2 Tahun Kemudian
Sepasang kaki jenjang turun dari mobil mewah dengan sepatu Pantofel hitam berkilat. Pintu mobil berwarna silver itu dibukakan oleh seorang sopir yang kira-kira berumur setengah abad. Ya, Dia adalah seorang gadis berbalut Rok depan panjang warna hitam dan kemeja pink lengan panjang yang bagian dadanya terdapat rumbai ke samping dan ke kanan. Gadis berkulit putih bersih keluar dari mobil dengan anggun sambil meletakkan tali tas warna pink keluaran terbaru di bahunya. Bibirnya disapu lip balm tipis sehingga berwarna pink mengkilat.
Seperti biasa, beberapa pasang mata tertuju ke arahnya ketika dia berjalan dengan anggun bak macan lapar. Rambutnya di gerai indah, sangat berpadu padan dengan postur tubuhnya yang tinggi ramping.
"Rani ... Tambah cantik aja, neng." Seorang kakak tingkat yang sedang bergerumbul di depan gerbang nyeletuk sambil terkagum akan kecantikan adik tingkatnya itu.
Rani adalah mahasiswa baru di Universitas Cendana. Dia langsung transfer di semester 3 Dia sengaja pindah ke Cendana karena sesuatu yang ingin dia kerjakan. Belum lama dia di Cendana. Namun, sudah banyak mahasiswa mengenalnya. Apalagi maha siswa laki-laki.
Rani hanya menunduk anggun sambil tersenyum. Senyuman yang membuat jajaran lelaki yang duduk di tepi jalan utama menuju ke kelas itu, langsung serasa mau pingsan.
Rani, Avissa Maharani. Seorang mahasiswi tingkat dua yang sedang menjadi di pusat perhatian para mahasiswa di Universitas Cendana. Parasnya yang cantik, Anggun, serta kepandaiannya mampu menyihir laki-laki yang memandangnya tanpa mantra.
Dia memang sengaja ingin dipanggil Rani. Dia enggan untuk mendengar nama Avissa lagi. Baginya, avissa adalah seorang gadis cupu yang penuh dengan kenangan buruk. Dia ingin mengubur masa-masa terburuk dalam hidupnya. Sekarang dia sudah menjadi pribadi yang baru. Ya, Dialah Rani. Si Avissa Maharani.
Avissa sudah disambut dua dayangnya di depan kelas. Miranti dan Miranda. 2 dayang kembarnya. Bukan, dia bukan sahabat Rani. Lebih tepatnya, mereka berdua seperti anak buah yang selalu di suruh suruh Rani untuk melakukan ini dan itu. Dua anak kembar itu tentu saja melakukannya dengan senang hati. Karena mereka ikut menjadi pusat perhatian karena selalu berada di dekat Rani. Mereka memang baru saja kenal, tetapi Miranti dan Miranda sangat senang bisa dekat dengan Avissa. Mereka merasa beruntung.
"Selamat pagi, Ran," ucap Miranda sambil tersenyum. Rani tidak membalas sapaan itu. Dia hanya tersenyum tipis sambil melepaskan tas ransel nya lalu memberikannya pada Miranda. Miranda pun menerimanya dengan senang hati.
Lalu dia melenggang ke dalam kelas yang sudah mulai terisi oleh beberapa siswa.
"Ran, kalau boleh tahu, siapa laki-laki yang ingin kamu takhlukkan itu?" tanya Miranti. Avissa pernah bercerita kalau dia ingin meminta bantuan mereka untuk menaklukkan hati seorang laki-laki.
"Ardian Andreas. Kakak tingkat kita yang angkuh itu. Aku harus membuat dia bertekuk lutut dihadapanku, lalu aku hempaskan ke bawah seperti sampah yang tak berguna lagi. Aku ingin membuat dia merasakan apa yang aku rasakan dulu." Rani memandang ke depan dengan tatapan menerawang. Tangannya mengepal kuat. Terbayang di ingatannya 2 tahun yang lalu ketika Ardian dan teman-temannya menghabisi rambutnya tanpa berperikemanusiaan.
'kau akan merasakan apa yang aku rasakan dulu, Ardian'
***
Suasana kantin kampus saat jam istirahat sangat ramai. Rani dan kedua dayangnya sedang makan siang di kantin kampus yang cukup luas bak resto. Namun, dari sekian banyak makanan, Rani hanya memesan smoothie Mangga tanpa gula. Dia selalu mengurangi konsumsi gula, karena dia tidak mau melebar seperti dulu lagi.
