Hari demi hari berlalu begitu cepat, tidak terasa jika Camelia sudah tinggal cukup lama dirumah megah yang penuh dengan nuansa mengerikan ini. Rey masih tetap seperti itu dengan sikapnya yang tidak perduli, bahkan menganggap Camelia sebagai parasit yang menempel di dalam kehidupannya.
Menjalani pernikahan palsu ini dengan perasaan yang begitu hampa tentu saja membuat hidup Rey juga menderita, setiap hari dia melihat gadis kampungan dengan penampilan yang begitu buruk. Tidak ada kata menarik sedikit pun kecuali tubuh indahnya, namun percuma saja karena Camelia adalah gadis yang sulit untuk disentuh. Terkadang dia lebih memilih untuk dipukul dari pada bercinta dengan suaminya, karena bagi Camelia memberikan tubuh kepada lelaki itu sama dengan dia menghancurkan harga dirinya sendiri.
Status suami istri hanya sebuah omong kosong belaka, dia hanya ingin berbakti dengan cara menjadi budak atau pelayan yang menyediakan semua kebutuhan suaminya. Namun itu tidak termasuk dengan tidur satu ranjang, mungkin tidak akan pernah terpikirkan sedikit pun oleh Camelia.
Padahal Yuna terus menanyakan kepada putra bungsunya itu, kapan mereka bisa memiliki seorang anak. Karena tidak bisa menjelaskan dengan baik Rey hanya bisa terus menjawab nanti dan nanti, sebab dia sendiri saja bingung dengan situasi yang tengah dihadapi sekarang.
"Ah sialan! rasanya keadaan semakin membuatku bingung saja. Kenapa ibu terus menanyakan hal tidak berguna itu juga! membuatku pusing saja," gerutu Rey kesal.
Camelia yang baru saja datang dengan membawa secangkir kopi untuk suaminya tidak sengaja mendengar keluhan lelaki itu, dia sangat penasaran dengan apa yang sudah terjadi sebenarnya. Namun tidak berani untuk bertanya.
"Ini kopinya, mumpung masih hangat," ucap Camelia dengan senyuman manis dibibirnya.
Rey menatap kopi yang diletakan istrinya di atas meja itu namun berniat untuk meminumnya, sekarang dia malah fokus memperhatikan setiap detail tubuh Camelia dengan seksama. Mungkinkah jika Rey harus memberikan seorang anak dari wanita kampung seperti ini? mencium aroma tubuhnya saja dia tidak sudi.
"Kau membosankan sekali Camelia, tidak bisakah kau berdandan sedikit untuk memperbaiki pemasangan dirumah ini? bukankah ibuku memberikanmu banyak barang mewah, kenapa tidak memakainya?" tanya Rey dengan tatapan yang sinis.
Camelia memegangi dress selutut yang dia kenakan, "Semua pakaian itu terlalu minim, aku tidak bisa menggunakannya Rey."
Lelaki itu mentertawakan ucapan istrinya sendiri, alasan konyol apalagi yang dipikirkan Camelia sehingga tidak bisa menggunakan pakaian yang diberikan ibu mertuanya. Padahal Rey tahu betul bagaimana isi tubuh gadis itu keseluruhan, namun tetap saja dia masih bersikap so jual mahal. Tidak heran, jika sampai detik ini Camelia tidak pernah menjadi objek menarik yang bisa lelaki ini perhatian.
"Kau itu memang gadis kampungan yang sangat bodoh! kau pikir berapa banyak wanita diluaran sana yang begitu menginginkan pakaian mewah dari ibuku hm? ribuan. Tetapi kau malah menolak dan memenjarakannya didalam lemari, benar-benar tidak habis dipikir. Heh dengarlah, tugasmu disini bukan hanya menjadi pembantu pribadiku. Tapi juga sebagai pelacur yang seharusnya bisa aku nikmati setiap malam!" tegas Rey dengan nada sedikit membentak.
Camelia memegangi tubuhnya sendiri, dengan mudahnya Rey mengatakan jika dia adalah seorang pelacur? sejak kapan seorang istri di anggap seperti itu? apa hanya karena sang ibu yang terus menerus meminta uang kepada lelaki ini? atau mungkin Camelia dinikahi hanya untuk dijadikan sebagai mainannya saja?! dimana tanggung jawab lelaki itu?!
Baiklah, mulai sekarang Camelia akan berusaha untuk bicara. Walau mungkin berujung dengan sebuah pukulan yang akan menyakitinya beberapa saat.
"Maafkan aku Rey, tetapi bukankah kita sepakat untuk tidak melakukan kontak fisik sampai kontrak pernikahan ini berakhir?" tanya gadis itu dengan polosnya.
Rey menarik tubuh sang istri ke pelukannya, dia meraba setiap lekukan yang indah itu dengan lengannya yang kekar. Ini terlihat gila bahkan sedikit menjijikan, namun tubuh Camelia terus saja menggoda kedua mata keranjang seorang Rey yang begitu jelalatan. Bahkan tanpa sadar, hati kecilnya berusaha untuk membujuk agar dia menyentuh dan meniduri layaknya pasangan suami istri.
Camelia tidak bisa berkutik, apalagi ketika kedua lengan kekar dan besar itu menahannya dengan kuat. Dia tidak menyukai posisi ini walau pun status mereka yang bisa dibilang wajar untuk melakukannya. Perasaan benci yang Camelia tanam sejak awal tidak bisa dia hilangkan sedikit pun, apalagi semakin hari dia semakin tahu bagaimana sifat asli suaminya ini.
"Lepaskan aku Rey!" bentak gadis itu kesal.
"Kau menolak ku? wah berani sekali Camelia, ingat di dunia ini tidak ada satu pun wanita yang akan tahan dengan pesona yang aku miliki termasuk dirimu. Dan lagi kau harus ingat statusmu yang sudah syah menjadi istriku! kau tidak boleh menolak walau hanya sepatah katapun. Karena itu adalah sebuah dosa besar! dan kau tidak pantas melakukannya, jadi diam dan cepatlah layani suamimu ini,"