Ryshaka memandang wajah cantik Aletha yang sedang tertidur pulas, gadis satu ini cepat sekali tertidur. Apakah dirinya tidak berpikir bahwa Ryshaka adalah seorang lelaki yang mempunyai insting untuk menyerang?
Perhatian Ryshaka terpatri penuh pada Aletha, jika berada dalam mode yang tenang seperti ini, aura kecantikan Aletha begitu memancar. Berbeda jika mata itu terbuka, sorotnya akan menatapnya tajam dan bibirnya yang manis akan melontarkan segala argumentasi untuk membuatkan jengkel.
Ryshaka terkekeh melihat reaksi Aletha, ia berusaha mengusik tidurnya dengan memainkan bulu matanya yang lentik, namun mata itu hanya mengerjap sesaat dan sebelah tangannya memukul pelan bahu Ryshaka, sebelum ia tertidur kembali. Ryshaka yang tidak sabaran akhirnya mencubit gemas pipi Aletha.
"Aduh, pipiku sakit. Apakah Bapak tidak bisa membangunkan saya dengan cara yang lebih lembut?"
"Lembut yang seperti apa Aletha?"
"Apakah seperti ini?" Bibir Ryshaka mengecup pelan kening Aletha.
Sesaat Aletha merasa tersihir dengan kelembutan sikap Ryshaka, namun ia teringat bahwa Ryshaka juga memperlakukan semua wanita dengan sama manisnya.
Dasar Buaya.
"Mohon maaf, tapi saya tidak merasa tersanjung." Sebelah tangan Aletha ia gunakan untuk menghapus bekas kecupan Ryshaka.
"Saya masih ada urusan lain, tapi saya sudah menyiapkan makan siang dan juga obat maag." Ryshaka merasa bahwa perkataannya sia-sia belaka, jemari Aletha sudah lebih dulu membuka kotak makanan yang ia pesan, setelah sebelumnya menguyah obatnya.
Apa yang dilakukan Aletha tak ayal membuat sudut bibir Ryshaka tersungging.
"Good girl, saya tinggal dulu. Saya tidak akan lama." Aletha menganggukkan kepalanya acuh tak acuh sembari tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusir Ryshaka. Tidak ada karyawan lain yang berani melakukannya, selain Aletha.
Bunyi pintu tertutup tak lama setelah itu, sementara Aletha masih asik menyantap hidangan yang ada dihadapannya.
"Gaya hidupnya saja yang seperti orang kaya, tapi dia hanya memberiku 1 nasi kotak, aku kan masih lapar." Alettha menatap sendu pada makanan yang sudah habis tak bersisa. Ruangan Ryshaka memang sudah diperlengkapi dengan bar mini, sebuah lemari pendingin nampak di sana, tapi ia tak mau dianggap lancang dengan mengambilnya tanpa ijin dari si empunya.
"Lama-lama bosan juga." Aletha mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Atasannya yang flamboyan dan cabul itu mempunyai selera yang payah mengenai design interior. Secara keseluruhan tema monokrom yang diusungnya memang menarik tapi yang membuat ruangan ini terasa membosankan ialah tidak ada satupun hiasan yang dipajang untuk mempercantik ruangan, kecuali sebuah figura yang memperlihatkan sosok wanita cantik, usianya mungkin sebaya dengannya. Sampai kini ia belum tahu siapakah sebenarnya dia, meski ini sudah 2 tahun semenjak ia mulai bekerja di sini. Tangannya terulur untuk mengambil figura tersebut.
Inilah yang membuatnya kebal akan aura feromon yang berusaha Ryshaka tebar. Pria flamboyan itu sangat menyadari bahwa ia mempunyai paras yang menawan, sehingga tidaklah sulit baginya untuk menggaet wanita sebagai pemanas ranjangnya.
Sudut bibir Aletha terangkat membentuk senyuman miris, pasti hubungan seksual pria itu sudah mengarah ke sana. Aletha sering kali menjumpai Ryshaka bersama wanita-wanita cantik, entah itu client ataupun teman kencannya. Tetapi wanita yang paling sering berkunjung menemui Ryshaka ialah Jasmine. Aletha tidak mengetahui hubungan seperti apa yang keduanya jalin, namun jika dinilai dari gelagatnya, mereka berdua sangatlah akrab.
