Chereads / BUCKET LIST / Chapter 21 - Bab 20 Never be the same

Chapter 21 - Bab 20 Never be the same

"Ada apa dengan tampang lo?" Agni bertanya penasaran saat melihat wajah tertekuk Jen yang sangat tidak enak dilihat. Rasanya tidak ada yang dia lakukan sampai harus membuat laki-laki itu memasang wajah seperti ingin membanting meja di hadapan mereka ini.

"Kenapa emang sama wajah gue?" Jen bertanya pura-pura bodoh. Agni menanggapinya dengan helaan napas berat, "Ya gitu, persis cewek-cewek kalau lagi merajuk." jawabnya, Jen berdecih keras dan kembali memperlihatkan wajah garangnya—mambuat Agni sedikit menciut

"I don't know, just lil bit surprised—maybe. Your type of guy now is someone like Aslan." Agni baru mau melayangkan protes, tapi Jen masih melanjutkan celotehan itu, "Back then you like someone like me, and now... Whoahhh, me and Alsan?" laki-laki itu mengungkapkan tak percaya.

Mata Agni memincing menghadap ke arah laki-laki itu, "Gue gak pernah bilang kalau Aslan tipe ideal gue, kok lo sotoy.!"

"Elo bilang dia ganteng."

Agni menggelang tak percaya, "WHAT...?", "Dia memang ganteng, tapi bukan berarti dia masuk kriteria gue." bantahnya cepat.

"Lagi pula gue gak punya spesifik tipe untuk pacar impian, atau suami impian. Lo tau..? Karena perasaan seseorang tidak selalu jatuh tepat kepada seseorang yang menurut kamu adalah orang yang kamu inginkan. Kadang kita jatuh cinta justru pada seseorang yang sebenarnya jauh dari bayangan kita. "

"..... "

Diam-diam Agni memperhatikan gerak-gerik Jen yang tampak lebih canggung setelah pernyataan panjangnya barusan. Bahkan laki-laki itu tak memberikan tanggapan apapun pada perkataannya, meski penasaran sampai bumi berubah jadi trapesium sekalipun Agni jelas tidak akan mau dianggap sok perhatian karena bertanya pada laki-laki itu.

Atmosfer di sekitar mereka juga berubah, sedikit lebih kaku dan terasa asing. Perasaan tak nyaman hinggap di hati Agni saat ini. Harusnya dia senang karena Jen lebih banyak diam, tapi kenapa saat ini dia menginginkan Jen untuk kembali menggodanya seperti biasa.

Baru akan kembali membuka percakapan demi mengubur suasana tak mengenakan ini, Aurin dikagetkan dengan suara pelayan yang mengantarkan pesanan mereka berdua. Hey, bahkan makanan dan minuman yang dihadirkan di atas meja sebenarnya jauh lebih banyak dari pesanan yang mereka sebutkan tadi. Aslan memang tak main-main saat berjanji akan menjamunya bak ratu, kalau Agni mau singgah di kafe miliknya ini.

"Wah.... JEN... Aslan bener-bener gila, banyak banget....!!" kata Agni berseru excited lupa dengan suasana canggung diantara mereka.

"Tutup mulut lo, gue gak mau ya makanan dan minuman ini terkontaminasi sama liur lo yang udah mau netes itu." Jen berujar sok galak. Agni yang mendengarkan refleks melempar sepotong kentang goreng ke arah lelaki itu dengan kesal.

Sia-sia saja dirinya sudah sedikit mengkhawatirkan laki-laki itu tadi, lihatlah dirinya yang saat ini kembali menjadi brengsek menyebalkan seperti yang sudah-sudah.

Tak mau ambil pusing dengan kelakuan Jen yang hanya bisa membuat darahnya mendidih kesal. Agni mulai menikmati hidangan ya g tersedia di atas meja, namun ketika matanya melihat ke atas piring yang sedang di nikmati Jen, rasanya Agni tak bisa membendung ke inginannya untuk mencicipi walau sedikit.

"Kenapa elo liatin piring gue terus?" kata Jen cepat, rupanya laki-laki itu sadar pada perbuatan Agni yang sedikit memalukan ini.

"Lo mau coba?" Jen bertanya lagi, tapi Agni masih bungkam. Sampai akhirnya dia menyerah pada gengsinya dan mengangguk cepat.

Jen yang melihat senyum Agni tersenyum miring, kemudian mendekatkan piringnya kedepan perempuan itu.

Agni yang merasa sudah dipersiapkan untuk mencicipi, kembali tergelak kaget saat Jen dengan cepat kembali menarik piringnya menjauh. "Lo pesen sendiri kalo mau." pria itu merngerling jail ke arahnya.

