"Ada hal lain yang ingin di sampaikan?" Tanya Ryshaka saat dilihatnya Aletha hanya diam terpaku di tempat duduknya.
"Tidak ada Pak, kalau begitu saya permisi." Ucap Aletha.
"Silakan!" Ucap Ryshaka singkat.
Tak ada rona apapun dalam wajahnya selain datar, kemana perginya Ryshaka memandangnya dengan tatapan penuh gairah. Hanya selang beberapa saat kepribadian atasannya sudah berubah.
Seperti layaknya sebuah dispenser, ia bisa panas atau dingin, tapi tidakkah ia menyadari bahwasanya ada hati seorang wanita yang merasa dirinya telah dipermainkan.
Aletha memukul kepalanya pelan, memangnya kau ada hubungan apa dengan Don Juan satu ini Aletha? jika disandingkan dengan para wanita yang berada di sekeliling Ryshaka, ia bagaikan seorang upik abu, sama sekali tak sebanding. Sebuah fakta yang cukup menyakitkan baginya.
Aletha tidak menyadari kalau sedari tadi Ryshaka melihat gelagat anehnya.
"Apa kau mengalami efek berkelanjutan dari sakit maag mu?" Tanya Ryshaka.
Wajah Aletha memerah mendengar itu. Pasti atasannya mengira bahwa ia sudah hilang akal.
"Kondisi saya sudah sangat baik, hanya meninggalkan sedikit rasa pening pada kepala saya saja."
"Tolong jaga pola makan mu Aletha dan luangkan sedikit waktu untuk latihan kardio supaya tubuh tetap fit!"
Baiklah, ucapan Ryshaka kini sudah seperti pakar kesehatan.
"Terimakasih atas perhatiannya, saya permisi." Ucap Aletha menganggukkan kepalanya singkat.
"Silahkan, jangan lupa dengan berkas yang tadi saya minta!"
"Baik Pak."
Aletha melangkahkan kakinya menuju ruang arsip dan harus melewati sebuah lorong panjang dan sepi untuk sampai di sana. Sebenarnya ia sedikit malas jika harus berjalan seorang diri, ia pernah mendengar selinting cerita bahwa ruangan itu punya aura mistis dikarenakan jarang dilewati lalu lalang orang.
Aletha menggenggam handle pintu sembari mendorongnya perlahan.
Krieet..
Bunyi dari sebuah engsel kayu yang sedikit berkarat menyapa pendengaran Aletha. Sontak saja jantungnya bergemuruh kencang dan telapak tangannya terasa basah. Ia masih berada di ambang pintu, tapi aura ruangan ini sudah sangat mencekam.
Netranya memindai ruangan yang terasa senyap. Ruangan ini menguarkan aroma khas, semacam buku-buku yang disimpan dalam waktu yang lama.
Aletha diam terpaku di tempatnya, ia masih menimbang-nimbang apakah akan melanjutkan langkahnya atau tidak.
Aletha menggelengkan kepalanya pelan.
Don't be scared Aletha!
Dengan mantap Aletha berjalan memasuki ruangan tersebut menuju sebuah dokumen yang sedang ia cari.
Suara seorang wanita yang sedang menahan kesakitan tertangkap oleh indra-nya, matanya kontan bergerak liar mencari siapakah gerangan wanita itu.
Hingga pandangan matanya terpaku penuh pada objek yang ada di hadapannya. Meski ia harus sedikit mem-fokuskan netranya lewat celah sempit di antara rak buku yang tersusun.
Wanita itu sedang tidak menahan kesakitan, namun desah penuh kenikmatan.
"Apakah mereka tidak punya uang sekedar untuk menyewa hotel?" Gumam Aletha pelan.
Ia kini berada pada posisi yang membuatnya dilema. Jika ia bergerak keluar dari sini, besar kemungkinan mereka akan memergoki keberadaannya.
Lalu apakah kau akan tetap disini menonton aksi mereka?
Menelitinya dengan seksama untuk di jadikan bahan riset?
Sebuah pemikiran nakal menyeruak dalam benaknya.
Aletha memukul kepalanya pelan, otaknya memang mudah sekali ter-distrak sehingga ia harus sedikit memukulnya agar kinerjanya benar kembali.
Mereka yang sedang melakukan hal tercela namun justru dirinya lah yang merasa dilema.
Pada akhirnya Aletha memilih opsi yang kedua.
Ia tidak bisa membayangkan pasangan yang sedang memadu kasih itu memergoki keberadaannya, pasti terasa sangat canggung.
