"Dia tak keluar kamar sekalipun. Bahkan, dia tak mau makan ataupun minum. Aku khawatir dia sakit jika terus seperti ini," ujarnya.
Ozi menerima nampan itu, lalu dia mengetuk kamar Ren. "Ren! Ini aku ... Ozi! Keluarlah! Sampai kapan kau akan mengurung diri di kamar?" panggil Ozi setengah berteriak. Namun, tak mendapat jawaban apapun.
"Ren, apakah kau masih marah? Jika kau memang marah terhadapku, setidaknya berteriaklah di depanku!" teriak Ozi sekali lagi. Nobi pun menghela napas hampir menyerah.
"Ozi, kurasa dia sedang marah kepadaku. Belakangan ini, dia semakin sensitif terhadap hal-hal kecil. Termasuk, tentang dirinya yang tak bisa terbang," ungkap Nobi dengan raut khawatir.
"Paman, jangan khawatir. Aku akan mencoba membujuknya lagi."
Tepat sebelum Ozi mengetuk pintu lagi, pintu itu dibuka oleh Si Pemilik Kamar. Dia memang terkejut karena pintu yang tiba-tiba terbuka. Namun, yang membuatnya lebih terkejut adalah penampilan Ren yang tampak berbeda dari biasanya. Ren merias wajahnya di beberapa titik, terutama bagian mata yang tampak lebih tajam dari sebelumnya. Bulu matanya pun menjadi sangat lentik. Sungguh membuat Ozi melihat gadis itu dengan mulut setengah terbuka.
"Eh, Ozi, Paman! Selamat pagi!" ucap Ren dengan ceria. Dia mengibaskan rambut panjangnya, lalu melambaikan tangan ke kedua orang di hadapannya.
Ozi dan Nobi masih menganga di tempat mereka berdiri. Lantas, Ren tersenyum dan berjalan melewati mereka dengan percaya diri. Saat itu pula, sayapnya terlihat sangat indah dengan kilau seperti berlian. Bahkan, sinarnya semakin menyilaukan ketika Ren menjauh dari mereka.
Ren keluar rumah sendirian dan kembali merasakan udara desa yang segar. Pepohonan dengan daun rimbun tampak meneduhkan rumah-rumah warga. Setelah beberapa hari mengurung diri di kamar, akhirnya dia kembali melihat pandangan menenangkan saat dedaunan masih dibasahi oleh embun pagi.
"Ren! Kau cantik sekali hari ini! Apakah kau memotong rambut atau apa?" tanya seorang pemuda yang sedang lewat bersama beberapa pemuda lainnya.
Salah satu pemuda di antaranya memukul belakang kepala temannya. "Hey, tenanglah. Kau terlalu sembarangan menggodanya!" Para pemuda itu berlalu setelah berkata seperti itu. Ren hanya tersenyum sembari terus berjalan melewati rumah warga.
"Halo, Ren! Kau tampak berbeda hari ini!" ucap tukang pos saat terbang sembari membawa beberapa kantong berisi surat.
Beberapa warga yang sedang membersihkan halaman pun melihatnya dan saling membisikkan tentang kecantikan wajah dan keindahan sayap Ren. Semua itu seperti yang dibayangkan olehnya sebelumnya. Dia tersenyum senang karena semua terjadi sesuai harapannya.
***
"Apakah kau akan ke sana lagi?" tanya Kim sembari mengeluarkan kekuatan roh miliknya dengan menjentikkan jari. "Sepertinya, pemandangan di sana sangat indah sampai kau tak bisa berhenti untuk ke sana," lanjutnya sambil terkekeh. Dia duduk di belakang Alen, lalu menempelkan telapak tangannya ke sayap Alen. Kekuatan roh itu memancarkan sinar setiap kali mengenai sayap Alen.
Alen duduk di depan Kim karena bulu sayapnya sedang diregenerasi. Itu perlu dilakukannya karena bulu sayapnya yang sering terjatuh sehelai demi sehelai. "Sebelumnya, memang itu alasanku untuk pergi ke sana, tapi sekarang tidak lagi," ucapnya sambil tersenyum tipis.
"Benarkah? Memangnya karena apa?" tanya Kim penasaran.
Bukannya menjawab, Alen malah tertawa kecil. "Kau tak perlu tau."
"Dasar, kau!" umpat Kim sambil mendorong punggung Alen. "Seakan-akan kau menemukan gadis yang berhasil memikat perhatianmu," lanjutnya asal bicara. Sesaat kemudian, dia selesai menyalurkan kekuatan roh miliknya.