Ryshaka tak akan segan untuk merangkul pinggang langsingnya dan sedikit menundukkan kepalanya untuk mendengar celotehan yang keluar dari bibir wanita itu, sembari sebelah tangannya ia gunakan untuk mengelus pelan rambut ikal Jasmine. Pemandangan manis seperti itu sudah biasa ia maupun rekan lainnya lihat, banyak tatapan iri melihat keserasian keduanya.
Aletha menghembuskan napasnya kasar, untuk apa ia mengamati kisah cinta orang lain, sangatlah tidak berfaedah baginya.
Tapi benarkah kau tidak peduli Aletha?
Lalu bukankah adanya dirimu di tempat ini karena kau berharap untuk bisa lebih dekat dengan Ryshaka?
Alih-alih kembali ke meja kerja untuk mengerjakan tumpukan deadline tapi kau tetap di sini karena ia sudah berkata tidak akan lama?
Sebuah pemikiran menyeruak ke dalam kepala Aletha.
Wanita itu menggelengkan kepalanya kuat, ia berusaha mengenyahkannya pemikiran yang selintas lewat dalam benaknya.
Ia adalah seorang asisten yang patuh akan perintah atasan dan lelaki itu sudah berkata bahwa ia tak akan lama dengan urusannya.
Ya itu dia.
Ia adalah seorang bawahan yang patuh, tidak ada embel-embel lainnya seperti mengharapkan kehadirannya ataupun merindukan perlakuan manisnya.
Aletha tidak menyadari bahwa ia sudah cukup lama larut dalam pikirannya, hingga ia merasa ada seseorang yang menepuk pelan bahunya, apa yang orang itu lakukan tak ayal membuat Aletha berjengit kaget.
Aletha membalikkan tubuhnya ke belakang.
Nampak seorang remaja yang masih mengenakan seragam sekolahnya berdiri tepat di hadapannya.
Sebenarnya bocah itu mempunyai paras yang tampan dengan lesung pipi yang membuat kadar ketampanannya meningkatkan, hanya saja raut wajahnya seperti bocah tengil.
Aletha merasa risih dipandangi dengan tatapan yang seintens itu, apalagi sudut bibirnya berkedut seolah mencemoohnya.
"Maaf Bibi sudah membuatmu terkejut, aku sudah memanggil beberapa kali tapi tidak ada respon."
Satu lagi point yang membuat Aletha tidak menyukai bocah ini. Ia paling tidak suka mendengar sebutan bibi yang tersemat untuknya, jika dilihat dari usianya bocah ini hanya selisih beberapa tahun saja dengannya, tidak bisakah ia memanggilnya dengan sebutan kakak?
"Iya tidak ada masalah, apa yang membuatmu datang ke sini?"
"Ryshaka, di mana dia?"
Aletha membulatkan bibirnya, bocah tengil ini santai sekali saat memanggil nama atasannya, seperti sudah biasa dan tanpa beban.
"Dia berkata ada sedikit urusan dan akan kembali sebentar lagi."
"Baiklah aku akan menunggunya di sini."
Remaja itu melangkahkan kakinya menuju lemari pendingin yang sebelumnya tak berani Aletha sentuh.
"Apa kau sudah meminta ijin terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan ini?"
"Sudah berapa lama bibi bekerja di sini?"
Sudahkah Aletha berkata bahwa ia tidak menyukai panggilan itu?
"Dua tahun lebih kurasa, aku tidak begitu mengingatnya dengan baik."
"Dan masih belum hafal, bahwa memasuki ruangan khusus direksi harus ada appointment khusus?" Remaja itu menaikkan sebelah alisnya, membuat gestur bertanya pada Alettha.
Skatmat.
Basa-basi busuk yang ia lontarkan untuk membunuh kecanggungan berbuah mempermalukan dirinya sendiri.
Saat melewati bagian security bawah saja harus ada appointment, apalagi ini ruangan khusus direksi. Pasti bocah tengil yang kini sedang asik minum soda adalah kerabat dekat dari atasannya.
"Apa yang Bibi lakukan di sini?"
"Sama yang seperti kau lakukan, menunggu pamanmu."
"Apakah aku sudah berkata bahwa Ryshaka adalah pamanku?"
"Tidak, aku hanya menyimpulkan dari caramu yang memanggil nama Pak Ryshaka dengan begitu akrab, pasti kalian saudara kan?"
Aletha menjelaskannya hipotesanya pada remaja tersebut, yang di respon dengan tawanya yang riang.