Aletha menelan ludahnya saat netranya kembali fokus pada pasangan tersebut.
Mereka sudah masuk tahap main course.
Melihat aksi cabul secara langsung seperti ini ternyata jauh lebih menegangkan daripada lewat film.
Di tengah aksi serunya mengintip pasangan yang sedang asik berhubungan, tangannya secara tak sengaja menyenggol sebuah buku hingga menjadikan ruangan yang tadinya senyap menjadi riuh.
Aletha membelakkan matanya tak percaya melihat hal tersebut.
"Bodoh!" Umpat Aletha penuh nada kekesalan.
Namun tiba-tiba saja mulutnya dibekap erat oleh sebuah tangan.
Tubuh mereka menempel erat hingga tidak ada celah sedikitpun bagi Aletha untuk memberontak.
"Shut up your mouth!" Ucap suara itu rendah.
Aletha tak punya pilihan lain selain menganggukkan kepalanya.
"Saya meminta kamu untuk mengambil sebuah berkas, namun malah ini yang kau lakukan!"
Aletha tidak begitu menyimak kalimat yang keluar dari bibir Ryshaka, semua indra pada tubuhnya terfokus pada satu hal.
Apakah Ryshaka mengantongi sebuah botol atau barang padat lainnya?
Karena kini pantatnya terasa di dorong oleh sesuatu yang keras.
"Tapi saya terjebak di ruangan ini, Pak!" Ucap Aletha dengan nada rendah.
"Benarkah? saya tidak melihat adanya kendala yang kamu alami saat ini."
Aletha merasa Ryshaka telah melontarkan kalimat dengan nada yang terlalu keras sehingga ia berinisiatif menutup bibir itu dengan jemarinya.
Ryshaka memelotot kan matanya akan perbuatan spontan Aletha kemudian ia langsung melepaskan jemari itu.
"Apa yang kau lakukan?!" Tanya Ryshaka dengan nada mengesalkan seperti biasa.
"Jangan membuat kebisingan di sini, karena ada makhluk hidup yang sedang menerapkan teori reproduksi!" Bisik Aletha, membuat gesture tubuh jemari telunjuk di depan bibirnya. Sebuah indikasi agar atasannya ini tidak membuat kebisingan.
Pemilihan bahasa Aletha sedikit menggelitik bagi Ryshaka.
"Tapi saya tidak melihat adanya indikasi kejadian seperti yang telah kamu ucapkan." Ucap Ryshaka.
Jemari tangan Aletha menunjuk ke tempat asal pasangan yang sebelumnya telah memadu kasih.
Namun Aletha tidak mendapati apapun di sana.
"Jangan mengarang cerita yang tidak-tidak Aletha!"
"Tapi saya sungguh melihat kejadian itu!" Aletha tidak terima ia di tuduh membual.
Ryshaka memutar bola matanya jengah.
"Mana berkas yang tadi saya minta?" Tanya Ryshaka sembari mengulurkan tangannya pada Aletha.
"Ini, Pak!" Sahut Aletha lemah seraya mengulurkan berkas tersebut, ia masih linglung atas peristiwa yang telah dialaminya.
"Sekarang kamu bisa pergi ada hal lain yang ingin saya lakukan disini?" Pinta Ryshaka.
"Baik Pak, saya permisi dulu!" Ucap Aletha sembari melarikan kakinya yang mungil untuk keluar dari ruangan itu.
Setelah memastikan Aletha sudah menutup pintu di belakangnya, baru Ryshaka menaruh perhatiannya pada salah satu sudut ruangan dan jika tidak dilihat dengan cermat, maka tak akan nampak sepasang kekasih yang habis memadu kasih.
"Siapa kalian berani-beraninya berbuat hal menjijikkan seperti ini di perusahaan keluarga saya?!" Tanya Ryshaka penuh amarah.
"Maafkan kami Pak!" Ucap seorang wanita sambil mengatupkan jemari di depan dadanya, air matanya mengalir deras pada pipinya yang tirus.
Ryshaka menggelakkan tawanya keras mendengar perkataan tersebut.
"Kau!" Jari telunjuk Ryshaka mengarah pada pria yang sedari tadi menundukkan kepalanya, sehingga Ryshaka tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang tersebut.
"Apa kau bisu, mengapa kau tidak mengucapkan kata maaf, melainkan wanitamu?!"
Mendengar perkataan penuh amarah yang tertuju padanya membuat pria tersebut mendongakan wajahnya.
Ryshaka terkesiap melihat siapa pelaku asusila di perusahaannya.