"Entahlah, anggap saja begitu," ujar Alen sembari memutar tubuhnya hingga kakinya menggantung di atap. Dari sana, dia melihat di bawah sana ada seorang anak kecil yang sedang berjalan sendirian di sekitar gedung. Dia tertawa karena melihat betapa imutnya anak itu dengan pipi cubby dan tubuh gembulnya.
"Alen! Perhatikan mobil itu!" seru Kim yang membuat Alen tersentak. Ekspresi wajah Alen langsung berubah ketika menyadari bahwa ada kejanggalan pada gedung. Orang-orang bergegas keluar dari gedung tersebut dan terbang menyelamatkan diri. Di sisi lain, dia melihat seorang wanita paruh baya yang terbang menghampiri anak kecil tersebut.
Dengan sigap, Alen melompat dari atap dan membentangkan sayapnya ketika masih berada di udara. Kemudian, dia terbang melesat ke arah anak kecil tersebut tepat sebelum reruntuhan menimpa anak itu. Alen akhirnya bisa bernapas lega setelah berhasil membawa anak kecil itu terbang ke atas. Sesaat kemudian, dia melihat gedung 10 lantai itu runtuh.
Alen langsung menyerahkan anak kecil itu kepada kedua orang tuanya. "Syukurlah, dia baik-baik saja. Aku harap kalian lebih memperhatikan anak kalian ketika dia sedang bermain," ucapnya kepada kedua orang di hadapannya.
Ayah anak itu mengangguk. "Kami segera mencarinya ketika melihat beberapa bangunan roboh. Kami tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika tak ada kau di sini."
"Terima kasih banyak karena telah menolong anak kami. Kami tak tahu bagaimana caranya membalas kebaikanmu ini?" ucap ibu dari anak tersebut.
"Itu sungguh tidak perlu," jawab Alen sambil tersenyum ramah.
Di sisi lain, Kim masih berdiri di atap dan melihat bangunan di hadapannya runtuh perlahan dari lantai paling atas hingga lantai paling bawah. Dia menoleh ke sembarang arah dan melihat banyak orang di udara yang sama terkejutnya dengan dirinya. Beberapa orang bahkan menjerit ketakutan. Karena penasaran, Kim terbang lebih tinggi dan mendapati pemandangan yang mengejutkan.
Kim mengepakkan sayapnya dengan cepat mendekati Alen. "Alen, kau harus melihatnya!" ucapnya dengan gelisah tepat di sebelah Alen.
Alen mengikuti Kim ke tempat yang lebih tinggi. Dari sana, dia melihat beberapa gedung sama hancurnya dengan gedung yang dilihatnya tadi. Orang-orang riuh membicarakan bagaimana mereka keluar dari gedung yang akan roboh.
"Alen, sepertinya ada yang tidak beres. Bagaimana bisa gedung-gedung itu roboh secara bersamaan?" heran Kim.
"Ini memang aneh. Pastinya, ini semua terjadi karena suatu alasan. Aku harus mencari tahu!" ucap Alen dan terbang melesat begitu saja.
"Alen!" teriak Kim. "Dasar, bocah itu!"
***
Ren berlarian kesana kemari dan berusaha keras menggerakkan sayapnya. Namun, usahanya tak membuahkan hasil. Ozi melihat dari kejauhan di udara, sesekali tertawa pelan. Ketika Ren menyadari ada yang memperhatikan, dia langsung menghentikan aktivitasnya.
Ozi menghampiri Ren sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Aku kira kau berdandan seperti itu karena ingin mendekati para pemuda di desa ini. Ternyata, kau malah bertingkah seperti orang gila begitu."
Ren menghela napas sembari duduk di tanah. Dia menatap langit dan berkata, "Ozi, apa kau tahu? Dulu, para manusia berusaha keras untuk bisa terbang. Kemudian, mereka menciptakan alat transportasi yang memuat ratusan orang ... untuk melintas di udara. Mereka menyebutnya, 'Pesawat'." Ozi mendengar dengan kedua alis yang hampir menyatu. "Sekarang, manusia diciptakan dengan sayap sejak lahir dan terbang dengan mudah."
Ozi duduk di samping Ren. "Jadi, kau merasa tidak seperti mereka? Apakah dengan menjadi berbeda ... itu berarti kau bukan bagian dari kami?"
To be continued....