya masih kesal karena tidak benar-benar bisa menghabisi gadis itu dengan tuntas, paling tidak harusnya dia bisa membuat Lavinka mendekam di UGD barang semalam.
"Kamu perlu pergi ke rumah sakit gak?" tanya Alka khawatir, pasalnya kondisi Fey terkihat cukup mengerikan, namun yang ditanyai hanya menggelengkan kepalanya pelan. Melihat satu sahabatnua yang biasanya lebih cerewet saat tahu dia terlibat perkelahian namun kali ini justru bungkam membiat Fey heran, di sikutnya lengan Agni pelan.
"You okay?"
Agni yang sedari tadi hanya sibuk dengan pikiran-pikirannya sendiri buru-buru menetralkan wajahnya, menghadapa ke arah sahabatnya cepat. Harusnya dia tidak boleh terbawa perasaan di saat Fey membutuhkan eksistensinya saat ini.
Persetan dengan Lavinka dan Jen serta semua pengkhianatan mereka di masa lalu, Agni harusnya sudah tidak perlu memikirkan mereka berdua.
"Gue yang harusnya nanya. Lo ngapain sih pake acara berantem segala, astgaaa....!!" ujar Agni kesal, pasalnya temannya ini memang sula adu jotos dan langganan terkena masalah, dan jelas Agni rasanya ingin mengurung Fey saja agar tidak macam-macam.
"Ya kan gue adu jotos buat ngelampiasin marah lo yang gak pernah lo luapin itu. Kesel gue lihat tu cewek hidup kayak gak ada dosa..!!"
Agni yang mendengar penuturan Fey memutar bola matanya malas, "Jangan jadiin gue kambing hitam ya lo, kesel gue.. Yaudah yok balik, muka lo sumpah.." tunjuk Agni ke arah wajah Fey yang kini rasanya bahkan akan memalukan untuk sekedar berkaca.
"Fine, gue juga udah ngantuk, pengen rebahan." jawaban Fey kontan membuat ketiga teman gadisnya hanya bisa geleng-geleng kepala.
Begitu ke empatnya sudah selesai dengan diskusi kecil mereka, Agni sadar bahwa semua mata orang yang berada di ruangan ini menatap ke empatnya intens, mungkin mereka sedikit ingin tahu apa saja yang mereka biacakan atau ada maksud lain, Agnu juga tidak tahu.
Namun saat hendak melangkahkan kakinya, seseorang menghampiri Agni dan langsung berdiri dengan wajah congkak seperti ingin mengulitinya, "Hai bestie long time no see,"
Lavinka sepertinya memang gemar membuat Agni geram, lihatlah dirinya yang dengan percaya dirinya menghapiri Agni dengan segala bentuk sapaan konvrontasinya yang membuat Agni juga hampir mencakar wajah gadis itu.
Belum Agni menjawab, Fey sudah maju ke depan seperti ingin memulai sesi perkelahian kedua. Beruntng Tia dan Agni yang sudah berteman lama dengannya sudah tahu kalau Fey, langsung sigap menahan gadis itu sebelum Fey kembali mengahncurkan wajah orang lain.
"Apa sih mau lo?!" maki Fey geram.
"Nothing, gue cuma mau nyama sahabat gue aja kok." sahut Lavinka santai, meski sebenarnya dia takut dengan Fey yang terlihat siap melemparkan tinju ke wajahnya.
"Siapa yang lo sebut sahabat?" kali ini Agni yang membuka suara. Nada yang dia lontarkan juga sangat dingin membuat semua orang di sana menatap Agni tak percaya. Mereka tahu kalau Agni bukanlah tipikal orang yang bisa memperlihatkan luapan emosinya di hadapan orang lain, terkecuali Jen orang yang sudah sering melihat wajah asli Agni tanpa topeng yang selalu dirinya taruh di wajahnya.
"Minggir!" Agni kembali bersuara meminta Lavinka enyah, tapi sepertinya usahanya sia-sia karena bukannya menyingkir Lavinka justru dengan tidak tahu malunya kembali menyentil Agni dengan deretan kata-katanya.
"Ohh..sedih banget sih jadi gue, gak di akuin sama sahabat sendiri." kata Lavinka sok sakit hati, meski Agni tau itu hanya Akting murahan yang kerap gadis itu tampilkan. "Gue gak tau kalau seorang Agnhia adalah seorang pendendam. Bukan salah gue kalau ternyata gue lebih menarik dari lo sampai-sampai cinta lo gak terbalas, sahabat."kali ini Lavinka berbisik dengan nada mengejek di telinga Agni.
"Brengsek..!!"
Semua orang menoleh ke arah Agni yang terlihat sangat marah, entah apa yang dikatakan Lavinka hingga Agni sanggup mengeluarkan kata makian dan wajah yang mengerikan.
"You better watch your mouth, karena kali ini gue sendiri yang akan hancurin lo." desis Agni dingin.