Waktu terus berjalan. Tanpa terasa, dua minggu berlalu. Sejak pesannya di balas, Chika Nampak lebih ceria. Dia begitu fokus mengerjakan Ujian Akhir Semester. Dan, hari itu adalah hari terakhir Ujian Akhir Semester. Chika begitu bersemangat mengerjakannya. Dan, akhirnya waktu ujian pun berakhir. Semua siswa berhamburan pulang dari sekolah. Begitu pula Chika. Dia tampak berseri-seri.
"Hey, Chika. Gimana ujian kimianya?" tanya Windy sambil menepuk pundaknya.
"Oh, itu. Yah, gue berusaha sebisanya," jawab Chika.
Windy tersenyum melihat ada yang berbeda dari Chika. Dia sejenak berdiri di depan Chika dan memposisikan tangannya bak sebuah kamera. Chika memandangnya keheranan.
"Win, lo ngapain gitu-gitu di depan gue?" tanyanya sambil tersenyum keheranan.
Windy memicingkan matanya dengan wajah menyelidik. Tangannya tetap bergaya bak sebuah lensa kamera.
"Uhm … gimane ya? Lo hari ini beda banget deh," katanya sambil tersenyum.
Chika memegangi tangan Windy dan menepiskannya dengan halus. Wajahnya sedikit memerah menahan malu.
"Ih, apa-apaan sih lo? Gue gak ngerasa ada yang aneh kok," katanya berusaha menutupi perasaan bahagianya.
Windy tertawa lepas. Dia kembali merangkul Chika. "Chika, lo bener-bener gak ngaku ya kalau lagi bahagia?"
Chika berusaha menjawab dengan sedikit gugup. "I—Iya, sih. Gue emang bahagia karena …."
"Karena si Raymond mulai balas chat lo kan? Hayo ... ngaku aja," balas Windy langsung memutus perkataan Chika.
"Enggak. Itu gak bener …." Chika menyangkal perkataan Windy sambil tersenyum malu.
Namun, Windy hanya tertawa renyah. "Hahahah, Tuh, kalau muke lo kayak kepiting rebus pertanda ucapan gue bener."
Chika yang tak berkutik dengan perkataan Windy berusaha mencubitnya, namun Windy lebih gesit. Dia segera berlari menghindar. Karena khawatir rahasianya terbongkar, Chika mengejarnya. Windy dengan gesit berkelit.
"Weee … yang jatuh cinta …," ledek Windy sambil tertawa.
Dalam hati, Chika begitu bahagia kendati dia begitu malu. Chika terus berusaha mengejar Windy. Mereka terus berlarian hingga ke gerbang sekolah. Dan, tanpa sengaja Chika menabrak seseorang.
"Oh, uhm … ma …." Chika yang awalnya berusaha meminta maaf mendadak bengong. Dia terkejut melihat cowok di depannya.
"Dandy?" katanya dengan wajah terkejut.
Dandy tersenyum manis memandang Chika. "Chika?"
Chika hanya diam memandangi Dandy. Dia hanya berusaha tersenyum kepadanya.
"Chika, bagaimana ujian tadi?" tanya Dandy kemudian.
Chika langsung menjawabnya, "Uhm, y ague hanya berusaha semampu gue, Dan. Semoga aja nilainya gak mengecewkan."
Dandy kembali tersenyum ramah. "Chika, gue seneng lihat lo hari ini. Lo kelihatan lebih tenang dan ceria."
Chika sejenak merasa bersalah. Dia menghela nafasnya. "Dandy, maafin gue yang pernah nolak cinta lo. Gue gak ingin nyakiti lo."
Dandy tersenyum. Tak tampak dendam di wajahnya.
"Chika, sudahlah. Gue sudah maafin lo. Sudahlah, mungkin kita lebih baik tetap jadi teman saja," balasnya dengan senyum bersahabat.
Dandy mengajaknya berjabat tangan. Awalnya, Chika merasa tidak enak, namun akhirnya mereka berjabat tangan.
"Chika, lo berusaha ya. Raih cita-cita lo. Jangan nyerah," kata Dandy.
