Sebenarnya Aqilla agak risih pulang bersama dengan Dika. Namun mau bagaimana lagi, keadaan mendesak dirinya untuk pulang bersama dengan Dika.
Belum lagi setiap siswa dan siswi lain yang melihatnya berboncengan brrdua pasti tatapan mereka semua berbeda dan langsung berbisik-bisik terhadap temannya.
"Itu Aqilla sama Dika bukan si? Oh ternyata jadian benaran?"
"Ih dasar ga tau malu ya si Aqilla." Dan cibiran-cibiran lainnya yang datang dari orang-orang, tetapi mau bagaimana lagi.
Karena Aqilla terlalu khawatir dengan keadaan di rumahnya dan dia ingin cepat sampai di rumahnya. Aqilla pun mengabaikan apa yang di pikiran orang lain terhadap dia dan Dika.
************
Di jalan Dika terus menanyakan arah rumah Aqilla. Karena ini adalah pertama kalinya untuk Dika bisa mengantarkab Aqilla pulang ke rumahnya. Dan Aqilla pun terus memberi tahukan arah rumahnya itu.
"Belok kanan apa kiri?"
"Kanan."
Akhirnya sampailahb di rumah Aqilla. Aqilla langsung masuk ke rumahnya sampai-sampai dia lupa mengucapkan salam. Namun keadaan rumah justru sangat sepi. Di rumah Aqilla tidak ada orang sama sekali, hanya ada kakak perempuannya saja, kak Anandira.
"Loh kak, yang lain pada kemana? Tadi aku di suruh cepat-cepat pulang ke rumah." Tanya Aqilla kepada sang kakak.
"Iya de, makanya kakak nungguin kamu pulang."
"Ya terus? Yang lain kemana? Ayah sama Ibu kemana?"
"Tenang dulu de, ayo sekarang ikut kakak."
"Ikut kemana kak?"
"Udah ayo ikut aja," ucap kak Anandira sambil menarik tangan adik kandungannya dengan sedikit kasar.
Akhirnya Aqilla pun ikut pergi dengan kakaknya di campuri rasa takut dan was-was. Sebenarnya apa yang terjadi pada keluarganya itu. Sebenarnya kakaknya itu akan membawa dirinya kemana. Aqilla sempat berpikir jika kali ini ada kejutan ulang tahun. Karena biasanya di keluarga Aqilla jika ada yang ulang tahun selalu ada kejutan, tetapi setelah di ingat-ingat hari ini tidak ada yang berulang tahun.
Ternyata Aqilla di bawa oleh kakaknya ke rumah sakit yang berada dekat dari tempat tinggalnya.
"Siapa yang sakit kak?" Tanya Aqilla, tetapi kakaknya hanya diam seribu bahasa.
Dan Aqilla justru semakin khawatir. Siapa yang sakit. Bertubi-tubi pertanyaan yang ada di otak Aqilla sekarang dan tidak bisa di jawab oleh sang kakak.
Setelah sampai di kamar rawat inap.
"Astagfirullah, Ayah... Ayah kenapa? Sakit apa?" Aqilla sangat terkejut setelah melihat Ayahnya yang sedang berbaring lemah di atas kasur.
"Ayah ga apa-apa nak." Jawab Ayah dengan berpura-pura tegar dan kuat di depan anak kesayangannya itu.
"Bohong. Aku ga suka di bohongin," ucap Aqilla. Dan ternyata kini air mata sudah menetes di atas pipinya.
"Benar, Ayah ga apa-apa. Besok juga Ayah pulang kok dari rumah sakit."
"Bohong... Sebenarnya Ayah sakit apa Bu?" Sekarang giliran Aqilla bertanya kepada Ibunya.
"Ayah kamu lumpuh nak." Jawab Ibu Aqilla.
"Astagfirullah. Lumpuh? Terus sekarang Ayah ga bisa gerakin badan Ayah? Ayah ga bisa ngapa-ngapain?" Seribu pertanyaan itu terlontarkan dari bibir Aqilla karena dia sangat terkejut sekali mendengar perkataan Ibunya barusan. Padahal Ayah tadi pagi masih bisa mangantarkan Aqilla ke sekolah dengan sepeda motornya, tetapi sekarang, pada siang ini Ayah sudah berada di rumah sakit.
"Iya ga bisa nak. Maaf ya kalau udah ga bisa nemenin kamu, selalu ada di samping kamu lagi." Jelas Ayahnya.
"Engga.. Ga mungkin!!" Tangis Aqilla semakin menjadi-jadi, dan dia langsung pergi ke luar dari kamar rawat Ayahnya.