Saat itu, Ardian masih bersama teman satu geng nya yang dulu saat SMP, Riko dan Aray. Mereka datang sambil menyapu rambutnya yang sudah berpomade dengan jari-jari tangan kanannya. Dia berusaha mencari perhatian beberapa pasang mata sang hawa. Benar saja, Beberapa pasang mata gadis yang ada disitu menoleh penuh kekaguman.
"Kak Ardi, senyum dikit dong kak!" goda salah satu mahasiswi dengan ganjennya. Ardian pun segera tersenyum tebar pesona sambil menaikkan alisnya yang semakin membuat mereka menjerit klepek-klepek. Tak terkecuali kedua dayang Rani, Miranda dan Miranti.
Melihat itu, Rani hanya mendecih, ingin rasanya dia meludah di hadapan laki-laki yang benar-benar membuatnya jijik itu. Namun, dia harus main cantik. Tak boleh sedikitpun dia menampak kan kebenciannya terhadap Ardian. Apalagi, Ardian tidak tahu siapa Rani sebenarnya. Karena Avissa sudah tidak ada lagi, dan bermetamorfosis menjadi Rani, seorang gadis yang cantik dan kaya, dambaan para laki-laki. Meskipun untuk mencapai itu harus ada yang dia korbankan.
"Hai, Rani. Kamu cantik sekali hari ini," ucap Ardian. Dia tiba-tiba saja duduk di kursi yang ada di samping Rani. Biasa, laki-laki kalau melihat perempuan berkulit licin langsung ijo matanya. Rani yang saat itu sedang menyedot smoothienya hanya tersenyum dengan pipet di bibirnya.
Ya, Rani satu-satunya gadis yang tidak tertarik padanya. Dulu, dia memang sosok yang dikagumi oleh Rani. Ups, Bukan Rani, tapi Avissa si gadis culun. Sekarang, rasanya ingin menyiram mukanya dengan milkshake yang ia minum.
"Oh iya, Aku punya sesuatu untuk kamu," ucap Ardian sambil memberikan sebuah coklat berukuran besar.
Rani tersenyum, lalu menerima coklat itu.
"Terima kasih Kak, tapi Aku nggak suka coklat. Jadi ini untuk kalian saja, Miranti Miranda," ucapa Rani sambil memberikan coklat itu pada si kembar.
Tentu saja mereka berdua langsung kegirangan mendapatkan coklat dari mahasiswa populer di kampusnya. Ingat, dia populer bukan karena pintar, tetapi dia populer hanya karena tampan dan kaya saja. Bukankah memang selalu begitu, harta dan penampilan selalu menjadi tolok ukur kesempurnaan bagi orang-orang tanpa mempedulikan isi hatinya? Bagi orang yang sudah tahu sifat asli Ardian, pasti tidak akan Sudi mengidolakan laki-laki seperti dia.
Tentu aja Ardian kecewa dengan sikap Rani, tetapi dia tidak akan menyerah begitu saja. Untuk mendapatkan wanita yang populer, harus dengan usaha yang maksimal.
"Hari ini ada film baru di bioskop dekat sekolah kita. Mau nonton?"
Ardian melakukan aksinya. Selalu itu yang diucapkan ketika dia sedang mendekati cewek. Menurutnya itu adalah cara ampuh mendapatkan hati perempuan, diajak jalan dan diberi hadiah.
"Tidak, kak. Terimakasih. Em ... Saya permisi ke kelas dulu, kak." Rani tersenyum tipis, lalu segera pergi meninggalkan Ardian yang masih terbengong sambil membulatkan matanya. Dia tidak menyangka kalau ada cewek yang menolak dia. Secara, ada beberapa cewek yang sedang antri di belakang menunggu dia untuk diajak jalan. Namun, tidak ada tantangan kalau dia bisa mengambil hati Rani dengan mudah. Oleh karena itu, Ardian semakin terpacu untuk mengambil hati Rani.
Laki-laki itu selalu menyombongkan diri di hadapan teman-temannya dengan berkata," Jangan panggil aku Ardian kalau tidak bisa menaklukan cewek yang aku mau."