SETAN..!!

Umpat Agni dalam hati.

Kenapa dia bisa tolol untuk sesaat dengan mempercayai laki-laki itu yang sudah sering mengerjainya.

"Gue becanda, nih ambil aja kalo lo mau coba." Jen kembali bersuara, setelah melihat wajah Agni yang berubah merah padam. Antara malu dan marah—atau mungkin keduanya. Tapi Jen jelas tak ingin Agni menjadi semakin membencinya karena keusilannya, meskipun mustahil untuk dirinya agar tidak menjadi mengerjai perempuan itu.

"Ogah..." Agni menjawab kelewat sinis.

Dia tidak akan tertipu oleh trik murahan laki-laki itu lagi. Cukup sekali saja dia terlihat seperti orang bodoh dengan mukanya yang pasti terlihat sangat menyedihkan tadi.

"Gue serius.." seolah dapat mengerti isi pikiran Agni, Jen berusaha meyakinkan. "Atau perlu gue siapin..?"

Hoek..!!!

Sumpah mati, Agni merinding mendengar Jen dengan suaranya yang di buat seperti om-om cabul yang sedang mencoba mendekati gadis perawan.

Melihat Agni yang tak menanggapi godaanya, Jen kembali tersenyum miring, kali ini dirinya bahkan sudah berdiri dan berpindah duduk di sebelah perempuan itu.

"Ngapain lo pindah ke sini.?" Tanya Agni sembari melotot galak, oh tapi tentu saja Jen bukan tipe orang yang akan mundur hanya karena hal itu.

"Biar gampang." kata Jen ambigu.

Agni yang mendengarnya heran, mengernyitkaan alisnya dengan wajah bingung tak mengerti,

'Ingat Ag, Jen itu sinting...!!!

Abaikan, abaikan' batinnya mengingatkan cepat.

"Buka mulut lo..!" Agni masih membeku di tempat—tak menunjukkan reaksi apapun—saat Jen dengan santainya menyodorkan sendok ke depan mulutnya.

"Apaan sih Jen.." katanya setelah sadar, dan berusaha menyingkirkan tangan Jen.

"Elo bilang lo pengen, yaudah buruan buka mulutnya." Jen berkata santai, sedang Agni sudah mati gaya di tempat.

Dasar laki-laki sialan.!!

"Buruan Ag, pegel nih tangan gue."

Agni masih mengabaikan Jen yang sedari tadi memang belum menurunkan tangannya.

Hey, tidak mungkin juga kan dia bisa santai menerima suapan dari laki-laki itu. Dan ingatkan kembali kalau dia masih menyimpan dendam dalam hatinya untuk laki-laki ini. Apakah Jen amnesia kalau mereka harusnya tak boleh bersikap soalah tak ada apa-apa diantara mereka.

Agni bahkan belum memaafkan laki-laki ini.. Sungguh sialan..!!

Tapi salahkan juga dirinya yang sejak tadi seperti terbawa arus nostalgia persahabatan masa lalunya dengan Jen. Bahkan Agni sudah sinting, karena dirinya duluan yang memulai semua ini.

Haruskah dirinya kabur, atau haruskah dia berlari ke dapur mencari Aslan.

Bagaimana pun Agni harus kembali meneguhkan hatinya sebelum dirinya kembali jatuh dan terluka.

"Ag..."suara Jen kembali terdengar. Tapi Agni belum punya minat untuk menanggapi.

" Ogah Jen, udah sana lo..! " Agni sadar dengan tanggapannya yang kembali menjadi dingin, seperti saat mereka kembali dipertemukan untuk pertama kalinya.

Tapi Jen dengan kekeraskepalaanya terus memaksakan Agni untuk menerima suapannya. Sampai Agni yang sudah gerah tidak sengaja mendorong tangan Jen cukup keras, hingga sendok ditangan laki-laki jatuh ke lantai.

Keduanya sama-sama terdiam setelahnya. Agni dengan rasa bersalah tak mengenakan di dadanya, dan Jen dengan rasa sakit yang bersarang karena penolakan keras Agni barusan.

Meski awalnya Jen sudah mulai percaya diri, karena hari ini untuk pertama kalinya Agni bersikap lebih santai di bandingkan pertemuan-pertemuan mereka yang lainnya. Tapi nyatanya perempuan itu terlihat masih sangat membencinya. Dan Jen benci dengan fakta menyakitkan itu.