Bukan karena lebay atau alay dan lain sebagainya. Bagaimana tidak menangis dan hati terasa sangat terluka melihat sosok Ayah yang sudah tidak bisa apa-apa di depan mata kita. Apa lagi posisinya ketika kita belum bisa membalas kebaikan beliau.
Aqilla yang selama ini dari sejak kecil selalu bersama Ayahnya, anak kesayangan Ayahnya. Pergi kemana saja pasti selalu di antar oleh Ayahnya. Kini Ayahnya hanya bisa berbaring di atas kasur.
Mungkin ini saatnya Aqilla untuk belajar menjadi lebih dewasa. Dengan tidak selalu melibatkan dan merepotkan Ayah dan Ibunya, atau orang lain. Karena selama ini Aqilla sudah tinggal menerima enaknya saja jika ada sesuatu yang dia inginkan.
Aqilla pergi ke taman yang berada di belakang rumah sakit. Aqilla berusaha untuk menenangkan dirinya dan menerima semua kenyataan. Aqilla juga sedang mengatur pola pikirnya yang berpikir jika Ayahnya tidak akan sembuh menjadi Ayah akan sembuh dengan waktu yang cepat.
Sesampainya di taman, Aqilla duduk di kursi yang berada di taman tersebut. Aqilla mulai mengatur nafasnya yang sempat tidak berarturan tadi dengan di temani udara yang cukup segar dan suara burung yang di ada di kandangnya. Sepertinya burung-burung tersebut sengaja di pelihara oleh pihak rumah sakit untuk membuat suasana semakin tenang karena mendengar suara burung-burung itu.
Tiba-tiba saja Aqilla teringat dengan moment-moment bersama Ayahnya. Moment di saat dia bisa jalan-jalan bersama Ayahnya. Yang paling dia ingat adalah moment ketika Aqilla sedang sangat menyukai salah satu boyband yang berasal dari Korea. Aqilla mendengar jika sepatu yang biasa di pakai oleh boyband itu sudah di produksi di Indonesia. Tidak mau tertinggal dengan hal itu, Aqilla meminta kepada Ayahnya untuk membelikan sepatu tersebut kepadanya.
"Ayah, beli sepatu kaya gitu Yah." Rengek Aqilla sambil menunjuk contoh gambar sepatu yang di inginkannya.
"Adanya dimana itu nak?"
"Ga tau si. Tapi palingan di mall-mall terkenal ada. Kaya PIM, PI, GI, Plaza Senayan, gitu-gitu Yah."
"Yaudah kita berangkat sekarang ya."
"Yeayyy, asikk."
Pada waktu itu juga Ayah mewujudkan keinginan anak kesayangannya. Mall pertama yang di datangi oleh Aqilla dan Ayahnya adalah PIM. Karena tidak jauh jaraknya dari rumah mereka. Setelah mutar-mutar di dalam mall tersebut dan bertanta kepada seluruh toko yang ada di sana, ternyata hasilnya nol. Tidak ada yang menjual sepatu seperti yang Aqilla inginkan.
Pindah ke mall yang lainnya, yaitu Plaza Senayan, Grand Indonesia, ternyata hasilnya juga nol.
"Yahh, ga ada Yah sepatu yang aku mau," ucap Aqilla dengan nada sedihnya itu.
"Di Grand Indonesia ada mungkin. Kan kita belum ke sana."
"Ayah masih mau ke sana? Ga capek emang? Belum tentu sepatunya ada juga Yah."
"Engga kok nak. Walaupun ga ada kan seenganya kita udah ke sana, jadi ga penasaran lagi, hehe. Yaudah yu langsung aja ke sana."
"Ayo, ayo." Jawab Aqilla dengan semangat.
Ternyata benar apa yang di katakan oleh Ayahnya. Di sana terdapat 3 pasang sepatu yang Aqilla inginkan, tetapi dengan harga yang sangat mahal. Yaitu seharga 6 juta rupiah. Aqilla berusaha untuk tidak jadi membeli sepatu tersebut, tetapi Ayah Aqilla tetap akan membelikannya. Dengan alasan jika Ayah Aqilla masih sanggup membayarnya. Akhirnya Aqilla pun mendapatkan sepatu yang dia inginkan tersebut.
Sedang asik melamun dan mengingat masa-masa indah bersama Ayah, tiba-tiba ada seseorang yang berjalan mendekati Aqilla.
"Loh, Dik... Kok lu bisa di sini juga? Lu ngikutin gua tadi? Ngapain?" Aqilla dengan seribu pertanyaannya.
-TBC-