Avisa tergugu di depan wastafel kamar mandi. Dia menunduk di depan kaca. Air mata masih menetes di sana. Ucapan Alul lagi-lagi membuat Dia teringat akan perlakuan Ardian, Novita, Clarissa dan teman-teman yang lainnya.
Apa salah jika dia menyimpan dendam sampai sedalam ini. Apa salah jika dia ingin membalas rasa sakit hati yang dulu hampir membuat rani ingin mengakhiri hidupnya?
Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana perasaan Rani. Mereka tidak tahu bagaimana rasanya disuruh suruh melakukan ini dan itu dan dilempari uang di depan matanya, dan bodohnya Rani mengambil uang itu demi dia bisa bertahan. Rani benar-benar seperti tidak punya harga diri saat itu. Dia ibarat sampah yang tidak ada artinya lagi.
Lalu, sampah itu sekarang sudah didaur ulang. Menjadi sesuatu yang cantik yang dikagumi oleh banyak orang. Meskipun untuk menjadi seperti sekarang ini banyak sekali yang harus dikorbankan oleh Rani. Namun gadis itu tidak peduli. Dia sudah jengah dengan perlakuan orang yang selalu menginjak-injak dirinya.
Rani mendongakkan kepalanya, dia menatap penampakan dirinya di depan kaca. Lalu dia menghapus air matanya dengan tegas.
'Aku tidak akan membiarkan kalian bahagia. Aku tidak akan membiarkan kalian mati sebelum kalian merasakan sakitnya diinjak-injak dan dipermalukan di tempat umum. Siapapun tidak bisa mencegah aku. Siapapun," ucap Rani. Dia menatap penampakan dirinya sendiri. Tekadnya di dalam hati sudah kuat. Hidupnya tidak akan bisa tenang sebelum keinginannya untuk balas dendam terpenuhi.
Saat itu Rani mendengar suara langkah kaki mendekat. Ingatannya langsung terbang ke masa 2 tahun yang lalu. Dia selalu takut saat berada di kamar mandi dan ada suara langkah kaki mendekat. Kejadian itu terekam dengan jelas, saat novita menjambak rambutnya, lalu mendorongnya keras di kamar mandi serta menguncinya selama berjam-jam. Untung ada bapak tukang kebun yang membukakan pintu untuk Avissa saat itu.
Rani memejamkan mata. Mencoba menghilangkan bayang-bayang itu, bayang-bayang yang membuat dia ketakutan sepanjang masa.
"Hai Rani, kamu kenapa?"
Ternyata yang datang adalah Novita. Gadis yang cantiknya tidak pernah luntur sejak dia SMA. Rambutnya masih sepanjang bahu seperti dulu. Kulitnya masih putih bersih, sekarang tambah bersinar. Gadis itu membawa pouch di tangan kanannya yang berisi aneka make up. Ya, biasanya mereka akan memperbarui make up saat Pergantian mata kuliah.
Mendengar suara novita, Rani langsung membuka matanya. Tentu saja Rani tidak akan pernah lupa dengan suara Novita, suara yang dulu sering teriak-teriak di telinganya.
"Hai, nggak apa-apa. Hanya tiba-tiba teringat masa lalu saja."
"Oh, gitu. Eh, sebentar deh. Dari kemarin aku merasa sepertinya kita sudah pernah bertemu sebelumnya. Tapi di mana ya?"
"Oh ya? Sepertinya belum. Soalnya belum ada satu bulan aku pindah ke kota ini."
"Em ... Kamu mirip si babu. Iya, mirip si babu, tapi cuma mirip dikit doang sih, jauh sebenarnya dari kamu."
Rani refleks menggenggam tangannya kuat. 'Aku memang si babu yang selalu kau kerjai dan kau lempari uang, Novita.'
"Si babu? Siapa dia?"
"Bukan siapa-siapa. Makhluk sampah yang selalu jadi bahan leluconku sama teman-teman waktu SMA. Detik-detik terakhir mau kelulusan dia tiba-tiba menghilang sampai sekarang. Andai saja dia masih ada, pasti hidupku lebih berwarna karena ada bahan yang bisa aku jadikan lelucon lagi. Hahahaha ... "
'Apa? Kau jadikan lelucon? Lucu? Kau pikir itu lucu, Novita? Baiklah. Jika menginjak injak orang kau anggap lelucon mungkin suatu saat aku akan mencobanya terhadapmu. Terimakasih sudah membuka mataku.' Rani berucap dalam hati. Dada nya terasa sesak. Ingin sekali dia layangkan kepalan tangannya pada mulut yang berbicara terlalu pedas di telinga Rani. Namun, Rani harus menahan. Dia harus menunggu waktu yang tepat.