Keduanya kembali tak ada yang bersuara, Jen sudah kembali ke tempat duduknya semula, dia juga mulai menyantap kembali makan yang ada, begitu pula Agni.

Suara dering ponsel milik Jen, menghapus suasana sunyi tak mengenakan di antara keduanya.

Begitu melihat nama yang tertera di atas ponselnya, Jen buru-buru mengangkat panggilan itu.

Agni yang tak sengaja mengintip, tahu bahwa yang menelepon Jen adalah mama Ilene, mama Jen. Jen masih sibuk dengan teleponnya dan Agni sibuk merenung, meski sesekali telinganya mampu mencuri denger. Meski tak tau apa yang bicarakan keduanya, tapi Agni yakin dirinya masuk ke dalam obrolan, ketika Jen beberapa kali menyebutkan namanya.

"Mom, Jen gak bisa..!" Agni terkesiap di tempat, ketika mendengar suara Jen yang agak meninggi.

"Sorry mom, fine..! Hmmm.. Okay.." setelah Jen menutup telponnya, Agni sadar dia sedang di perhatikan lekat.

"Ag, mommy titip salam." kata Jen kering. Agni kemudian membalas tatapan Jen dan hanya membalas dengan Anggukan. Meskipun banyak pertanyaan dan pernyataan yang berputar dikepalanya, meminta untuk di keluarkan.

Bagaimanapun Agni memiliki hubungan yang dekat dengan mommy Jen, bahkan Agni lebih sering menghabiskan waktu dengan mommy Ilene ketimbang Jen saat dirinya bertandang ke rumah laki-laki itu.

Inilah hal yang paling Agni sayangkan dengan renggangnya hubungan dirinya dan Jen, Agni merasa bersalah dengan orang-orang yang ikut terkena dampak permasalahan mereka, meskipun mereka sebenarnya tidak terlibat.

"Ag, kita harus pulang sekarang.!" Jen kembali berkata pelan pada Agni. Raut wajah laki-laki itu tampak tak nyaman saat mengatakannya. Seperti ada raut kecemasan dan rasa bersalah yang dapat Agni tangkap.

"makanan kita bahkan belum habis Jen," Agni berusaha tenang menanggapi, bagaimanapun dia tidak bisa selalu mengedepankan emosinya yang sudah sering tidak terkendali belakangan ini.

"I know..right.." Jen tersenyum masam, "But, i have to go. Lavinka.." Jen menjeda ucapannya setelah satu nama terlarang keluar dari mulutnya sendiri.

Bukan hanya Jen, Agni juga sudah tercekat di tempatnya ketika mendegar Jen menyebut nama yang masuk list hitam miliknya. Kenapa harus menyebutkan nama perempuan itu?

Kurang ajar Lavinka dan segala trauma yang dia berikan untuk Agni.

Mendengar namanya saja, menyimpulkan perasaan tak nyaman bersarang di dada Agni saat ini.

"Lavinka, dia ke sini. Mom minta gue untuk nemuin dia." Jen kembali melanjutkan ucapannya. Matanya memperhatikan ekspresi Agni yang berubah-ubah tapi Jen tau tidak akan ada respon positif yang di terimanya dari Agni.

"Yaudah lo pergi aja, gue masih mau di sini." di luar dugaannya Agni justru berujar kelewat santai dan kembali melahap makanannya yang sisa setengah lagi.

"Lo mau ikut gue nyamperin?" Jen memaki mulutnya sendiri saat tanpa sadar melayangkan pertanyaan konyol dan bodoh itu.

HHAHAAA..!!

Agni seperti berada di puncak komedi. Apakah Jen serius saat melemparkan pertanyaan itu untuknya?

"Lo pikir sudi?" Agni memandang Jen sinis. "Gue bilang, elo kalo mau nyamperin tu cewek yaudah sana!" gagal usaha Agni mempertahankan kesabarannya.

Jen yang melihat ada emosi ketara di wajah perempuan itu, mendesah napas lelah. "Gue gak mungkin tinggalin elo Ag, gue bisa anter lo pulang dulu baru smperin dia." Jen memberikan tatapan yang entahlah terlihat sarat akan kepedihan di mata Agni.

"Hahaha... Jangan bicara seolah-olah lo gak pernah ninggalin gue demi perempuan itu." Agni tertawa sinis, "Udah lah Jen, gue udah biasa kok, lo bisa pergi dan biarin gue menikmati sisa hari gue tanpa harus pura-pura kalau kita udah baik-baik aja."

Agni tak pernah sadar kalau ucapannya barusan benar-benar membuat Jen hancur untuk kesekian kalinya.