"Thanks, Dandy. Lo juga usaha ya," balas Chika.
Dan, tak lama kemudian, seorang gadis muncul mendekati Dandy. Dia sejenak memandangi Chika dengan wajah cemberut. Chika langsung melepaskan tangannya.
"Sherly, gue hanya berteman sama dia," kata Chika berusaha menjelaskan.
Sherly tetap menatap Chika dengan wajah cemburu. "Belum cukup lo sakiti cowok di sma ini?"
Chika sebenarnya ingin marah, namun dia berusaha menahannya.
"Sher, serius. Gue sama dia hanya teman," kata Chika sambil menahan marah.
Dandy merangkul Sherly, dan akhirnya menjelaskan, "Sherly, gue sama dia hanya teman. Gak lebih."
Sherly tetap ngambek. Dia tetap memasang wajah cemberut sambil menyilangkan tangannya. Dandy berusaha menenangkannya. Windy yang melihat perselisihan kecil itu langsung menghampiri Chika.
"Sherly, beneran. Gue sama Chika hanya temen. Tadi gue gak sengaja aja ketemu dia. Ayolah, jangan jutek gitu," kata Dandy berusaha menenangkan Sherly.
Chika menimpali, "Sherly, gue dukung lo sama Dandy. Dia cowok yang baik. Please, percaya sama gue. Maaf kalau pertemanan kami buat lo jealous."
Windy yang berada di dekat Chika hanya diam memperhatikan. Sejenak, Sherly memandangi Chika. "Oke, kali ini gue percaya sama lo."
Chika mengajak Sherly berjabat tangan. Awalnya, Sherly tak mau. Namun, dengan bujukan Dandy, dia akhirnya mau menerima juluran tangan Chika. Dia kembali tenang.
"Oh ya, Chik. Gue cabut dulu," kata Dandy berpamitan.
"Oke. Selamat berbahagia, Dandy," balas Chika.
Mereka langsung berjalan ke mobil Dandy yang terparkir. Dan, tak lama kemudian mereka langsung pergi meninggalkan tempat itu. Sepeninggalnya Dandy dan Sherly, Windy mengajak Chika berjalan meninggalkan lokasi sekolah.
Sementara itu, di SMA Putra Bangsa, Raymond yang baru saja selesai melaksanakan UAS langsung pergi ke studio sekolah. Bersama teman bandnya, mereka menggunakan studio music itu untuk berlatih sebelum pulang ke rumah. Dua gadis yang juga di sana, yaitu Rinda yang selalu mendampingi Romi dan Shely.
"Eh, gimana nih nanti kalau perpisahan kita pakai backing vocal cewek?" tanya Romi.
Raymond sejenak berfikir. Wajahnya tampak serius. Sejenak, dia pandangi Rinda.
"Oke, boleh. Bagus ide lo, tapi bagaimana kalau bokin(pacar) lo yang jadi backing vocal?" kata Raymond dengan nada bercanda.
Rinda keheranan memandangi Raymond. "Hah? Gue? Ogah ah! Suara gue kayak kucing kejepit gitu kok malah di suruh nyanyi? Ntar yang ada kucing tetangga pingsan."
Raymond tersenyum sambil memandangi Romi. "Uhm … kasih tahu gak ya?"
Romi memnadangi Raymond dengan wajah keheranan. "Yah, kok mantengin gue sih?"
"Kagak. Kalo gue lihat, lo sama Rinda ini pasangan serasi. Gue sebenarnya pingin lo duet ama Rinda nanti di acara inagurasi," jawab Raymond dengan senyum di kulum.
Rinda langsung membela Romi. "Eh, Raymond. Tanpa gue nyanyi, kita sudah serasi. Udah deh, jangan suruh gue nyanyi. Ntar semuanya koit(mati)."
Shely yang dari tadi tersenyum berkata dengan nada bercanda. "Yaelah, Rinda. Siapa tahu nanti ada hiburan baru. Stand up comedy. Nah, lo kan bakat melucu."
Rida langsung mencubit lengan Shely. "Ih, kamu ini."
