"Agak aneh ngeliat lo yang diem aja dari tadi." Agni mengdengus kasar mendengar suara Jen yang menyentaknya dari lamunan tak berarti. Jen mengulurkan sebuah minuman dingin yang Agni tau baru saja di belinya tadi di sebuah minimarket dekat dengan spot pengambilan foto mereka. Laki-laki itu sepertinya mengingat merk minuman favoritnya sejak dulu, karena enggan mengucapkan terima kasih secara gamblang, Agni hanya akan mengucapkan terima kasih dalam hatinya.
"Gue udah berbaik hati beliin lo minum dan elo masih betah diemin gue..! " laki-laki kembali berujar ketus menyindir Agni galak. Agni berlenggang menjauh tak peduli, hanya melirik lewat sudut matanya, melihat Jen yang nampak kesal sambil meminum minuman yang di beli untuknya sendiri.
"Makasih tuan yang super duper baik hati nan dermawan." katanya dengan penuh penekanan.
Harusnya Jen tau kalau berusaha pura-pura kesal dengan Agni adalah sesuatu yang sulit, sekarang dia sudah tertawa hanya karena kalimat yang bahkan tak ada lucunya itu. Ingatkan Jen untuk memiriksakan otak nanti saat dia ada waktu, sepertinya dirinya mulai tidak waras.
"Elo udah dapat foto bagus belum sih, gue udah cape asli." Agni mengeluh menatap Jen yang nampak melihat hasil jepretan mereka siang ini. Keringat mulai bercucuran di dahi Agni, bahkan dia merasakan bahwa bajunya sudah mulai basah. Kalau kemarin cuaca hujan seharian, hari ini justru matahari terik membakar kulit.
"It's your fault i have to work alone." Agni memang tidak membawa kameranya hari ini, tak hanya karena malas, namun memang sudah niatnya dari awal ingin menyusahkan pemuda itu. Salah sendiri memaksanya pergi hari ini, padahal Agni akan lebih memilih tidur sampai siang di kosnya.
Jen kembali membidik ke arah sepasang kekasih di sebrang jalan yang sedang bercengkrama menikmati minuman mereka. Pasangan itu terlihat tidak tertanggu dengan cuaca panas yang membuat banyak orang mengeluh. Sesekali sang pria membantu merapikan anak rambut milik gadis-nya. Sesekali mereka tertawa riang, kemudian kembali berbicara berhadapan dengan penuh semangat. Lagi pula kenpa juga jadwal kuliah mereka yang kosong harus jatuh di hari yang sama.
"What's wrong with your face?" Jen menaruh sikutnya di atas kepala Agni dengan santai. Terang saja langsung gadis itu singkirkan dengan kasar. "Ganggu aja sih lo." gerutunya galak.
Jen malah membalas dengan menjulurkan lidahnya main-main. Sepertinya dia memang berniat mengajak ribut Agni hari ini, sejak tadi tingkahnya begitu menyebalkan.
"Jen...!!" Agni kembali mengerang setelah dengan tidak tau malunya Jen malah mencubit pipinya keras. Melihat wajah garang Agni yang sepertinya sudah akan mengamuk Jen cepat berlari kabur menjauh. Tapi jelas Agni tidak akan membiarkan Jen kabur begitu saja.
"Jen sialan...! Sini lo....!!"
Lihatlah kedua orang yang tampak seperti rombongan sirkus ini, kerjar-kerjaran seolah tiada hari ini.
****
Saat ini Jen juga Agni, tengah berada di dalam perjalanan menuju kafe milik Aslan setelah cukup puas ribut di arena hunting dan sempat menjadi pusat perhatian. Meskipun sejujurnya Agni belum puas membuat Jen babak belur atas tingkahnya yang kelewat jail itu.
Begitu mobil Jen sampai di tempat tujuan, ketika kunci mobil telah terbuka, Agni justru lebih cepat daripada Jen—membuka seatbeltnya dan berlari meninggalkan laki-laki ini sendirian—berlari ke dalam kafe penuh semangat.
Ketika sampai di dalam, mata Agni tampak kagum melihat interior kafe milik Aslan yang sesuai sekali dengan sleranya. Tempatnya tergolong luas dan paduan warna segala furniture di dalam kafe tampak sangat memanjakan mata. Kafenya juga terlihat bersih dan cozy, sangat tepat bagi anak-anak nongkrong untuk menghabiskan waktunya sendirian di sini. Belum lagi design dan art kafe yang di buat calsic tapi tetap kekinian, sudah jelas anak-anak sosial media pasti akan senang mengambil beberapa foto aesthetic untuk di pameran di akun mereka.
"What are you doing?" Jen menyetak Agni yang masih betah terbengong di tempatnya.
"Gue lagi jadi pengamat, elo bisa gak sih gak gangguin gue mulu." katanya ketus. Namun lagi-lagi Jen malah memberinya kerlingan jail, "Gak."
Oh Sialan sekali.
Agni seperti berada dalam puncak komedi.
Namun baru saja hendak melayangkan kembali kemampuannya menyumpah serapah, Jen lebih cepat membungkam Agni dan menariknya untuk ikut mencari sebuah meja kosong untuk mereka tempati.
Ntah karena lapar, atau rasanya dia sudah malas dan takut benar-benar darah tinggi—Agni hanya dia ketika laki-laki itu mengenggam tangannya erat seperti seorang ibu yang tak membiarkan anaknya menyerang jalan sendiri.
Begitu memastikan Agni duduk manis di tempatnya Jen sudah pergi kembali meninggalkannya sendiri, dan meminta gadis itu untuk tidak bayak protes. Dan ketika Jen kembali dengan seseorang di sebalahnya. Agni sempat terpaku di tempatnya, lupa caranya bergerak atau bagaimana cari berbicara sampai orang itu menyapanya duluan.
