Chereads / (Not) A Perfect Marriage / Chapter 10 - Perjanjian Arseno dan Jingga Part 1

Chapter 10 - Perjanjian Arseno dan Jingga Part 1

"Apakah perjodohan ini memberatkan anda? Lantas jawaban apa yang harus saya berikan nanti?" tanya Jingga dengan sangat hati-hati.

"Jika kamu bertanya seperti itu maka saya menjawab semua ini sangat memberatkan saya, namun saya tidak bisa menolak permintaan Papa dan Mama," jawab Arseno.

"Lalu, jawaban apa yang Tuan harapkan dari keputusan saya?" tanya Jingga.

"Terima lah perjodohan ini dan kita akan segera menikah," ucap Arseno memutuskan.

'Ya Tuhan apakah aku tidak salah dengar? Tuan Arseno menginginkan pernikahan ini?' batin Jingga yang tidak terasa membuat garis lengkung di bibirnya.

"Kau jangan senang dahulu, saya sama sekali tidak menginginkan kamu dalam hidup saya," ucap Arseno saat melihat senyuman di bibir mungil Jingga.

Jingga terdiam mendengar perkataan calon suaminya itu.

"Semuanya saya lakukan karena Papa dan Mama tidak pernah lebih dari itu," ucap Arseno.

"Saya harap kamu mengerti itu," lanjut Arseno.

"Saya mengerti Tuan Muda Arseno," jawab Jingga yang menundukkan kepalanya.

"Datanglah ke kantor saya besok pukul 10 pagi, dan kita akan membicarakan pernikahan ini," ucap Arseno tegas.

"Baiklah Tuan Arseno. Saya akan ke kantor Tuan besok," ucap Jingga.

"Turunlah!" ujar Arseno.

Jingga mengangguk dan segera memegang pintu mobil namun Jingga teringat sesuatu.

"Tuan Arseno, apakah saya harus ke gedung perusahan Keane Properti?" tanya Jingga.

"Kau pikir saya bekerja, dimana?" tanya Arseno menaikkan nada bicaranya.

"Baik Tuan Arseno. Terima kasih banyak sudah mengantarkan saya," ucap Jingga dengan cepat membuka pintu mobil, seketika dirinya sudah berada di luar mobil sambil membungkukkan tubuhnya lalu berjalan ke dalam rumah panti asuhannya.

'Ya Tuhan, apakah aku akan hidup dengan lelaki kejam seperti itu? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bisa tinggal satu rumah dengan dirinya,' batin Jingga yang berjalan setengah berlari.

***

Pagi tiba, kejadian semalam benar-benar membuat Jingga merinding apalagi saat Jingga teringat bahwa pukul 10 pagi nanti dia akan bertemu pria kejam itu lagi.

"Jingga," ucap Adisty yang memanggil Jingga. Adisty melihat Jingga memakai make up sambil melamun.

"Iya, Adisty," kaget Jingga.

"Kamu memakai lipstik berantakan, kamu mikirin apa sih?" tanya Adisty.

"Ya ampun," ucap Jingga yang melihat bibirnya sudah penuh dengan lipstik yang berantakan.

"Galau karena Tuan Arseno? Ngapain sih di pikirin," ucap Adisty.

"Adisty, apaan sih? Aku hanya bingung saja bagaimana rumah tanggaku nanti jika aku menikah dengan dia? Pasti sangat menyeramkan bukan?" ucap Jingga.

"Jadi kamu menerima pernikahan itu?" tanya Adisty.

"Iya aku akan menerimanya," ucap Jingga.

"Benarkah? Ya Tuhan kamu akan menjadi Nyonya Arseno," ucap bangga Adisty.

"Ya tapi semua ini dia lakukan demi kedua orang tuanya," ucap Jingga terasa sedih.

"Benarkah? Bagaimana ceritanya?" tanya Adisty antusias.

"Nanti saja aku ceritakan kepadamu, untuk hari ini aku tidak ke butik yah, karena Tuan Arseno memintaku datang ke kantornya, aku takut jika ke butik dahulu nanti bakalan telat ke kantor Tuan Arseno," ucap Jingga yang melihat jam menunjukkan pukul 8 pagi.

"Baiklah aku mengizinkan kamu, tapi kamu janji akan menceritakan semuanya kepadaku," ucap Adisty.

"Terima kasih, Adisty. Aku janji akan menceritakan semuanya kepadamu," ucap Jingga.

***

Sementara itu, di perusahan Keane Properti terlihat ada Arseno yang terdiam di tepi jendela kantornya. Pikirannya tak bisa lepas dari kekasihnya, Selva. Sungguh ini adalah pilihan tersulit bagi Arseno.