"Eh, sudah. Ayo buruan latihan. Keburu sekolah ditutup nih," ajak Victor yang mulai memegang bass.
Mereka langsung bersiap. Yusta sebagai drummer menentukan ketukan. "One Two Three Go!"
Raymond langsung memetik gitarnya, dan mereka pun mulai menyanyikan sebuah lagu. Rinda dan Shely begitu senang melihat mereka bermain. Beberapa lagu mereka mainkan, dan di sela itulah lelucon segar diantara mereka muncul.
"Eh, gimana nanti kalau inagurasi kita nyanyikan lagu hymne guru tapi dengan alunan trash metal?" kata Romi dengan nada bercanda di sela-sela latihan.
Victor membelalakkan matanya. "Apa?!"
"Eh, boleh tuh. Siapa tahu keren," balas Raymond.
"Yah, jangan dong. Nanti para guru pingsan lho," kata Shely sambil tersenyum simpul.
Raymond dan Romi kembali tertawa. Dan, setelah itu, mereka kembali memainkan sebuah lagu. Sekitar setengah jam mereka bermain. Dan, setelah setengah jam, tampak keringat mereka menetes. Victor melihat jam tangannya.
"Eh, udah siang. Kita buruan pulang yuk. Keburu gerbang di tutup nih," ajak Victor.
Semuanya mengerti. Mereka langsung berkemas dan keluar dari studio music. Mereka berjalan bersama sambil bercanda. Dan ketika mereka akan keluar, Raymond terkejut melihat Chika sudah menunggunya di depan gerbang sekolah.
"Chika?" bisiknya dengan wajah terkejut.
Chika tersenyum memandanginya. Rinda yang pernah bermasalah dengan Chika hendak mendatanginya, namun Shely mencegahnya.
"Rinda, jangan lagi," bisiknya.
Rinda mengerti. Dia hanya memandangi Chika dengan tatapan tajam. Raymond tertegun ketika Chika mendekatinya. Dengan senyum manis, dia meyapa raymond.
"Ray, kita jalan yuk. Ada yang mau gue omongin," ajak Chika.
Raymond memandangi Chika seolah tak percaya. "Chika, kenapa musti ngajak jalan? Kalau mau ngomong sekarang aja. Gue capek nih abis latihan."
"Ray, gue mau ngomong empat mata sama lo. Ayolah, please …," pinta Chika dengan wajah memelas.
Victor dan Yusta tersenyum melihat Raymond tertegun menatap Chika. Victor memberikan isyarat untuk membiarkan mereka sendiri.
"Ray, karena sang putri sudah menjemput, kita-kita duluan ya. See ya," kata Yusta sambil tertawa lepas.
Mereka langsung beranjak. Raymond berusaha mencegahnya.
"Eh, kalian setia kawan kan?" kata Raymond berusaha mencegah.
"Iya, kita setia kawan. Nah, karena setia kawan, kita mau cabut dulu. Sampai ketemu nanti, Ray," kata Romi sambil tersenyum simpul.
Victor menimpali. "Udahlah, Ray. Kasihan lho dia. Kamu temanin aja ya."
"T—Tapi …." Ucapan Raymond langsung di putus Shely.
"Ray, sepertinya dia datang baik-baik. Ayolah, temui dia," kata Shely membujuk Raymond.
Raymond terdiam. Shely dan teman-temannya terus membujuknya. Setelah agak lama, barulah dia menemui Chika. setelah semua temannya pulang, Raymond langsung mengajak Chika ke parkiran motor, lalu mereka langsung pergi dari tempat itu.
Di tengah jalan, Raymond berkata dengan nada jengkel. "Oke, tuan Putri. Kita mau kemana nih?
Mendengar nada jengkel Raymond, Chika menjawabnya dengan senyum manis.
"Oke, kita pergi ke café aja. Pergi ke café Jawara," ajak Chika.
Dengan wajah jutek, Raymond langsung menurutinya. Mereka langsung menuju ke sebuah café yang di tunjuk Chika.
Dalam hati Raymond berkata, "Ih, nih cewek bikin gue jengkel, tapi kenapa gue nurutin maunya dia ya? Sebel!"