"Hay Ag.. Miss me?" Sapa ringan orang itu padanya.
Agni mengerjap beberapa kali sebelum bangkit dari duduknya menghampiri orang itu yang tak lain dan tak bukan adalah temannya yang telah lama menghilang—Aslan.
"Lo...As.. lan??" katanya ragu saat sudah berada di depan laki-laki itu.
"Lo beneran Aslan?" tanyanya sekali lagi. Jen baru akan membalas ucapan Agni, tapi Aslan lebih dulu angkat bicara.
"Yes, gue masih jadi Aslan—belum berubah jadi Dicaprio—Prince charming impian lo." jawabnya dengan kekehan geli. Mata Agni yang tadinya menampilkan wajah terkejut kini justru mulai berkaca-kaca. Menatap haru sosok dihadapannya dengan perasaan membuncah bahagia. Rasanya sangat tidak nyata bisa kembali bertemu dengan seseorang yang hilang bagai ditelan bumi.
Satulah hal tak bisa Jen dan Aslan prediksi adalah Agni yang kini sudah menghambur pelukan padanya,
"Aslan kangen.. Ngen.. Ngen.." begitu katanya saat masih erat memeluk Aslan. Laki-laki itu sempat terpaku dan membisu di tempat, tapi tak lama mulai membalas pelukan sang gadis mungil yang juga dirindukannya itu.
"Gue juga kangen.." Bisik Aslan pelan namun masih dapat di dengar oleh telinga Agni, juga orang yang saat ini hanya bisa menonton dari samping—Jen.
Damn..!
Jen sebenarnya sedikit—bukan, tapi banyak—tidak rela melihat Agni berpelukan dengan Aslan. Tapi Jen akan membiarkannya khusus untuk hari ini saja, mengingat gadis itu yang pasti sangat sentimentil saat ini karena pertemuannya dengan teman yang lama tak di jumpainya.
Begitu Agni melepaskan pelukannya, Jen mendesah napas lega, karena kalau perlukan itu bertahan semenit lagi saja, Jen sepertinya sudah tidak punya stok kesabaran untuk membiar hal itu terus berlanjut.
"Elo beda banget tau As.." mata Agni memincing memperhatikan Aslan dari kepala ke kaki kemudian kembali kebagian wajahnya. "Elo jadi Ganteng.Banget.Gila. sekarang." kekehnya geli, namun Agni tidak sepenuhnya berbohong. Meski baginya, Jen si sialan itu tetap menjadi yang paling tampan untuknya, tapi Aslan yang sekarang, dengan perubahan dalam dirinya, harus Agni akui Aslan mampu membuat banyak perempuan berdebar gila melihatnya. Oke ini mungkin lebay—tapi sungguh itu yang Agni pikirkan.
"Jadi gue jelek ya Ag?" Aslan bertanya sok ngambek, liat saja bibirnya yang dimajukannya itu. Sungguh akting yang totalitas. Agni kembali tertawa lepas setelahnya.
"Sorry to say but yes.." ucap Agni bercanda, namun bukannya tersinggung, Aslan justru ikut tertawa setelahnya.
"Sorry As, tapi bagi Agni emang cuma gue yang ganteng. Iya gak Ag.?" Jen yang sudah dari tadi seperti diabaikan keberadaanya, kembali bersuara jail, sembari merangkul leher Agni pelan, dan menariknya mendekat dengan tubuhnya.
"WHAT..? HELL NO..!!" Agni memprotes cepat, tapi masih belum bisa melepaskan rangkuman Jen pada lehernya.
Hari ini lelaki itu banyak melakukan skinship padanya, sungguh membuat jantung Agni berirama tak nyaman karena debaran itu terus menggila meski Jen hanya melontarkan kalimat-kalimat jail, tak penting seperti barusan.
OH ingatkan Agni untuk memperkuat lagi niatnya yang mau menyingkirkan Jen dari dalam pikiran, hatinya, dan hidupnya.
"Ya, gue gak bisa debat sih kalau itu.." kata Aslan dengan muka yang dibuat seperti tak rela. "Gimana kalau sekarang kalian mulai milih menu apa yang mau di pesan, khusus hari ini gue gratisin."
"Waw elo yakin Lan, gak inget lo? Ni bocah satu porsi makannya gak kira-kira.?"
Agni melotot mendengar sendiran Jen yang jelas merendahkan harga dirinya. Oke, dia memang memiliki porsi makan yang lebih banyak dari orang lain pada umumnya.
'Hey tapi tidak sepearah itu kan? Well, yeah, mungkin sedikit parah'
"It's fine, gue malah seneng kalau Agni makan banyak masakan gue. Artinya dia suka dan makanan gue, yah.. cukup memanjakan lidah si manusia pencinta kuliner." ucap Aslan membela, membuat Agni terharu dibuatnya. Langsung saja dia menatap Jen dengan sorot kemenangan. Jen tak membalas apa-apa tapi sikap perhatian Aslan yang ketara untuk Agni jelas membuatnya tidak nyaman—atau mungkin membuatnya merasa terancam.
"Yaudah gue tinggal dulu, nanti gue balik lagi." pamit Aslan pada mereka berdua, namun sebelum Aslan beranjak dari tempatnya, laki-laki itu sempat mengusak rambut Agni sekilas—membuat Agni agak merona karenanya.
Dan salahkan mata Jen yang selalu memerhatikan Agni, tangan laki-laki itu sudah terkenal erat di bawah meja, merasa cemburu? Mungkin saja.