'Ya Tuhan bagaimana ini? Aku tidak tahu harus berbuat apa, namun aku harus menerima wanita itu dalam hidupku,' batin Arseno.

'1 tahun, ya hanya 1 tahun aku harus bertahan dengan wanita itu, setelah itu akan menikahi Selva, wanita yang paling aku cintai,' batin Arseno tersenyum.

Arseno melihat jam di tangannya. "10.30 wanita itu sangat tidak bisa di ajak kerja sama, hah bagaimana bisa aku menikahi perempuan yang tidak tahu aturan tepat waktu," Arseno berdecak kesal.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk," teriak kesal Arseno.

"Tuan Arseno, Nona Jingga sudah datang, apakah boleh masuk sekarang?" tanya Sekretaris Niko.

Namun teriakan Arseno terdengar jelas di telinga Jingga.

'Jingga matilah kamu. Tuan Arseno pasti marah besar karena kamu telat. Kenapa perut aku gak bisa di ajak kompromi,' batin Jingga yang merasa sesak karena dirinya tahu sebentar lagi calon suaminya akan meluapkan emosinya kepada Jingga.

"Nona Jingga, silahkan masuk," ucap Sekretaris Niko.

'Nah coba saja Tuan Arseno sebaik sekretarisnya, aku bisa pastikan bahagia menjadi istrinya, Sekretarisnya tentu sangat tampan dan gagah tak kalah dengan Tuan Arseno,' batin Jingga lagi.

"Nona," ucap Sekretaris Niko menyadarkan Jingga.

"Ah iya, Sekretaris .... siapa tadi nama anda? Sepertinya kita memang belum kenalan yah?" ucap Jingga sambil menyodorkan tangannya.

"Saya Niko," ucap Sekretaris Niko yang enggan menyambut tangan Jingga.

Melihat adegan salam-salaman di depan ruang kerjanya membuat Arseno semakin kesal. Arseno pun berdehem cukup keras sehingga menyadarkan keduanya.

"Nona, masuklah," ucap Sekretaris Niko.

Jingga pun langsung masuk ke dalam ruang kerja milik Arseno. Sedangkan Sekretaris Niko tidak ikut ke dalam mungkin karena tidak ingin diganggu privasinya.

"Sepertinya kamu adalah orang yang susah di atur dan tidak tepat waktu. Bagaimana saya bisa menikahi kamu? Orang seperti kamu adalah orang yang tidak bisa diajak kerja sama," ucap Arseno langsung.

Seketika Jingga merasa kesal oleh omongan yang di lontarkan calon suaminya itu.

'Dan kamu juga bukan orang yang punya hati. Kamu kalau ngomong tidak pernah di pikirkan dahulu,' batin Jingga kesal.

"Maafkan saya Tuan Arseno, saya sudah sampai disini pukul 9.30 namun saya lapar sehingga saya mencari makanan namun harga makanan disini cukup mahal bagi saya, sehingga saya ke warung makan yang jauh disana," jawab Jingga memberi alasan.

"Kamu sudah bisa beralasan, saya tidak butuh itu," ucap Arseno yang berjalan menuju mejanya.

'Wajar aku membela diriku sendiri, Tuan Arseno, karena memang itu kenyataannya,' batin Jingga.

"Duduklah, kali ini saya akan maafkan kamu, tapi lain kali jangan pernah berharap maaf dari saya," ucap Arseno.

"Baik Tuan terima kasih," ucap Jingga yang duduk tepat di hadapan Arseno.

"Baiklah saya akan langsung pada intinya. Kamu tahu kan saya tidak mencintai kamu, malah saya tidak mengenal kamu dan pernikahan ini jelas-jelas memberatkan saya," ucap Arseno.

Jingga hanya bisa mengangguk untuk mencari aman.

"Kita akan tetap menerima perjodohan ini dan segera menikah, pernikahan ini hanya sebatas pernikahan terpaksa dan saya akan membuat perjanjian agar kamu dan saya tidak merasa di beratkan," ucap Arseno.

Jingga terdiam mendengar perkataan Arseno.

"Bacalah, ini adalah perjanjian pernikahan kita," ucap Arseno dengan memberikan selembar kertas kepada Jingga.

Jingga segera mengambil kertas tersebut dan langsung membacanya.

"Kita memang menjadi suami istri, namun hanya di mata pemerintah, kenyataannya kita akan hidup masing-masing nantinya dan saya mengizinkan kamu untuk tinggal di apartemen saya karena Mama sudah meminta kita tinggal disana," ucap Arseno menjelaskan.

Jingga masih membaca setiap poin demi poin dari surat perjanjian tersebut.

'Ya Tuhan, ini sama saja aku menumpang disana dan bekerja disana,' batin Jingga.

"Apakah kamu keberatan?" tanya Arseno tersenyum licik.