Setelah membuat teh untuk sang suami pemarah itu, Camelia keluar dari rumah mewah yang terasa bagaikan penjara dunia itu. Dia berjalan-jalan sebentar untuk menikmati suasana pagi yang indah dan damai, atau setidaknya menghirup udara segar setelah sekian lama berada di dalam kurungan itu selama beberapa hari. Mungkin Camelia tidak mendapatkan ijin dari Rey, hanya saja dia ingin berkunjung sebentar ke restoran yang dulu menjadi tempatnya mencari nafkah.
Dari kejauhan, gadis ini melihat seorang wanita paruh baya sedang sibuk membersihkan halaman yang berserakan di depan sana. Camelia mempercepat langkahnya lalu menyapa bu Wina yang mungkin selalu menunggu dia setiap pagi karena tidak kunjung datang beberapa hari ini tanpa kabar atau pesan apapun.
"Bu Wina?"
Wanita paruh baya itu melirik dengan ekspresi yang sedikit kaget, dia tidak menyangka jika gadis yang selama ini dia tunggu-tunggu kedatangannya itu sekarang tengah berdiri tepat dihadapannya. Bu Wina pada awalnya sangat khawatir, karena takut terjadi sesuatu pada gadis cantik nan baik hati ini. Namun setelah melihat Camelia sekarang, dia cukup lega.
"Ya ampun Camelia, kemana saja beberapa hari ini? ibu sangat khawatir dengan keadaanmu. Apa kau tidak diperbolehkan untuk bekerja disini lagi? apa ibu atau kakakmu melarang itu?" tanya bu Wina kepada gadis dihadapannya.
Camelia tersenyum, "Tidak bu Wina, semua baik-baik saja. Maaf juga karena tidak memberikan kabar sedikit pun," ucap gadis itu.
"Syukurlah jika memang begitu, namun Camelia sebenarnya ibu mendengar berita jika kau menikah dengan lelaki kaya raya yang tinggal di ujung daerah kita ini. Apa itu benar?" tanya bu Wina penasaran.
Camelia hanya mengangguk, dia tidak memberikan jawaban lain lagi karena mungkin bingung harus berkata seperti apa. Pernikahan itu adalah hal yang sangat mendadak, bahkan dia sendiri saja tidak pernah menginginkannya. Namun karena suatu situasi, Camelia melakukan itu semua demi keluarga kecilnya.
Kedua wanita ini pun masuk ke dalam restoran, kemudian mengobrol sebentar sembari menikmati secangkir teh yang diberikan bu Wina. Jujur saja Camelia begitu merindukan hari-harinya yang selalu disibukan dengan para pelanggan dan juga piring kotor. Yang sekarang mungkin tidak akan pernah bisa dia rasakan lagi.
Camelia sudah menikah, walaupun mungkin pernikahan itu bukanlah takdir yang dia inginkan ataupun rencanakan sebelumnya. Tetap saja, ada sebuah perjanjian tertentu yang harus dilakukan untuk beberapa tahun kedepan. Entah bahagia atau tidaknya bukan menjadi masalah yang besar, melainkan ini semua hanya demi menyelamatkan keluarga kecilnya dari lelaki brengsek itu.
"Ibu pikir kau tidak akan menikah secepat ini Camelia, namun ternyata semua pikiran itu salah. Kau sudah mendapatkan jodoh dengan cepat, terlebih yang ibu dengar dari orang-orang dia itu lelaki tampan dan juga hebat," ucap bu Wina dengan senyum manis dibibirnya.
Camelia hanya bisa tersenyum mendengar semua ucapan dari ibu Wina, hebat dan tampan? iya memang benar jika Rey adalah lelaki tampan dengan sejuta pesona yang dia miliki. Terlebih dengan harta berlimpah yang siapa saja pasti sangat berharap untuk menjadikan Rey sebagai suami, tanpa tahu bagaimana sikap asli dan perlakuan lelaki itu kepada setiap gadis yang tidak sedikit pun berharap didalam hidupnya seperti Camelia.
"Ibu harap kau bisa bahagia dengan suamimu itu Camelia, dan jika senggang mampirlah kemari sesekali," ucap bu Wina penuh harap.
"Baiklah bu, aku pasti akan sering mampir kemari. Terima kasih untuk tehnya, maaf aku tidak bisa berlama-lama disini," ucap Camelia dengan senyuman manis diwajahnya.
Bu Wina mengangguk, dia pun mengantarkan gadis itu sampai ke depan restoran. Dan alangkah terkejutnya Camelia ketika melihat Rey sudah berdiri disana sembari memainkan kunci mobil ditangannya. Untuk menjaga image lelaki itu memberi salam kepada si pemilik restoran lalu dengan segera mengajak sang istri untuk segera pergi dari tempat ini. Jujur saja jantung Camelia berdetak kita kencang, dia takut jika hal buruk akan menimpa nya sudah di rumah. Apalagi ketika dia keluar tanpa mendapatkan izin ataupun ucapan pamit kepada lelaki itu.
"Rey, aku minta maaf. Aku pergi tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepadamu, tolong maafkan aku," ucap gadis itu dengan wajah yang penuh ketakutan.
Kedua mata lelaki itu hanya fokus ke jalanan, bukan hanya pergi tanpa pamit tetapi Camelia juga sudah membuat ingatan buruk Rey kembali muncul.
"Rey, kau marah padaku?" tanya Camelia dengan nada yang pelan.
Rey menghentikan mobilnya dipinggir jalan, dia menatap gadis yang ada disampingnya itu dengan tajam. Jika saja belum berstatus sebagai suami istri, maka Rey bisa saja penampar gadis itu beberapa kali. Hanya saja dia menyadari suatu hal jika sebagai seorang suami tidak boleh memperlakukan istrinya dengan kasar apalagi sampai membuat tubuh mungil itu terluka.
Lengan kekar berotot itu terangkat ke atas hingga membuat Camelia refleks menutupi wajahnya, namun Rey hanya mengusap rambut panjang itu dengan lembut sembari memberikan sedikit peringatan kecil kepada sang istri.
"Dengarkan aku baik-baik, aku tidak akan melarangmu pergi atau bertemu dengan siapapun. Hanya saja kau harus menjaga martabak suamimu ini, dan sekali kau pergi tanpa ijin dariku. Selamanya kau tidak akan pernah bisa keluar lagi dari rumah itu Camelia, ingat baik-baik!"