"Oh. Maksudnya orang yang selalu kamu bully?"
"Iya. Bisa dibilang begitu. Di manut aja nggak pernah ngelawan. Nggak berani ngadu juga, jadi seru. Oh iya, maaf ya jadi curhat."
"Nggak apa-apa kok. Santai aja." Rani tersenyum, senyum sambil menyimpan gemuruh di dadanya.
'seru kau bilang? Suatu saat akan kutunjukkan padamu seperti apa seru yang sesungguhnya.' Rani memandang Novita yang saat itu membuka bedaknya dan menepuk-nepuk lembut ke pipi mulusnya.
"Aku duluan ya?"
"Oh oke, Ran," jawab Novita yang masih fokus ke cermin dan bedaknya. Rani segera melangkahkan kaki keluar dari toilet. Namun dia tidak benar-benar pergi, Dia masih mengendap-endap di luar. Mengamati apa yang dilakukan oleh Novita.
Setelah Novita menepuk-nepuk tipis tidak ke pipinya, mengoleskan lip balm ke bibir tipisnya, Dia masuk ke Toilet.
Saat itu Rani segera bereaksi. Dia kembali masuk ke ruangan, mematikan lampu dan mengunci pintu kamar mandi yang dimasuki oleh Novita.
'Ini pemanasan untukmu, Novita. Sama sekali belum seberapa. Agar kamu merasakan sedikit saja sakitnya menjadi Avisa.' Rani berucap dalam hati sambil memiringkan senyumnya. Dia menepuk dan mengibaskan kedua tangannya.
"Oe, siapa yang matikan lampu? ini juga kenapa di kunci. Siapa sih yang iseng? Bukain tolong! Terdengar suara Rani yang menggedor-gedor pintu berkali-kali. Rani tahu persis Novita takut gelap, jadi paling enggak, kegelapan bisa menjadi hal yang menakutkan untuk Novita. Rani hanya tertawa dalam hati, lalu dia segera pergi meninggalkan Rani di dalam kamar mandi. Berharap tidak ada orang yang menolongnya sampai besok pagi.
Rani kembali ke kelas dengan senyum mengembang. Dia segera menuju ke bangkunya. Alul sudah duduk manis di bangkunya. Siswa laki-laki yang sedang menjadi pusat perhatian di kelas itu mengamati Rani dari kejauhan. Dia sudah membatin, bahwa pasti ada yang tidak beres.
"Kamu kenapa? Selama aku sekolah di sini, Baru kali ini kamu mengembangkan senyum?" Alul mengamati wajah Rani dari jarak dekat dengan tatapan menyelidik.
"Kepo!"
"Sebagai pacar yang baik, bukankah sudah seharusnya aku mengetahui apa yang sedang dirasakan oleh pacarku?"
"Dasar posesif. Pacar paksaan juga." Rani mendengus kesal lalu segera duduk di samping alul.
sedangkan 2 makhluk di belakang mereka hanya menatap Rani dan Alul dengan tatapan heran. Mereka masih bertanya-tanya, benarkah mereka berdua pacaran?
"Kalian beneran pacaran ya?"
Miranti memandang Mereka bergantian. Begitu juga dengan Miranda.
"Kepo!" Jawab Rani dan alul bebarengan.
"Cie ... Kompakan kalian." Miranda tersenyum melihat pasangan yang menurutnya bikin dia meleleh.
"Sapu! Kamu kenapa sih ikut-ikut. Males banget kompak sama makhluk yang suka menjudge orang lain seperti kamu." Rani menatap geram ke arah Alul.
"Nini Thowokku sayang, itu pertanda alam kalau kita jodoh."
"Ih, jijay banget. Kamu tau nggak sih Nini Thowok itu siapa?"
"Tahu, Nini Thowok itu kamu."
Puk. Sebuah modul melayang ke kepala Alul.
"Rasain!" Rani segera mengambil buku dari tasnya dengan muka kesal.
Sementara teman-teman sekelasnya termasuk Miranti dan Miranda hanya menyaksikan pertengkaran 2 anak baru yang sudah bikin heboh.